kaltimkece.id Tangan Siti Aisyah begitu cekatan ketika menyiram dan membersihkan kebun jahe di pekarangan rumah. Sudah setahun ini, ibu rumah tangga berusia 50 tahun tersebut menekuni budi daya tanaman herbal. Ia merawat kebun jahe tersebut bak anak sendiri.
Siti Aisyah adalah Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Maju Cantik di Kampung Kamal, Kelurahan Senipah, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. Kelompok ini berdiri pada Oktober 2019. Anggotanya sekarang 73 orang. Sesuai namanya, seluruh anggota kelompok adalah perempuan.
Kebun jahe merah milik anggota kelompok ini rata-rata mempunyai luas 4 meter x 3 meter. Sebelum menanam, Siti Aisyah dan anggota kelompok membeli bibit jahe di pasar. Harganya lumayan mahal, Rp 40 ribu per kilogram. Bibit jahe itu lantas ditanam dahulu di polybag biar pertumbuhannya bagus. Setelah dipindah ke pekarangan, jahe harus dirawat betul-betul. Siti Aisyah mengatakan, merawat tanaman jahe persis seperti merawat anak-anak. Perlu kesabaran untuk mendapatkan panen jahe yang berkualitas.
Jahe merah perlu tujuh bulan sejak ditanam sampai panen. Hasil panen jahe ini, pada awalnya, hanya untuk konsumsi rumah tangga. Baru pada Maret 2020, kelompok wanita tersebut menerima bantuan dari program corporate social responsibility (CSR). Lewat program CSR dari perusahaan setempat, anggota kelompok wanita tani tersebut pergi ke Jogjakarta selama dua hari pada awal Maret 2020.
Di Kota Pelajar, mereka dilatih mengolah produksi jahe. Sementara itu, pandemi Covid-19 ternyata menyebabkan permintaan jahe meningkat tajam di mana-mana. Peluang ini dimanfaatkan ibu-ibu dari Samboja tersebut untuk berinovasi.
Dari hasil belajar di Jogjakarta, sembilan anggota kelompok mengembangkan bisnis jahe di Senipah. Siti Aisyah dan kolega memproduksi jahe olahan bubuk. Produk itu mereka sebut Jahe Wangi Instan. Jahe adalah bahan utama produk olahan tersebut. Bahan campurannya adalah serai, daun pandan, kapulaga, kayu manis, dan cengkeh. Seluruh bahan tersebut diperoleh dari Rumah Pangan Lestari, sebuah konsep berkebun di pekarangan rumah yang dijalankan warga Kampung Kamal.
“Proses pembuatannya adalah setelah seluruh bahan dicuci, di-blender, kemudian disaring dan diendapkan setengah jam. Masak selama tiga jam sampai berbentuk pasir atau bubuk,” kata Siti.
Bubuk tersebut kemudian dikemas dalam bungkusan seberet 100 gram. Setiap bungkus dijual Rp 15 ribu. Siti mengaku, penjualan terus meningkat. Awalnya hanya puluhan bungkus, sekarang Siti menerima pesanan minimal 200 bungkus setiap hari. Para pembeli adalah warga, karyawan perusahaan, hingga wisatawan.
“Alhamdulillah, bisa buat tambah-tambah pemasukan ibu-ibu di sini,” ucap Siti seraya tersenyum. (*)
Ikuti berita-berita berkualitas dari kaltimkece.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: