Lingkungan

Di Bawah Rindangnya Meranti di Utara Balikpapan

person access_time 1 month ago
Di Bawah Rindangnya Meranti di Utara Balikpapan

Panitia Youth Camp for Climate Change Actions, pelatihan jurnalisme pro-iklim di Kampung Banyumas, Karang Joang, Balikpapan. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMEKECE.ID

Ekowisata Kampung Banyumas di Karang Joang ini menarik mata. Sejumlah anak muda tergugah ikut merawatnya lewat praktik jurnalistik.

Ditulis Oleh: Surya Aditya
Senin, 06 Februari 2023

kaltimkece.id Kabut tipis baru saja pergi ketika ringkikan para serangga dan burung terdengar ramah di telinga. Pohon-pohon meranti yang basah menebarkan aroma dedaunan yang segar. Di tengah suasana damai di Wisata Meranti di Kampung Banyumas, Kilometer 15, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, puluhan pemuda tiba.

Kamis, 2 Februari 2023, para remaja berusia 16-24 tahun dari berbagai daerah di Kaltim hendak mewartakan aktivitas yang pro-iklim. Kegiatan yang digagas Pusat Telaah dan Informasi Regional atau Pattiro ini merupakan bagian dari pelatihan jurnalisme warga. Organisasi riset dan advokasi ini berfokus kepada isu tata kelola pemerintah daerah, terutama isu desentralisasi. Mereka juga membangun gerakan merawat iklim lewat praktik jurnalistik.

“Dalam pelestarian alam untuk mengatasi perubahan iklim, diperlukan kampanye-kampanye di media. Kami melibatkan anak-anak muda karena mereka generasi penerus yang menjaga bumi ini,” demikian Program Manager Pattiro, Ramlan Nugraha, memberikan sambutan pagi itu.

Dalam mewujudkan misi tersebut, Pattiro menggandeng sejumlah pihak. Beberapa di antaranya yakni Kawal Borneo Community Foundation (KBCF), The International Development and Research Centre (IDRC), dan OAK Foundation. 

Sebelum ke lapangan, para peserta mengikuti materi di Wisata Bukit Bangkirai di Samboja, Kutai Kartanegara, selama dua hari, 31 Januari sampai 1 Februari 2023. Materi diisi sejumlah kalangan, satu di antaranya kaltimkece.id yang membawakan materi jurnalisme warga. Kegiatan ini mengusung tajuk Youth Camp for Climate Change Actions.

“Total, ada 75 orang yang mendaftar kegiatan. Setelah diseleksi, 25 peserta yang memenuhi kriteria menjadi pelopor menjaga iklim,” tambah Ramlan.

Dari Bukit Bangkirai, kegiatan dilanjutkan di Kampung Banyumas, Karang Joang. Budi Santoso selaku penyuluh kehutanan di situ bercerita, hutan meranti di Kampung Banyumas sudah ada sejak 2007. Pada 2022, hutan ini dikembangkan menjadi ekowisata. Dari luas 200 hektare, sebanyak 20 hektare telah menjadi kawasan ekowisata.

Hutan ini dijadikan ekowisata untuk melestarikan pohon meranti. Kayu dari pohon itu sering digunakan sebagai bahan bangunan. Keberadaannya dilaporkan mulai langka. Warga bersama pemerintah pun membuat kesepakatan. Meranti di Kampung Banyumas tak boleh ditebang untuk keperluan komersial. Lagi pula, tumbuh-tumbuhan ini masuk kawasan Hutan Lindung Waduk Manggar.

Para peserta Youth Camp for Climate Change Actions di Titik Nol IKN Nusantara. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID 
 

Alasan lainnya adalah meningkatkan perekonomian masyarakat. Semenjak Wisata Meranti dibuka, tak sedikit wisatawan berkunjung ke Kampung Banyumas. Usaha-usaha warga pun menggeliat. “Wisata Meranti diharapkan menjadi tonggak perubahan, baik itu ekonomi, ekologi maupun sosial masyarakat di Karang Joang,” ujarnya.

Ada berbagai macam fasilitas di Wisata Meranti. Mulai spot-spot swafoto hingga gazebo yang bahan-bahannya dari alam. Pepohonan meranti yang tingginya 30 meter menyajikan keteduhan. Para pengelola pun siap mendampingi pengunjung untuk memberikan edukasi mengenai meranti.

Tak ada patokan tarif untuk menikmati fasilitas dan keindahan Wisata Meranti. Pengunjung cukup memberikan uang sukarela. Uang tersebut, kata Budi, untuk mengembangkan destinasi wisata tersebut. “Tahun ini kami berencana membangun jalan agar pengunjung bisa mendapatkan akses yang memadai,” bebernya.

Wisata Meranti dibangun sejumlah warga Karang Joang. Syaifuddin adalah seorang di antaranya. Kepada para peserta jurnalisme warga, ketua gabungan kelompok tani di Karang Joang itu bertutur panjang tentang berdirinya wisata ini. Sebermula dari keresahan warga terhadap sampah yang menumpuk di pinggiran Waduk Manggar. Sampah-sampah ini kebanyakan dibawa orang-orang dari luar yang memancing di waduk tersebut.

Gelisah melihat kampung yang kotor, Syaifuddin bersama warga yang lain bergotong-royong membersihkan sampah. Aksi inilah yang membuka mata warga melihat peluang pariwisata. Kampung Banyumas yang bersih, gumam Syaifuddin, terasa nyaman ditinggali. 

“Kenyamanan ini tak terlepas dari keberadaan hutan meranti,” katanya.

Wisata Meranti di Kampung Banyumas, Karang Joang, Balikpapan Utara. FOTO: SURYA ADITYA-KALTIMKECE.ID
 

Warga kemudian berfokus membangun wisata meranti. Kendala dalam upaya ini adalah sumber daya manusia. Tak banyak, ucap Syaifuddin, warga terutama kalangan muda yang terlibat dalam pembangunan. Minimnya antusias dalam proyek ini diduga karena perlu waktu panjang untuk merasakan hasilnya. 

“Setahun saja, belum tentu kelihatan hasilnya. Berbeda dari pekerjaan konvensional. Setiap bulan bisa kelihatan hasilnya,” tuturnya. Meski demikian, niat mendirikan pariwisata meranti tak pernah padam. “Demi lingkungan yang sehat dan anak-cucu bisa melihat meranti, usaha ini harus terus berjalan,” sebutnya.

Ada tiga aktivitas pro-iklim di Kampung Banyumas yang diliput pada hari itu. Selain Wisata Meranti, ada Wisata Bamboe Wanadesa dan usaha jamur tiram. Seusai liputan, para peserta jurnalisme warga berkunjung ke ibu kota negara Nusantara di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Mereka rehat sejenak sembari menunggu datangnya gelap. (*)

Dilengkapi oleh: Fitrah Adiansyah Imen, peserta Youth Camp for Climate Change Actions

shareBagikan Artikel Ini


Artikel Terkait


Tinggalkan Komentar