kaltimkece.id Pagi baru saja menyapa tatkala Rusli, 40 tahun, sibuk memanggul dua kotak berukuran besar dengan sebilah tongkat kayu. Berjalan kaki dari rumahnya di Desa Teluk Dalam, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, ia pun tiba di tepi jalan tak jauh dari Jembatan Kukar. Rusli segera meramu kue keroncong yang adonannya telah disiapkan malam sebelumnya.
Jumat, 29 Oktober 2021, Rusli menjajakan kudapan ringan tersebut di depan pintu gerbang gedung serbaguna Putri Karang Melenu. Tangan lelaki itu dengan lihai menggoreng adonan dengan sapuan mentega di atas cetakan. Dari 2 kilogram adonan, ia bisa mencetak 100 kue sehari. Setiap kue keroncong lantas dijual antara Rp 500 hingga Rp 1.000 rupiah.
“Sehari bisa dapat Rp 70 ribu kalau sedang ramai. Kadang juga tidak habis tetapi cukuplah untuk biaya hidup," tuturnya kepada kaltimkece.id.
_____________________________________________________PARIWARA
Rusli tidak sendiri. Di tepi jalan yang menghubungkan Samarinda dan Tenggarong itu, ada kurang lebih 50 pedagang kue keroncong. Sebermula sepuluh tahun silam. Orang pertama yang berjualan kue keroncong di kawasan itu bernama Sadino, mertua Rusli. Sadino kini sudah berusia 60 tahun dan tak berjualan lagi. Rusli yang melanjutkan usaha kecil tersebut.
Rusli bercerita, mertuanya mulai menjajakan jajanan tradisional tersebut pada 2011. Akan tetapi, baru beberapa bulan berjualan keliling, Jembatan Kartanegara ambruk. Sadino kemudian memilih berjualan kue keroncong di dekat dermaga penyeberang feri di Teluk Dalam. Waktu itu, kendaraan yang ingin menyeberang ke Tenggarong mesti naik perahu.
Dagangan Sadino ternyata laku keras. Beberapa pengemudi yang lewat bahkan memviralkan kue keroncong di jagat maya. Dagangan Sadino seringkali habis sebelum sore tiba. Pedagang-pedagang lain bermunculan sejak saat itu. Jumlahnya sekarang sekitar 50 penjual kue keroncong.
“Kalau dilihat dari adonan, komposisi, bahan, dan bentuk kue keroncong, di sini hampir semuanya sama. Hanya campuran rasa antara satu dengan yang lain yang berbeda,” terang Rusli setelah menceritakan asal-muasal menjamurnya pedagang kue tersebut.
Pusat Kuliner Terapung
Kepala Seksi Kesejahteraan, Desa Teluk Dalam, Riyan Wahyudi, membenarkan bahwa Sadiono adalah pedagang kue keroncong pertama di lokasi itu. Sadino bisa disebut sebagai pencetus kue keroncong di Tenggarong Seberang. Jajanan ini kemudian seperti identitas Teluk Dalam. Pemerintah desa bahkan telah beberapa kali menyelenggarakan pelatihan bagi pedagang keroncong. Dinas Perdagangan dan Koperasi maupun Dinas Kesehatan Kukar dilibatkan.
“Kami ingin menjaga kualitas dan eksistensi jajanan desa ini,” terang Riyan.
Lebih dari itu, pemerintah desa telah merencanakan pusat kuliner keroncong di Tenggarong Seberang. Pelabuhan kapal yang tak lagi digunakan setelah jembatan pengganti berfungsi akan dialihfungsikan sebagai pasar terapung. Di lokasi itulah, pedagang setempat menjual kue keroncong termasuk kuliner yang lain.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Pembangunan pusat kuliner ini disebut bertahap. Anggaran Pemerintah Desa Teluk Dalam minim padahal ada banyak usaha mikro, kecil, dan menengah di situ. Riyan berharap, pemerintah daerah dapat membantu sehingga pasar terapung segera terealisasi.
“Kami melihat potensi perputaran ekonomi yang besar untuk kemajuan warga desa. Semoga dengan bantuan berbagai pihak, rencana ini segera terwujud,” terangnya.
Potensi ekonomi yang dimaksud Riyan memang benar adanya. Penghasilan seorang pedagang keroncong, Rusli contohnya, dapat dijadikan acuan. Rusli mengaku bisa memperoleh Rp 70 ribu sehari. Jika ada 50 pedagang dengan pendapatan rata-rata seperti itu, perputaran uang hanya dari kue keroncong di Teluk Dalam menembus Rp 3,5 juta sehari. Setara Rp 105 juta sebulan. (*)
Editor: Fel GM