kaltimkece.id Seorang pengajar pondok pesantren di Tenggarong, Kutai Kartanegara, yang diduga memerkosa santriwatinya hingga hamil dilaporkan tengah berada di Pulau Jawa. Padahal, berdasarkan perintah polisi, ia seharusnya wajib melapor ke Kepolisian Resor Kukar dua kali dalam sepekan. Kinerja polisi dalam menangani perkara ini diragukan kelompok perlindungan anak.
Mengenai terduga pelaku berada di Jawa diumumkan Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Polres Kukar, Ajun Komisaris Polisi Dedik Santoso, kepada kaltimkece.id, Rabu, 23 Februari 2022. Dijelaskan bahwa terduga pelaku harus melapor ke Polres Kukar setiap Senin dan Kamis. Tapi, dua pekan lalu, ia ke Jawa untuk menghadiri pemakaman keluarganya. Polisi tidak mempermasalahkan karena terduga pelaku belum jadi tersangka.
“Dia masih punya hak bepergian karena masih (berstatus) terduga,” jelasnya.
Meski demikian, AKP Dedik Santoso mengakui, kepergian terduga pelaku ke Jawa membuat penanganan kasus menjadi sulit. Masalahnya, terduga pelaku dikabarkan menjalani isolasi mandiri di Jawa karena terpapar Covid-19 sehingga belum bisa kembali ke Kukar. Informasi tersebut didapatkan AKP Dedik dari kuasa hukum terduga pelaku.
“Nanti, saat dia kembali, kami selidiki lagi untuk memastikan statusnya,” ucapnya.
_____________________________________________________PARIWARA
Anggota Biro Hukum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC) Korwil Kaltim, Sudirman, mengkritik kinerja kepolisian dalam menangani perkara ini. Bagimana bisa, kata dia, kasus yang dilaporkan bulan lalu tapi sampai saat ini belum ada kepastian hukum, apakah benar korban diperkosa terduga pelaku atau tidak. “Penanganan kasus ini bisa dibilang lambat, bahkan sangat lambat,” kritiknya.
Dia pun berprasangka buruk mengenai terduga pelaku ke Jawa di saat menjalani wajib lapor. Sudirman menyoal prosedur pemberian izin ke luar daerah bagi terduga pelaku. “Bila hanya disampaikan secara lisan, patut dicurigai, terduga pelaku ingin melarikan diri,” kata Sudirman.
Dia meminta kepolisian menjunjung profesionalisme dalam penangan perkara ini. Jangan sampai, ujar dia, ada perbedaan penanganan kasus. Mengingat, semua orang sama di mata hukum. “Walau pun dia tokoh, dalam hukum, semuanya harus diproses sesuai aturan,” ujarnya.
Kasus ini mencuat saat korban melapor ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kukar serta Polres Kukar pada Januari 2022. Dalam wawancara sebelumnya, Kepala UPT PPA Kukar, Faridah, mengabarkan, rudapaksa yang dilakukan terduga pelaku membuat santriwatinya hamil. Korban juga disebut disiksa dan dipaksa nikah siri dengan terduga pelaku.
Ancaman Bagi Ponpes Nakal
Kepada kaltimkece.id, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kukar, Muhtar, memberikan pernyataan mengenai kasus yang diduga melibatkan pengajar ponpes ini. Ia juga mendesak kepolisian untuk megusut kasus sampai tuntas.
Jika terduga pelaku terbukti bersalah, Muhtar menganjurkan, diberi hukuman tegas sesuai aturan yang berlaku. Kemenag Kukar juga akan memberikan sanksi. Sanksi paling ringan berupa teguran tertulis. Paling beratnya izin operasi ponpes dicabut. Pasalnya, terang dia, perbuatan pelaku telah mencoreng citra baik pendidikan agama.
“Di dalam pondok pesantren itu, masih ada tenaga pengajar dan para santri yang juga perlu diperhatikan,” ucap Muhtar.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kukar, Abdul Hanan, mengimbau seluruh masyarakat tidak panik atas munculnya kasus ini. Mengingat, kepastian hukumnya belum ada. Jika terbukti pengajar ponpes telah menghamili santriwatinya secara paksa, dipastikan itu murni perbuatan individu, bukan organisasi.
Abdul Hanan meminta para orangtua cermat memilihkan ponpes untuk buah hatinya mengenyam pendidikan agama. Ponpes yang baik disebut telah mengantongi izin operasi dari pemerintah. Selain itu, manajemen dan struktur organisasinya harus profesional. “Kurikulum yang diajarkan juga harus diketahui agar tidak ada yang menyimpang,” sebutnya kepada media ini.
Pria yang juga menjabat sebagai ketua Pondok Pesantren Nurul Islam, Tenggarong Seberang, itu juga menyerukan agar seluruh pengurus ponpes menjalankan tugas dengan sungguh-sungguh. Hal ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pusat pendidikan berlatar agamis. “Kalau masih setengah-setengah untuk mengabdi, baik tidak usah mendirikan pesantren,” ujar Abdul Hanan. (*)
Editor: Surya Aditya