kaltimkece.id Beberapa waktu lalu, seorang warga melaporkan Pemkab Kutim ke Ombudsman Kaltim. Gara-garanya, Pemkab Kutim disebut tidak becus menangani banjir besar pada Maret 2022. Dikonfirmasi kaltimkece.id pada Senin, 30 Mei 2022, Kepala Perwakilan Ombudsman Kaltim, Kusharyanto, menyatakan, laporan tersebut ditindaklanjuti.
“Saat ini, laporan tersebut masuk tahap riksa (periksa). Kami segera memanggil terlapor untuk memberikan klarifikasi,” jelasnya.
Pemeriksaan tersebut meliputi klarifikasi sejumlah dokumen dan memeriksa sejumlah orang di lingkungan pemerintah. Ombudsman kini tengah menyusun jadwal pertemuan dengan Pemkab Kutim. Kusharyanto berharap, terlapor dapat bekerja sama menuntaskan masalah ini dalam kurun 60 hari kedepan.
Di sisi lain, Kusharyanto mengatakan, laporan soal penanganan korban banjir ini adalah yang pertama diterima Ombudsman Kaltim. Biasanya, mereka hanya menerima laporan soal lingkungan. Adanya laporan ini diharapkan dapat memacu pemerintah daerah, khususnya Pemkab Kutim, mengelola kawasannya dengan baik. “Dengan begitu, banjir bisa diminimalisasi,” imbuhnya.
_____________________________________________________PARIWARA
Warga yang melaporkan Pemkab Kutim ke Ombudsman adalah Junaidi Arifin, 26 tahun. lelaki yang tinggal di Sangatta itu menganggap, Pemkab Kukar lalai dalam menentukan status darurat bencana saat banjir menerjang Sangatta pada Maret 2022. Air Sungai Sangatta disebut meluap dan merendam beberapa rumah warga sejak 18 Maret 2022 tapi Pemkab Kutim mengumumkan tanggap darurat bencana melalui media pada 21 Maret 2022.
Tak hanya itu, Junaidi juga menuding pemerintah kabupaten tidak memberikan hak korban banjir secara utuh. Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, 55 persen dari 424.447 penduduk Kutim yang menjadi korban banjir tidak mendapatkan bantuan hak pangan, 95 persennya tidak menerima bantuan, dan 92 persen tidak menerima bantuan kesehatan.
“Data tersebut sudah saya lampirkan dalam laporan ke Ombudsman,” kata Junaidi kepada kaltimkece.id, Ahad, 29 Mei 2022. Selain data, ia juga melampirkan bukti percakapan. Dalam percakapan tersebut, sebut Junaidi, terdapat penjelasan bahwa surat keputusan yang dibuat Pemkab Kutim mengenai penetapan bencana, belum selesai dibuat sampai 24 Maret 2022. Padahal, tiga hari sebelumnya, Pemkab Kutim disebut mengumumkan status darurat bencana.
“Kami menduga, terjadi malaadministrasi dalam penanganan banjir,” sebutnya. Lampiran yang lain adalah 100 fotokopi KTP korban banjir Sangatta. Junaidi menjelaskan, fotokopi KTP ini sebagai syarat yang diminta Ombudsman Kaltim untuk menindaklanjuti laporan.
Junaidi lantas menjelaskan alasannya melaporkan Pemkab Kutim ke Ombudsman. Menurutnya, banjir yang terjadi dua bulan lalu membuktikan bahwa kebijakan penanganan bencana yang dibuat pemerintah belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, melalui laporan ini diharapkan pemerintah mengevaluasi kebijakannya sehingga bencana yang akan terjadi di masa depan bisa tertangani dengan baik.
“Jangan hanya menyalahkan alam. Pemerintah juga harus mawas diri bahwa perencanaan pembangunan hari ini sudah benar atau tidak, merugikan warga mereka yang menyumbangkan pajaknya ke negara atau tidak,” ucapnya.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Junaidi juga berharap, laporan ke Ombudsman tersebut dapat mengetuk hati pemerintah untuk mau memulihkan dampak banjir Sangatta dan memberikan hak korban secara penuh. Ia pun menyerukan agar warga yang menjadi korban bencana tapi tidak mendapatkan haknya untuk tidak takut melapor ke pihak berwajib.
“Dengan ditindaklanjuti laporan ini oleh Ombudsman menjadi bukti bahwa semua bisa ditangani,” ujar Junaidi.
Dikonfirmasi pada kesempatan yang berbeda, penanggung jawab Sekretaris Daerah Kutai Timur, Yurianysah, belum menanggapi laporan tersebut. Pesan singkat mengenai dilaporkannya Pemkab ke Ombudsman gara-gara banjir yang dikirimkan kaltimkece.id pada Senin sore, 30 Mei 2022, ke nomor WhatssApp Yurianysah belum dibalas meski telah dibaca. (*)
Editor: Surya Aditya