kaltimkece.id Keuangan Kutai Kartanegara tengah di atas angin. Tahun kemarin, kabupaten ini meraup keuntungan besar dari sejumlah unit usaha yang dikelola, terutama pajak. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kukar mencatat, pendapatan asli daerah alias PAD Kukar pada 2022 adalah Rp 501 miliar.
Jumlah tersebut naik drastis dari tahun sebelum-sebelumnya. Pada 2021, Kukar hanya mampu mengumpulkan Rp 390 miliar dari target Rp 470 miliar sedangkan pada 2020 sekitar Rp 106 miliar dari target Rp 70 miliar.
“Rendahnya pendapatan pada tahun-tahun itu karena perekonomian masyarakat melemah akibat terdampak pandemi Covid-19,” jelas Kepala Bapenda Kukar, Joko Susilo, kepada kaltimkece.id, Senin, 9 Januari 2023.
Joko membeberkan, sumber utama penghasilan Kukar adalah pajak, terutama pajak restoran, hotel, tempat hiburan, dan pariwisata. Selain itu pajak penerangan jalan, pajak tanah dan bangunan, termasuk bea perolehan hak atas tanah bangunan atau BPHTB. Ada pula pajak sarang burung walet namun realisaisinya masih rendah. Dari target Rp 164 juta, pajak sarang walet hanya menghasilkan Rp 130 juta.
“Belum maksimalnya pendapatan dari pajak sarang burung walet karena regulasinya belum diperbaiki,” bebernya. Pada 2023 ini, sambung dia, Kukar menargetkan mendapat Rp 550 miliar dari semua usaha yang dikelola.
Pada kesempatan yang berbeda, Rektor Universitas Kutai Kartanegara, Prof Ince Raden, memberikan apresiasi atas meningkatnya PAD Kukar tahun lalu. Menurutnya, capaian ini adalah prestasi berkat optimalnya kinerja pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat membayar pajak.
Walau demikian, Prof Ince mengingatkan agar pemda tidak lekas puas. Pungutan pajak dari sektor yang lain, seperti pertambangan dan perkebunan, perlu dimaksimalkan. Pelayanan pajak juga harus ditingkatkan. Pelayanan pajak di Kukar disebut masih ada yang mengandalkan cara-cara manual. Prof Ince menganjurkan, semua pelayanan pajak menerapkan sistem digitalisasi atau pelayanan daring agar masyarakat mudah menjangkaunya.
“Pemerintah juga mesti lebih cermat melihat sumber PAD yang belum optimal,” ujarnya. (*)