kaltimkece.id Sudah berbulan-bulan masalah angkutan batu bara yang melintasi jalan umum di Muara Kate, Desa Muara Langon, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, tak kunjung selesai. Belasan truk tambang bahkan sempat melintas lagi awal bulan ini walaupun sudah dihalau warga. Permasalahan ini bahkan sampai membuat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka datang ke Muara Kate.
Sabtu, 14 Juni 2025, Wapres tiba di dusun tersebut selepas menyelesaikan lawatannya di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Kunjungan itu disusul rapat koordinasi antara Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat di Jakarta pada Senin, 16 Juni 2025. Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud pun hadir di Istana Wapres.
Pelaksana Tugas Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Al Muktabar, memimpin majelis tersebut. Ia memaparkan materi presentasi yang berisi arahan Wapres Gibran mengenai situasi di Muara Kate. Korban jiwa yang timbul dari aktivitas hauling batu bara juga disebutkan. Korban adalah seorang pendeta bernama Veronika Fitriani yang kehilangan nyawa karena terlindas truk pengangkut batu bara.
Setelah kejadian itu, warga Muara Kate mendirikan posko untuk menghalau truk angkutan batu bara. Akan tetapi, pada 15 November 2024, dua warga bernama Rusel dan Anson diserang orang tak dikenal tak jauh dari posko tersebut. Rusel tewas.
"Diharapkan menjadi komitmen bersama agar hal serupa tidak terulang kembali," ucap Al Muktamar menyampaikan arahan Wapres.
Presentasi arah Wapres juga memuat jaminan keselamatan warga dari kepolisian serta TNI dengan menambah peran bintara pembina desa (babinsa) dan bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkabtimnas). "Termasuk membentuk posko-posko penjagaan bila dipandang perlu," ujar Al Muktamar.
Terakhir, Gibran mengarahkan perbaikan jalan di kawasan Batu Kajang sepanjang 4 kilometer yang rusak karena lintasan truk angkutan batu bara.
Dalam pertemuan, Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud mengakui bahwa perusahaan pertambangan tak seharusnya memakai jalan umum. Hauling sepatutnya menggunakan jalur khusus.
"Tambang memang harus tetap berjalan untuk mengangkat perekonomian tapi tidak boleh mengorbankan keselamatan masyarakat kami," tegasnya.
Rudy mengatakan, ia telah duduk bersama dengan sejumlah pemilik perusahaan. Disepakati bahwa perusahaan pertambangan dari Kalimantan Selatan, PT TPR, akan membangun jalur hauling sepanjang 143 kilometer. Perusahaan-perusahaan lain nantinya dapat memakai jalur tersebut dengan izin dari perusahaan yang bersangkutan.
Dari peta jalan hauling, angkutan batu bara akan dibawa dari Kalimantan Selatan menuju pelabuhan yang akan dibangun di Desa Kerang, Kecamatan Batu Engau, Kabupaten Paser. Gubernur yang sebelumnya anggota Komisi VII DPR RI menyebutkan, mekanisme tersebut sesuai UU 3/2020 tentang Mineral dan Batu Bara. Ia menyinggung Pasal 91 dalam regulasi yang mengatur jalur hauling.
Oleh karena itu, selama jalur hauling belum selesai dibangun, Gubernur memberikan alternatif berupa sif atau pembagian waktu. Truk angkutan batu bara bisa melintas setelah pukul sembilan malam hingga fajar.
"Karena mulai fajar hingga pukul sembilan malam itu hak warga negara untuk beraktivitas," jelasnya.
Rabu, 18 Juni 2025, dua hari setelah rapat koordinasi di Istana Wapres, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menggelar konferensi pers. Sejumlah warga yang meminta identitasnya tidak dikutip hadir dalam jumpa pers. Seorang warga mempertanyakan sikap Rudy Mas'ud. Menurutnya, dari rekaman aktivitas hauling di jalan umum di Paser yang sudah tersebar di media sosial, pembagian waktu dinilai tak menyelesaikan masalah.
"Justru menambah risiko bagi warga," ucapnya.
Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari, menilai bahwa dasar hukum yang dipakai Rudy Mas'ud, yaitu Pasal 91 UU Minerba, memang memberikan celah penggunaan jalan umum. Ayat tiga pasal tersebut menyebutkan, "Dalam hal jalan pertambangan sebagaimana dimaksud tidak tersedia, pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum termasuk jalan umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan."
"Ini tidak heran karena ia (gubernur) tergabung di Komisi VII yang mengesahkan revisi undang-undang tersebut pada 2020," tuding Mareta.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa Kaltim memiliki regulasi yang spesifik mengatur jalur truk angkutan batu bara. Peraturan Daerah Kaltim 10/2012 tidak memperbolehkan penggunaan jalan umum sepenuhnya bagi truk angkutan batu bara.
"Perda itu, 'kan, belum direvisi sama sekali hingga sekarang," ingatnya.
Windy Pranantha dari Divisi Advokasi Jatam Kaltim menambahkan, Gubernur tidak menghitung potensi kekacauan jika sif atau pembagian waktu pada malam hari benar-benar diberlakukan. Ia mencontohkan, perusahaan pemilik truk yang menabrak pendeta Veronika pada akhir tahun lalu beroperasi di Tabalong, Kalimantan Selatan. Truk tersebut mengangkut batu bara menuju pelabuhan di Desa Rangan di Kecamatan Kuaro, Paser.
Jalur yang digunakan perusahaan membentang 135 kilometer dengan jarak tempuh empat hingga lima jam. Dengan kapasitas tongkang batu bara berkisar 6.000 hingga 8.000 ton, sementara satu truk berkapasitas 5 ton batu bara, perlu 1.600 truk setiap hari untuk satu tongkang.
"Bayangkan truk sebanyak itu hanya diberikan jeda waktu enam jam," ucapnya.
Perhitungan enam jam durasi pengangkutan tadi berdasarkan asumsi dari pukul sepuluh malam hingga empat dinihari. Analisis Jatam Kaltim menunjukkan, antrean truk akan mencapai kurang lebih 13 kilometer. Hitungan tersebut juga baru dari tongkang, belum tongkang dari perusahaan lain yang juga melintasi jalan umum yang sama.
"Justru menyebabkan kemacetan ekstrem dan risiko keselamatan yang lebih tinggi," tegasnya.
Di samping itu, sedikitnya 33 sekolah dilintasi di jalur tersebut. Windy menekankan, usulan tersebut bukan hanya irasional namun berisiko membahayakan anak-anak.
Mareta Sari selaku dinamisator Jatam Kaltim menilai, Pemprov Kaltim maupun pemerintah pusat seharusnya bertindak tegas. Bukannya memberikan alternatif, pemerintah seharusnya menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang telah menimbulkan korban jiwa. (*)