kaltimkece.id Sungai Mahakam yang meluap sejak Senin, 13 Mei 2024, menyebabkan banjir setinggi 3 meter di Kabupaten Mahakam Ulu. Bencana yang disebut lebih parah dari kejadian serupa pada 2005 silam ini disebabkan curah hujan yang tinggi. Walaupun demikian, faktor lain seperti menurunnya fungsi hutan di hulu sungai terpanjang di Kaltim itu tak boleh diabaikan.
Demikian analisis Rustam, peneliti dari Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda. Kepada kaltimkece.id, Jumat, 17 Mei 2024, Rustam mengatakan bahwa Sungai Mahakam yang meluap disebabkan berbagai faktor yang terkait satu sama lain. Faktor yang paling dominan memang curah hujan yang tinggi sebagai dampak perubahan iklim. Faktor lain yang tidak dominan ditengarai adalah berkurangnya fungsi dan jasa ekosistem hutan.
Rustam menjelaskan bahwa jasa lingkungan hutan adalah pengatur dan penyedia air. Pada musim penghujan, hutan menyerap air hujan supaya tidak langsung mengalir ke sungai. Sebaliknya, pada musim kemarau, hutan akan melepaskan air ke sungai.
"Aliran permukaan air ini terganggu karena kualitas hutan menurun," papar kandidat doktor Studi Hutan dan Lingkungan Global dari Universitas Tokyo, Jepang, tersebut. Akibatnya, ketika curah hujan tinggi, hutan tidak bisa menyerap air secara maksimal. Sungai pun meluap.
Penyebab menurunnya fungsi dan jasa hutan ini adalah alih fungsi lahan. Sejumlah hutan primer menjadi konsesi industri kayu, pertambangan, atau areal penggunaan lain (APL). Rustam menguraikan, perubahan hutan primer menjadi sekunder ini disebut deforestasi. Alih fungsi lahan itu ditemukan di kawasan Heart of Borneo yang menjadi mata air Sungai Mahakam.
Sebagai informasi, Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam berhulu di wilayah Jantung Kalimantan atau Heart of Borneo. Keseluruhan kawasan ini kira-kira 22 juta hektare atau sekitar 30 persen dari luas pulau. Lokasinya di tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sekitar 57 persen Heart of Borneo terletak di Indonesia yaitu di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Adapun mata air Sungai Mahakam berasal dari Kabupaten Mahulu, sebagian Provinsi Kaltara, dan sebagian wilayah Serawak, Malaysia.
"Nah, batas antara Mahulu dan Serawak itu sebagian sudah tidak berhutan. Sudah rusak. Itu menjadi faktor penurunan kualitas hutan," jelas peraih master konservasi sumber daya hutan dari Universitas Mulawarman tersebut.
Rustam menambahkan bahkan kawasan hutan di Mahulu sebenarnya sekitar 84 persen dari luas kabupaten. Hanya 14-15 persen lahan yang berstatus APL. Kawasan tutupan berhutan di Mahulu juga mencapai 95 persen. Akan tetapi, kata Rustam, angka-angka itu hanya dari sisi status. Dari sisi fungsi, ada penurunan karena ada aktivitas kehutanan di Mahulu misalnya perizinan berusaha untuk kehutanan.
"Fungsi hutan menurun secara kualitas atau terdegradasi. Banjir besar kali ini merupakan penanda pentingnya menjaga ekosistem di hulu sungai," sambungnya. Lagi pula, Sungai Mahakam tidak hanya mengalir di Mahulu melainkan Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Samarinda. Kerusakan lingkungan di hulu bisa membawa dampak bagi daerah lain di Kaltim.
"Harus ada perhatian khusus terhadap Heart of Borneo karena potensi penurunan kualitas hutan," ingatnya.
Puluhan Tahun Dijamah Industri
Rustam lahir di Kampung Long Iram, waktu itu Daerah Tingkat II Kutai, pada 1975. Ia lulus sarjana kehutanan dari Unmul pada 1999, S-2 Ilmu Kehutanan Unmul pada 2005, dan masih mengikuti program doktoral dari Universitas Tokyo, Jepang. Dosen Fahutan Unmul tersebut telah menyusun berbagai publikasi ilmiah dengan objek penelitian di Kaltim. Satu di antaranya adalah Survei Singkat Mamalia di Hutan Dipterokarpa Dataran Rendah, Hutan Lindung Batu Berok, Long Pahangai (Mahulu), Kalimantan Timur, pada 2017.
Rustam sudah akrab dengan banjir Sungai Mahakam sejak kecil. Ketika musim hujan tiba, kampung halamannya di Long Iram tergenang secara periodik. Sebagai bagian dari adaptasi lingkungan, warga yang bermukim di DAS Mahakam selalu membangun rumah panggung.
"Banjir di Long Iram dulu mirip seperti ini. Warga bisa berperahu di jalan raya. Bedanya, banjir di Mahulu sekarang ini intensitasnya makin sering. Ketinggian air juga bertambah. Jika dulu hanya 2 meter, sekarang bisa sampai 3-4 meter," jelasnya.
Menurutnya, perubahan ekosistem di DAS Mahakam dimulai dari era industri perkayuan pada 1980-an. Pabrik-pabrik yang menjamur di Samarinda banyak mengambil kayu dari hutan di Kukar, Kubar, Mahulu, dan sekitarnya. Warga memanfaatkan aliran banjir tahunan di Sungai Mahakam untuk membawa kayu gelondongan dari hulu Mahakam ke Samarinda. Istilah itu populer dengan sebutan banjir kap.
Berbagai izin kehutanan yang mengubah fungsi hutan menyebabkan fungsi hutan di Mahulu berubah. Termasuk, belakangan muncul izin perkebunan sawit, pertambangan, dan alih fungsi hutan lainnya.
"Macam-macam aktivitas ini menyumbang penurunan kualitas hutan," jelas Rustam.
Ia juga mengingatkan pemerintah untuk memperkuat mitigasi bencana. Kabupaten Mahulu memang telah menyelesaikan Kajian Risiko Bencana. Namun demikian, kajian itu perlu dilanjutkan dengan dokumen pengelolaan bencana atau penanggulangan bencana.
Dokumen ini nantinya disinkronkan dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah. Tujuannya adalah membuat kebijakan adaptasi bencana alam. Mitigasi bencana sejak awal menjadi penting di samping kesiapan anggaran.
"Sistem peringatan dini juga sangat penting. Kami sudah pernah menyampaikan, ada atau tidak ada bencana, anggaran harus disiapkan," jelasnya.
Mengenai early warning system, Penjabat Gubernur Kaltim, Akmal Malik, telah meminta Pemkab Mahulu berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kaltim. Sistem peringatan dini harus segera disiapkan di Mahulu. Sistem ini akan memantau pergerakan air dari hulu sungai Mahakam di Long Apari.
"Kita tidak bisa melawan alam. Akan tetapi, early warning system bisa memberikan peringatan kepada warga sehingga bisa menyelamatkan diri dan harta benda lebih awal," jelas Akmal dalam keterangan persnya di Balikpapan, Sabtu, 18 Mei 2024.
Akmal beserta Kapolda Kaltim, Inspektur Jenderal Polisi Nanang Avianto; dan Bupati Mahulu, Bonifasius Belawan Geh, berangkat dari Balikpapan ke Mahulu pada Sabtu itu menggunakan helikopter. Akmal melanjutkan, sistem penanganan bencana terpadu untuk Mahulu sekaligus kabupaten/kota lain di Kaltim juga dibuat. Langkah ini diperlukan untuk memudahkan pencegahan dan penanganan sebelum maupun saat terjadi bencana. (*)