kaltimkece.id Kaltim ditunjuk Bank Dunia untuk menjaga hutan dan ekosistem. Menurunkan emisi karbon melalui Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dalam bentuk kampung iklim.
FCPF Program Carbon Fund adalah program mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Dikenal dengan REDD+. Singkatan dari Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation plus. Dari situ, diusulkan 150 kampung iklim di Kaltim. Dan 38 di antaranya ada di Berau.
Pada 4 November 2019, reporter kaltimkece.id beserta sembilan wartawan ragam media, mengikuti sembilan rombongan Biro Humas Setprov Kaltim dan Social FCPF Carbon Fund World Bank, Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim. Melakukan perjalanan menuju desa iklim di Teluk Sumbang, Kecamatan Biduk-Biduk, Berau.
Perjalanan dimulai dari Samarinda. Mendarat di Bandara Kalimarau Berau. Dari Kecamatan Tanjung Redeb, perjalanan berlanjut ke Teluk Sumbang. Menghabiskan waktu delapan jam. Melewati sembilan kecamatan. Mulai Sambaliung, Mangkajang, Tabalar, Lempake, Tali Sayan, Lenggo, Batu Putih, Tanjung Prepat, dan yang terakhir Biduk-Biduk. Jarak tempuh sekitar 300 kilometer untuk menuju Kampung Dayak Bassap tersebut.
“Teluk Sumbang adalah lokasi ketiga yang dikunjungi tim Social Expert FCPF Carbon Fund World Bank, Pemprov Kaltim bersama jurnalis,” ucap Ahmad Wijaya, consultant Social Expert FCPF Carbon Fund World Bank, Senin malam 4 November 2019.
Program tersebut merupakan upaya mengurangi emisi karbon yang terus meningkat. Dampaknya sudah beragam. Mulai perubahan iklim dan cuaca yang tak konsisten.
Kaltim satu-satunya provinsi di Indonesia mendapat program penurunan emisi karbon berbayar, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund. Tidak semua negara dipercaya. Sebagaimana laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), tatkala emisi karbon bertambah bisa bikin rugi triliunan dolar Amerika Serikat. Dipicu properti dan ekosistem yang rusak. Suhu udara juga terancam meningkat satu derajat karena pemanasan global.
Kaltim mengusulkan 150 kawasan jadi kampung iklim. Tim FCPF telah diberikan pengetahuan tambahan mengenai metodologi dalam pelaksanaan FCPF di tingkat kampung. Diharapkan grup tersebut bisa memahami program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dalam skema FCPF-CF.
Pengetahuan ini kemudian siap disampaikan kepada masyarakat kampung. Tujuan akhir ialah masyarakat desa untuk mendukung pelaksanaan program penurunan emisi pada 2020-2024.
Dari informasi yang dihimpun kaltimkece.id, 150 desa yang dipilih tersebar di sejumlah kabupaten/kota Benua Etam. Rinciannya, Berau 38 kampung dengan dua kawasan memiliki sisa hutan terluas. Yakni Kampung Inaran dengan 22.789,79 hektare (ha) dan Kampung Suaran dengan hutan seluas 24.484,16 ha.
Selanjutnya di Kutai Kartanegara dengan 25 kampung. Antara lain kampung Muara Pantuan dengan hutan tersisa 6.976,73 ha, Umaq Bekuai luas hutan 25.258,91 ha, Tani Baru luas hutan 4.585,99 ha, Muara Kembang 4 390,88 ha, Lamin Telihan 3.104,24 ha, Handil Terusan seluas 4.713,68 ha, dan Desa Tabang Lama dengan luas hutan 51.594,33 ha.
Adapun Kutai Timur terdapat 18 kampung. Antara lain Kampung Tebangan Lembak dengan tutupan hutan seluas 4.055,12 ha, Long Bentuk seluas 3.367,61 ha, Susuk Dalam 21.985,73 ha, Long Wehea 60.400,02 ha, Tadoan 48.553,3 ha, dan Kampung Tepian Langsat seluas dengan tutupan hutan 28.993,24 ha.
Selanjutnya Kutai Barat 22 kampung, Paser 19 kampung, dan Penajam Paser Utara tiga kampung. Adapun Balikpapan diwakili dua kelurahan. Sedangkan Mahakam Ulu dengan 23 kampung. Di antaranya Kampung Delang Kerohong seluas 41.645,15 ha, Nyaribungan 83.337,95 ha, dan Kampung Muara Ratah seluas 56.950,9 ha.
Sebelumnya, rombongan mengunjungi Munguran di Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara. Diikuti Mentawir, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara.
Masing-masing daerah iklim punya keunggulan. Utamanya para warga. Ada aksi nyata mengadaptasi di tingkat lokal dan mitigasi perubahan iklim.
Dua syarat tersebut menjadi bagian penting. Tak terpisahkan dalam penerapan strategi pembangunan rendah karbon. Juga tahan perubahan iklim.
Di Kaltim, sebanyak 150 kampung diusulkan Pemprov Kaltim masuk Program Kampung Iklim (Proklim) terkait pelaksanaan program penurunan emisi FCPF-CF.
Teluk Sumbang dipilih karena hutan yang masih bagus. Juga masyarakat adatnya yang komitmen melindungi hutan.
Pada Selasa pagi, 5 November 2019, ketika waktu menunjukkan pukul 06.00 Wita, rombongan langsung disuguhkan pemandangan menakjubkan. Pesona dari desa di ujung timur Benua Etam. Bibir pantai penuh hamparan pasir putih. Tiupan angin laut memberi kesegaran kepada setiap yang memandang. Ayam kampung telah bersahutan berkokok. Menandakan dimulainya aktivitas warga setempat. Sebagian besar petani dan nelayan.
Pemandangan semakin indah. Mentari mulai menanjak tinggi. Di ujung pantai, tampak pegunungan dengan hutan masih rimbun. Sesekali tertutup awan tebal. Warga menyebutnya Gunung Hantu. Tak ada yang tahu dari mana asal-usul nama itu.
Kepala Kampung Teluk Sumbang Abdul Karim, menyambut antusias program pengurangan emisi karbon. Warga setempat bakal dilibatkan. Syarat utama adalah memiliki tutupan hutan yang terus terjaga. Apabila terpenuhi, akan ada dana dari Bank Dunia.
Disebutkan Abdul Karim, penduduk Desa Teluk Sumbang rata-rata berladang dan nelayan. Menyesuaikan kontur tanah yang berbukit-bukit dan pesisir pantai. Masyarakatnya sangat peduli dengan alam.
"Selama program ini untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat, pastinya kami dukung dan bantu," tutur lelaki 55 tahun tersebut.
Sekretaris Desa Teluk Sumbang Al Hamid menguraikan, desa tersebut memiliki luas 15 ribu hektare termasuk lautan. Terdapat 201 kepala keluarga dengan total penduduk 726 jiwa. "Potensi wisata di Teluk Sumbang ini ada pantai, pulau, dan air terjun. Untuk air terjun ada Air Terjun Bidadari dan Air Terjun Penimbul," terang Hamid.
Hasil pertanian, lanjut Hamid, paling besar adalah kelapa. Komoditas tersebut dijual di Tanjung Redeb hingga Samarinda. Kelapa yang dijual rata-rata yang sudah tua. Sebab, memanen kelapa muda dalam jumlah banyak, dipercaya masyarakat dapat merusak pohon. "Harapan kami wisata dapat meningkatkan ekonomi masyarakat," tutup Hamid.
Kepala Biro Humas Setprov Kaltim Syafranuddin, berharap kunjungan dari media bisa mengedukasi masyarakat dalam melestarikan hutan. Golnya adalah menjadi barometer bagi daerah lain.
Ivan, sapaan karibnya, menambahkan bahwa Teluk Sumbang terkenal dengan hutannya yang dijaga masyarakat adat setempat. Aktivitas itu berperan penting membawa kawasan tersebut jadi salah satu destinasi wisata di Berau. “Kita harus membangun gelora masyarakat untuk menjaga hutan,” tegasnya.
Ditambahkan Wijaya, untuk menetapkan suatu tempat dipilih sebagai kampung iklim, diperlukan sejumlah tahap. "Ke depannya kita lihat lagi kesiapan setiap kampung yang telah dipilih. Apakah mampu untuk menjadi kampung iklim," tutupnya. (*)
Editor: Bobby Lolowang