kaltimkece.id Sejumlah warga Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara, menyulap limbah perkebunan menjadi barang bernilai ekonomis. Mereka membuat lidi dan arang dari kayu serta daun kelapa yang menjadi limbah perkebunan. Barang-barang tersebut menembus pasar internasional.
Kepada kaltimkece.id, Senin, 18 Oktober 2021, Bendahara Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Salo Palai, Sudirman, menceritakan perjalanan usaha ini. Pada 2020 silam, sejumlah pengurus BUMDes di Muara Badak menemui pengelola CV Masagenah Group, perusahaan yang mengekspor hasil pertanian dan perkebunan dari Kaltim. Agendanya, BUMDes mengajak CV Masagenah Group untuk mendongkrak nilai ekonomi agrikultur yang ada di Muara Badak. Singkat cerita, eksportir setuju ajakan itu.
Selepas pertemuan, BUMDes mengumpulkan sumber daya manusia. Mereka membuat lidi dari nipah kelapa biasa dan kelapa sawit. Selain itu membuat arang dari kayu halaban. Semua bahan bakunya merupakan limbah perkebunan. Dari hari ke hari, usaha tersebut berkembang pesat. Warga pun mulai ramai bergabung.
_____________________________________________________PARIWARA
Sudirman menyebutkan, sudah ada empat desa di Muara Badak yang menjalankan usaha lidi dan arang ini. Keempatnya adalah Desa Salo Palai, Desa Batu-Batu, Desa Muara Badak Ulu, dan Desa Saliki. Semuanya tergabung dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Setiap bulan, UMKM tersebut mampu memproduksi lidi sebanyak 10 ton dan 5 ton arang. Barang-barang tersebut dijual kepada BUMDes yang ada di desa masing-masing. Harga per kilogram lidi adalah Rp 2.000. Sedangkan arang Rp 2.500 per kg. Jika dikalkulasi, UMKM tersebut bisa meraup Rp 20 juta dari penjualan lidi dan Rp 12,5 juta dari arang per bulan.
BUMDes kemudian menjual lagi lidi dan arang tersebut senilai Rp 3.000 per kg kepada CV Masagenah. Oleh CV Masagenah, barang-barang tersebut dipasarkan ke luar negeri. Biasanya, lidi dari Muara Badak banyak digunakan sebagai bahan baku karpet, serat faiber, dan genteng. Adapun arang, dipakai sebagai bahan bakar membuat makanan dan penghangat ruangan. Sudirman mengklaim, lidi dan arang dari Muara Badak diminati orang luar negeri.
Akan tetapi, usaha ini masih memiliki kendala. Di antaranya mengenai peralatan produksi. Sudirman mengatakan untuk bisa memproduksi 1 ton arang diperlukan 25 tungku. “Saat ini, kami hanya memiliki lima tungku,” sebutnya.
Direktur CV Masagenah, Widya menjelaskan, perusahannya memang memiliki tugas utama mengekspor agrikultur yang ada di Kaltim. Ini dilakukan untuk meningkatkan pemasaran produk-produk UMKM. “Karena ini bisa meningkatkan ekonomi kerakyatan,” terangnya.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Saat ini, CV Masagenah bekerja sama dengan 11 BUMDes di Kukar, termasuk yang menadah lidi dan arang dari UMKM di Muara Badak. Widya menyampaikan, CV Masagenah tengah melakukan ekspor perdana lidi dan arang dari Muara Badak. Menggunakan kontainer, arang sebanyak 20 metrik ton dikirim ke Vancouver, Kanada. Sedangkan 20 ton lidi dipasok ke Pakistan.
“Ekspor ini dilakukan secara kontinu. Harapan kami, ada komoditi baru dari daerah lain yang bisa dikirim juga,” ujar perempuan itu.
Sekertaris Dinas Pengembangan Masyarakat Desa Kukar, Zulkipli menyampaikan, Pemkab Kukar kerap memberikan pelatihan kepada para pelaku usaha di Muara Badak. Ini dilakukan untuk meningkatkan mutu SDM sehingga usaha di desa bisa maju. Usaha kerakyatan di Muara Badak turut didukung Bank Indonesia. Zulkipli berharap, usaha-usaha di desa bisa terus berkembang.
“Kami juga berharap, desa yang lain bisa mengembangkan potensi yang ada,” tutupnya. (*)
Editor: Surya Aditya