kaltimkece.id Wajah Yulianus Palangiran mulai ditekuk. Sejak awal tiba di Kantor DPRD Kutim di Bukit Pelangi, Sangatta, legislator Partai Nasdem itu sudah mulai gusar jadwal rapat pembahasan anggaran bakal diabaikan pemerintah. Ketua Badan Kehormatan DPRD Kutim itu, menunggu sejak pukul sepuluh pagi hingga lima sore, tak satu pun wakil pemerintah dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) muncul di Gedung DPRD Kutim. Zonk! Hingga petang menjelang, kesabarannya setipis tisu. Ia pun undur diri dari Bukit Pelangi, kembali pulang.
Kamis siang, 17 April 2025, Yulianus tampak bergegas menemui koleganya dari Fraksi Nasdem. Dari pintu utama gedung DPRD Kutim, pria 62 tahun itu sekelabat melangkah ke belakang ruang paripurna menuju ruangan Wakil Ketua II DPRD Prayunita Utami di sayap kanan gedung. Yulianus berinisiatif mengumpulkan seluruh legislator Partai Nasdem.
Di ruangan Prayunita, sudah ada Eddy Markus Palinggi, Leny Susilawati Anggraini, Aldryansyah, dan Prayunita Utami. Setali tiga uang, saat reporter kaltimkece.id mewawancara, tumpah kekesalan mereka atas keseriusan pemerintah yang saat ini mengusung slogan Kutim Hebat.
Fraksi Nasdem, kata Yulianus, menganggap ketidakhadiran Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) setelah diundang empat kali rapat menunjukkan ketidakseriusan pemerintah. "Jadwal rapat Banmus (Badan Musyawarah) sudah lewat, tapi realisasi APBD belum ada. Kami sudah empat kali rapat, dan jadwal terus digeser tanpa alasan jelas," ujar Yulianus lagi. Jika tetap tak jelas, sambungnya, 50 Program Kutim Hebat bisa berantakan.
Yulianus dan koleganya tidak menampik adanya tarik ulur kepentingan di balik molornya pembahasan anggaran., menurutnya, alih-alih untuk kepentingan rakyat, malah demi kepentingan kelompok.
"Mekanisme perencanaan anggaran belum transparan, termasuk saat mengutak-atik penyesuaian anggaran akibat efisiensi dari Rp 11,15 triliun menjadi beberapa triliun saja tanpa koordinasi intensif dengan DPRD," bebernya. Jika ini terus berlanjut, sambung dia, bisa melanggar mekanisme akibat ketidakjelasan jadwal rapat.
Fraksi Nasdem, ungkap dia, sudah mengantisipasi gelagat politik anggaran. Pola-pola seperti menyempitkan waktu agar tidak tersedia waktu yang cukup untuk menelaah lebih kritis anggaran. Termasuk, memetakan anggota dewan yang berpotensi menggagalkan rapat paripurna agar tidak memenuhi kuorum.
Tudingan Yulianus ini diamini empat anggota fraksi lainnya. Mereka menyesalkan pola-pola lama masih juga dipakai oleh Ardiansyah-Mahyunadi, dengan motif diulur-ulur hingga last minute sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk pembahasan program yang komprehensif.
Ditanya soal efisiensi di dewan, Prayunita menimpali kondisi keuangan Kutim saat ini. Dikatakannya, banyak kesimpangsiuran mengenai besaran transfer ke daerah (TKD) dari pusat untuk Kutim. Dari pembahasan Maret lalu dengan TAPD, proyeksi APBD 2025 masih diangka Rp11,15 triliun. Namun, karena ada Instruksi Presiden 1/2025 di awal Januari 2025 lalu, penyesuaian anggaran bukan hanya di 7 program Astacita, namun merembet ke penyesuaian pendapatan daerah.
Isu yang berkembang, ujar Prayunita, pemerintah menawarkan APBD 2025 di-close karena proyeksi anggaran memang tidak sinkron dengan kondisi pendapatan. Selanjutnya, langsung pada proses pembahasan perubahan APBD 2025 di Mei atau Juni.
"Mau tidak mau Perda APBD 2025 harus direvisi karena proyeksi anggaran mengecil dan pendapat berkurang, hal ini muncul pemotongan anggaran hingga Rp4 triliun dan kami harus berbagi anggaran tidak lebih dari Rp1,5 triliun dengan program bupati dan dinas-dinas," beber dia.
Meski ada rasionalisasi penyesuaian pendapatan yang jauh panggang dari api, menurut Pray, begitu dia disapa, pemerintah tidak serta merta menganggap urusan pergeseran anggaran bukan hanya domain pemerintah karena ekses pemotongan anggaran berdampak pada masyarakat.
"Seharusnya dibicarakan bersama, bukan malah mengulur-ulur waktu dengan merendahkan marwah DPRD Kutim," tegas dia.
Pray juga menilai, pemerintah tidak bisa memilah urusan priotas yang harus disegerakan, dan mana urusan seremonial yang bisa ditunda. Karena jika telat, rentetan dampaknya akan sulit diperkirakan. Bukan hanya potensi keterlambatan pekerjaan proyek seperti anggaran tahun lalu, tapi juga persoalan hubungan eksekutif dan legislatif," jelasnya.
Pray menyinggung pembahasan laporan kerja pertanggungjawaban (LKPJ) bupati Kutim 2024 yang penuh catatan. Ia menyebut posisi Fraksi Nasdem sebagai ketua panitia khusus LKPJ, mengevaluasi banyak hal soal ketaatan administrasi dan akuntabilitas keuangan pemerintah.
"Ada empat dinas dan unit yang kami panggil, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan RSUD Kudungga. Semua ada catatan, termasuk dinas-dinas yang tidak dipanggil dewan," ungkapnya.
Pray juga mengingatkan hubungan legislatif dan eksekutif seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. "Pilkada telah usai, kita harus saling dewasa berpolitik. Antar-pimpinan daerah harus memberikan contoh yang baik kepada rakyat," saran dia.
Jika hal ini tak diindahkan, Pray mengatakan konsekuensi politiknya akan semakin rumit, terutama jika fraksi-fraksi di DPRD Kutim mulai memikirkan mengambil opsi penggunaan hak interpelasi atau hak angket.
"Ya maka dari itu, kami hanya sekadar ingatkan saja agar pimpinan daerah bekerja sesuai rambu-rambu yang diatur oleh undang-undang," imbuhnya.
Besoknya, Jumat sore, 18 April 2025, kaltimkece.id menerima foto unggahan story di aplikasi Whatsapp pertemuan antara Gubernur Kaltim Rudi Mas'ud dengan 8 perwakilan DPRD Kutim. Agenda itu di luar kegiatan resmi dewan. Ada Wakil Ketua II Prayunita Utami, Aldryansyah, dan Eddy Palinggi dari Partai Nasdem; Asti Mazar, Hasnah, dan Karim Palembong dari Partai Golkar; serta Hepnie Armansyah, dan mantan Ketua DPRD Kutim Joni dari PPP.
Disebut sumber kaltimkece.id lainnya yang ikut pertemuan tersebut, mereka berdiskusi santai dengan orang nomor satu Kaltim itu. Diceritakannya, pengalaman Rudy Mas'ud saat menjadi legislator di Senayan menjadi masukan soal politik anggaran yang sedang terjadi di Kutim.
Dikatakan sumber, politik anggaran atau utak atik anggaran di DPR RI berlangsung jauh lebih vulgar. Rudy bilang, posisi tawar dewan jauh lebih tinggi dibanding perwakilan pemerintah dari kementerian yang mengurusi anggaran. Dalam sejarahnya, ungkap sumber tadi meniru ucapan Rudy, DPR lebih galak dibanding pemerintah atau kementerian untuk menentukan anggaran.
"Sejarah anggaran di DPR itu, pemerintah tidak berani utak atik dapur DPR," ujar sumber mengikuti ucapan mantan anggota Komisi VII yang membidangi energi, riset, dan teknologi. Dengan kondisi itu, Rudy menyarankan pemangkasan anggaran tidak membuat hubungan legislatif dan eksekutif memperburuk situasi.
"Belajar dari pengalaman Pak Rudy saat di Senayan, saat ia kini jadi gubernur tidak mau mengambil resiko tinggi memangkas anggaran dewan," ujarnya.
Besoknya, berbekal diskusi panjang bersama gubernur, sekira pukul 10.00 Wita, di rumah jabatan Bupati Ardiansyah di Bukit Pelangi, Sangatta, sebagian besar anggota dewan yang bertemu gubernur, bertemu bupati. Sejumlah hal dibahas, terutama keengganan TAPD memenuhi undangan DPRD Kutim dan kepastian pemangkasan anggaran pokok pikiran (pokir) dewan.
"Intinya para kami meminta kejelasan berapa besar pergeseran anggaran oleh TAPD dan angka pokir yang akan dewan terima," ujarnya.
Di pertemuan itu pula, muncul opsi percepatan meloncat ke anggaran perubahan karena beberapa proyeksi pendapatan APBD 2025 sudah jauh api dari panggang. Angka anggaran yang diketok palu November 2024 sebesar Rp 11,15 triliun harus dipangkas Rp 4 triliun. Menyisakan sekira Rp 7 triliun, belum dihitung angka proyeksi pendapat asli daerah, profit sharing, dan kemungkinan dana treasury deposit facility (TDF) yang digadang-gadang bakal cair di atas Rp 1 triliun dari pagu Rp 2,2 triliun yang dicadangkan di Bank Indonesia.
"Semua hal kami sampaikan kepada bupati, dan ketika kami sampaikan ada pemangkasan 93 persen dana para anggota dewan, bupati tidak tahu hal tersebut," ujar dia. Para anggota dewan pun menuding kepala BPKAD berada dibalik pemotongan anggaran tanpa konsultasi dengan bupati, terlebih dengan dewan.
Sinyalemen pemotongan 93 persen itu mulai terasa benar ketika mereka mengonfirmasi kepada para bendahara di organisasi perangkat daerah tujuan pokir berada. Dari situ pula muncul informasi reset anggaran. "Program dari dana pokir semua hilang di SIPD (sistem informasi pemerindah daerah). Ada penyisiran oleh TAPD, dan rencana penghilangan dana pokir di Pemerintahan Ardiansyah," ungkap sumber itu.
Efisiensi anggaran di Kutim bukan hanya konsumsi pemerintah dan dewan saja. Namun, santer pula dibicarakan oleh para pengusaha yang sebelumnya kecipratan proyek-proyek pemerintah. Sebut saja Anto, 45 tahun. Kontraktor yang bermain paket penunjukan langsung kisaran Rp200 juta, mulai kelimpungan dengan ketidakpastian kondisi bisnisnya.
Beberapa ASN yang dihubungi di tempat paket anggaran berada menyatakan hal serupa. SIPD dari dana pokir hilang, digeser entah kemana dari daftar rencana kerja anggaran daerah di SIPD dinas.
"Saya tanyakan kepada dewan, ia juga tidak mengetahui. Tapi dewan itu pastikan paket akan muncul di (APBD) perubahan," ujar Anto menganggap ucapan dewan itu hanya untuk menenangkannya saja.
Bagaimana tidak kalut, Anto mengaku sudah membayar di muka paket-paket yang ia dapat, berkisar 5 paket dengan harga pembelian yang tidak mau ia ungkapkan. "Isunya saat ini 'kan efisiensi. Kami terima saja karena sudah jadi kebijakan pusat. Tapi jika paket pekerjaan masih ada, bukan hilang melainkan bergeser ke pihak lain, ini yang membuat kami khawatir,â kata Anto berusaha tenang.
Anto pun menerima banyak sinyalemen dalam pemerintahan Ardiansyah-Mahyunadi. Ia menyebut ada tarik menarik dan gesekan dalam penyusunan anggaran 2025. Meski Anto tak membeberkan secara ekplisit, ia yang saat pilkada lalu ada di kubu Ardiansyah-Mahyunadi, ikut terseret situasi ini.
"Ya itu, di internal pimpinan daerah sudah ada faksi-faksian. Ini orang siapa, nanti gimana. Seperti itu polanya, saya juga tak habis pikir," keluhnya.
Proyeksi Penerimaan Pendapatan yang Meleset
Ruang tamu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah tampak riuh lepas istirahat di pukul dua siang pada Selasa, 6 Mei 2025. Empat atau lima petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kutim tampak duduk santai di sofa sebelah kiri ruangan. Di belakang meja resepsionis yang bersekat, nampak juga pegawai dari satuan organisasi perangkat daerah lainnya, duduk-duduk santai. Selebihnya, ada beberapa pria berpakaian sipil nampak ikut menunggu.
"Sedang ada pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan)," ujar seorang petugas Satpol PP. Pemeriksaan dijadwalkan berakhir pada 9 Mei 2025, karena itu pula banyak pegawai dan pihak ketiga dari kalangan swasta turut dipanggil untuk diperiksa BPK.
Belum lama kaltimkece.id di ruang tunggu, Kepala BPKAD Ade Achmad Yulkafilah dengan ramah mempersilakan masuk ke ruangannya. Saat di ruangan, sudah ada Kepala Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten Kutim, Januar Bayu Irawan. Kehadiran Bayu jauh dari pos kerja di Sekkab, suatu hal yang menarik.
Ditanya soal tudingan pihak DPRD bahwa dibalik kisruh pergeseran pemotongan sekaligus penyisiran anggaran pokir, Ade Achmad mengakuinya seraya menjelaskan bahwa BPKAD merupakan leading sector dalam efisensi di Pemkab Kutim.
"Efisiensi anggaran merupakan tugas kolektif dari TAPD, jadi bukan hanya BPKAD menentukan mana anggaran yang dipotong dan digeser. Karena server ada di BPKAD, kami diperintah Pak Bupati untuk menyinkronkan pergeseran anggaran," ungkap Ade.
Dikatakannya, saat ini pembahasan perubahan anggaran masih menjadi domain pemerintah dan belum final digodok, sehingga dirinya bersama TAPD belum selesai menyusun hasil akhir anggaran sembali melaporkan ini kepada bupati berupa rancangan kerja pemerintah daerah.
"Sudah dua bulan semenjak Ramadan tempat saya ini lembur, mas. Tugas awal BPKAD adalah merasionalisasi pemotongan Rp 4 triliun dari APBD 2025 yang sudah diputuskan Rp11,15 triliun. Kami menghindari kata reset anggaran, tapi penyusunan ulang anggaran itu memang ada, yang berarti memotong anggaran," beber pria 50 tahun itu.
Penyusunan ulang anggaran, sambungnya, merupakan konsekuensi penyusutan penerimaan pendapatan maupun penyesuaian proyeksi penerimaan di luar dana tranfer ke daerah (TKD), antara lain dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), dan dana sisa 2024.
"Kami sudah siapkan RKPD, namun setelah ada pengesahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2025-2030 oleh DPRD Kutim beberapa hari lalu, kami harus segera melakukan penyesuaian," ucapnya
Perintah bupati kepada Ade cukup jelas, anggaran mandatori seperti untuk pembayaran pajak-pajak, BPJS tenaga kerja, dana desa, dan dana terarah sudah tidak bisa diutak atik lagi.
"Dengan posisi utang pihak ketiga Rp 1,4 triliun, penyesuaian pendapatan seusai perintah Kemendagri, dan TDF yang hanya cair Rp506 miliar, sisa fiskal daerah tidak lebih dari Rp1,5 triliun," jelasnya lagi.
Sedangkan angka pemotongan 93 persen untuk dewan, lanjutnya, berasal dari sisa sekitar Rp 1,5 triliun, itu pun harus dibagi dengan program terarah milik bupati dalam program Kutim Hebat, anggaran OPD, dan terakhir DPRD.
"Jujur saja, kami lakukan pergeseran ini bukan dengan tangan besi. Ada tim TAPD dan terus berkomunikasi dengan bupati," ujar dia.
Lebih jauh Ade menjelaskan, ia membantah pihaknya tidak kooperatif terhadap permintaan dewan untuk rapat membahas pergeseran anggaran. Persoalan penggesaran dalam kerangka efisiensi ini, bilangnya, masih dalam domain pemerintah yang produk hukumnya bukanlah peraturan daerah, melainkan peraturan bupati.
"Saat ini masih domain pemerintah. Jika pun bupati sudah sahkan dalam bentuk peraturan bupati, kewajiban bupati hanya melaporkan saja hasil perbup ini kepada ketua DPRD," ucapnya.
Sedangkan mengenai wacana meloncat ke pembahasan perubahan APBD 2025, atau APBD-P, ia tidak membantah rencana pemerintah akan mengambil langkah tersebut, dengan catatan jika bupati menyetujuinya. Ia juga tak membantah sinyalemen akan memasukkan anggaran pokir di APBD Perubahan.
"Yang saya pahami, pokir itu 'kan berupa program, bukan besaran angka. Jadi anggaran itu akan kami masukkan dalam perubahan," ujarnya.
Penelusuran kaltimkece.id terhadap proyeksi anggaran di Sekretariat DPRD per 15 Mei 2025, saat ini anggaran yang sudah dikunci sebesar Rp113,6 miliar dari sebelum efisiensi sebesar Rp202,7 miliar. Ada penurunan sekira 44 persen dari pagu awal tempat para dewan ini berada.
Dibanding dengan Sekretariat Kabupaten Kutim, pagu awal lembaga yang memimpin TAPD, diproyeksi sebesar Rp742.29 miliar bergeser menjadi Rp512.139 miliar atau turun 30 persen.
Sedangkan anggaran di BPKAD yang sebelumnya Rp1.383 triliun, berkurang menjadi Rp1.12 triliun, atau mengalami sedikit saja penurunan 19 persen saja. (*)