• Berita Hari Ini
  • Warta
  • Historia
  • Rupa
  • Arena
  • Pariwara
  • Citra
Kaltim Kece
  • WARTA
  • LINGKUNGAN
  • Durian Melak di Tengah Kepungan Tambang

WARTA

Durian Melak di Tengah Kepungan Tambang

Gunung Layung di Kutai Barat terus dikepung tambang. Setelah izin PT KW habis, PT ADR datang dengan konsesi yang lebih luas di kawasan penghasil durian tersebut.
Oleh Muhammad Al Fatih
22 Juni 2025 01:30
ยท
0 menit baca.
Kawasan Gunung Layung. FOTO: JATAM KALTIM
Kawasan Gunung Layung. FOTO: JATAM KALTIM

kaltimkece.id Ahad, 31 Desember 2023 adalah hari yang membahagiakan bagi Korneles Detang, warga Geleo Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kutai Barat. Buah-buahan yang ia tanam bersama warga Barong Tongkok lainnya di kawasan Gunung Layung sudah siap panen.

Namun, panen bukan satu-satunya alasan Korneles bersuka hati. PT Kencana Wilsa (KW), yang dianggapnya sebagai perusahaan tambang batu bara yang mengancam ekosistem Gunung Layung, telah habis masa izinnya sepuluh hari lalu. Ia mengenang hari itu pada 21 Desember 2023.

Sejarah PT KW masuk ke kawasan Gunung Layung terbilang penuh kontroversi dan berliku. Berbekal Keputusan Bupati Kutai Barat 545/K.1101/2010, PT KW mendapatkan izin seluas 5.100 hektare di tiga kampung pada 2010. Kampung yang masuk konsesi itu adalah Ongko Asa, Muara Asa, dan Geleo Asa. Ketiga kampung itu berada di Kecamatan Barong Tongkok. Namun, warga menolak kedatangan mereka. Lembaga adat Kampung Geleo Asa dan Ongko Asa bahkan memberikan sanksi adat sehingga PT KW tidak bisa beroperasi.

Bertahun-tahun berselang, pada 2018, PT KW akhirnya berhasil masuk dan tancap gas. Selama kurun waktu lima tahun itu, dari total konsesi seluas 5.100 hektare, perusahaan telah membuka 37,5 hektare lahan untuk aktivitas penambangan sebelum angkat kaki pada akhir 2023.

Akan tetapi, berakhirnya izin bukan berarti akhir cerita. Tiga lubang bekas tambang PT KW seluas 6,4 hektare ditinggalkan begitu saja membuat lubang-lubang tersebut bak danau berwarna biru tosca. Karena itu pula, Korneles pun geram.

Kamis, 19 Juni 2025, bersama sejumlah aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Ketua Forum Peduli Gunung Layung itu menyambangi Kejaksaan Tinggi Kaltim di Samarinda melaporkan PT KW atas pelanggaran kewajiban reklamasi dan pascatambang yang ditinggalkan PT KW begitu saja,

"Kami minta mereka untuk mereklamasi lubang tambang yang ditinggalkan," tegasnya mewakili masyarakat Geleo Asa, di Gedung Kejati Kaltim, Samarinda.

Korneles khawatir jika lubang itu tak kunjung dikembalikan ke kondisi awal, berimbas pada pencemaran sumber air warga. Apalagi selama ini sebagian warga mengalami kesulitan air sejak PT KW beroperasi.

Aziz dari Divisi Hukum Jatam Kaltim menyebutkan bahwa lubang tambang yang ditinggalkan tanpa adanya reklamasi melanggar ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Mineral dan Batu Bara 2/2025 yang mewajibkan reklamasi bagi perusahaan pertambangan. "Bahkan reklamasi dan pascatambang itu dikuatkan dengan ketentuan pidana," tegasnya.

Laporan warga Geleo Asa bersama Jatam Kaltim ke Kejati Kaltim, Samarinda, pada Kamis, 19 Juni 2025. FOTO: M AL FATIH-KALTIMKECE.ID

Laporan warga Geleo Asa bersama Jatam Kaltim ke Kejati Kaltim, Samarinda, pada Kamis, 19 Juni 2025. FOTO: M AL FATIH-KALTIMKECE.ID

Gunung Layung dan Durian Melak

Gunung Layung merupakan kawasan yang terletak di Kecamatan Barong Tongkok, Kubar. Di sekitarnya terdapat beberapa kampung, yaitu Ongko Asa, Muara Asa, Geleo Asa, Pepas Asa, serta Juaq Asa.

Sebagian besar penghuni kampung-kampung tersebut merupakan komunitas masyarakat Dayak Tunjung, tak terkecuali Korneles Detang. Ia menyebutkan bahwa sebagian wilayah hutan Gunung Layung, yaitu Hutan Hemaq Bojoq dan Hutan Hemaq Beniung telah ditetapkan sebagai hutan adat.

Merujuk situs Prokopim Kubar, keberadaan hutan adat di Gunung Layung ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak 2017. Pada Maret 2023 pun, Hadi Mulyadi selaku wakil gubernur Kaltim saat itu meresmikan sebagian kawasan tersebut sebagai kawasan wisata alam.

Hutan tersebut, sebut Korneles selama ini telah ditanami warga secara turun temurun. Berbagai pohon dan buah-buahan tumbuh di sana dari pohon karet, buah cempedak, rambutan, hingga durian.

"Durian melak yang biasa dinikmati warga Samarinda pun salah satunya berasal dari sana," sebutnya.

Kawasan yang ditanami buah-buahan disebut warga sebagai lembo. Saat musim durian tiba, setiap keluarga saling bergantian jaga tiap malam untuk mengawasi durian jatuhan selama masa panen. Durian jatuhan itu menjadi hak keluarga yang sedang berjaga pada malam itu. Hasil durian bisa dikonsumsi keluarga atau dijual. Biasanya, pelabuhan di Kecamatan Melak menjadi tempat durian dikumpulkan sebelum dijual ke Samarinda. Dari sanalah muncul istilah durian melak.

Penyebutan istilah tersebut pun sempat dikoreksi oleh Bupati Kubar Fransiskus Xaveriius Yapan, yang menjabat dua periode pada 2016 hingga Februari 2025. Pada Festival Durian Sendawar 2023, Bupati mengganti istilah durian melak menjadi durian kutai barat. Sebab, durian tersebut bukan hanya berasal dari Melak namun dari berbagai wilayah di Kutai Barat. Mulai dari Kecamatan Long Iram, Nyuatan, Damai, termasuk Kecamatan Barong Tongkok yang memanen durian dari Gunung Layung.

Panen durian melak atau durian Kutai Barat oleh warga Barong Tongkok di Gunung Layung, Kubar. FOTO:LBH Samarinda

Panen durian melak atau durian Kutai Barat oleh warga Barong Tongkok di Gunung Layung, Kubar. FOTO:LBH Samarinda

Tradisi menjaga durian jatuhan di Gunung Layung yang diwariskan oleh masyarakat Dayak Tunjung Barong Tongkok secara turun temurun menjadikan kawasan tersebut menjadi milik bersama masyarakat. Bukan milik perseorangan.

Korneles menyebutkan, momen menjaga durian jatuh di malam hari adalah momen-momen syahdu yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Mereka menyebut tradisi tersebut sebagai jagaq talutn tanaaq taay yang berarti jaga hutan dan tanah kita. Bertahun-tahun menjaga ekosistem tersebut dari ancaman pertambangan adalah bagian dari tradisi tersebut.

Belum selesai masalah PT KW, muncul masalah dari perusahaan berbeda yang baru masuk ke kawasan Gunung Layung. Albed, salah satu warga Geleo Asa yang menemani Kornelus ke Kejati Kaltim menyebutkan bahwa lahannya telah dipatok oleh perusahaan berinisial PT ADR.

"Ketika saya akan pergi ke hutan untuk berladang sudah ada pos penjaga yang melarang saya masuk," sebutnya.

Temuan Jatam Kaltim mengonfirmasi pengakuan tersebut. Analisis spasial memperlihatkan perizinan PT ADR membentang dari Kutai Barat hingga Mahakam Ulu. Melalui anak perusahaannya, PT ADR sedang membangun jalan hauling sekitar 100 kilometer dari Mahakam Ulu hingga Kampung Geleo Asa di Kutai Barat.

Terbatasnya akses ke ladang, membuat Albed tak dapat berladang ke kawasan perkebunan karet dan rotan yang selama ini ia panen di Gunung Layung. Memang, kawasan perkebunan durian belum dipatok oleh perusahaan tersebut.

Namun, jika pertambangan akan kembali benar-benar beroperasi, bukan tak mungkin durian yang biasa ia panen pun akan turut terdampak. Terlebih, izin yang dimiliki PT ADR membentang lebih luas dibandingkan PT Kencana Wilsa sebelumnya.

Konfirmasi PT Kencana Wilsa dan Pemerintah Kutai Barat

Saradius, Humas PT KW mengklarifikasi melalui sambungan telepon kepada kaltimkece.id, Jumat, 20 Juni 2025. Ia menilai, laporan Kornelus Detang bersama Jatam Kaltim tak bisa disebutkan mewakili warga Geleo Asa secara keseluruhan.

"Saya pun warga Geleo Asa. Kalau disebut warga itu sampai puluhan orang seharusnya," sebutnya.

Mengenai lubang tambang yang belum direklamasi, Saradius menyebutkan bahwa perusahaannya masih akan melanjutkan operasi. Saat ini, PT KW sedang memperpanjang perizinan IUP.

"Masih dalam proses, di lubang yang ditinggalkan pun masih ada batu (bara) yang tersisa. Makanya belum kami tutup," terangnya. Ia pun menyebutkan bahwa wilayah operasi PT KW berada di Muara Asa dan tidak menyentuh Geleo Asa. Sehingga ia pun menganggap bahwa laporan Kornelus Detang sebagai warga Geleo Asa tak beralasan.

"Kami juga sudah bertemu langsung dengan masyarakat Muara Asa. Dengan masyarakat Geleo Asa pun juga sudah," tekannya.

Meskipun begitu, Saradius mengakui bahwa wilayah konsesi PT KW berada di antara tiga kampung, yaitu Ongko Asa, Muara Asa, dan Geleo Asa. Namun, ia memastikan bahwa jarak aktivitas pertambangan PT KW jauh dari pemukiman di tiga kampung tersebut. "Jaraknya sekitar lima kilometer," sebutnya.

Jika merujuk peta konsesi IUP PT KW dalam perizinan yang dikeluarkan pada 2010, konsesi PT KW memang tidak menyentuh kawasan Geleo Asa. Namun, Muara Asa dan Ongko Asa berada dalam kawasan konsesi. Selain itu, meskipun tidak menyentuh kampung Geleo Asa secara langsung, kawasan budi daya non-kehutanan (KBNK) Gunung Layung termasuk dalam wilayah konsesi tersebut.

Gambar spasial IUP PT Kencana Wilsa.

Gambar spasial IUP PT Kencana Wilsa.

Albed, salah satu warga Geleo Asa menyebutkan bahwa dampak yang dirasakan adalah tercemarnya Sungai Weliwai yang merupakan anak Sungai Mahakam. Tangkapan ikan pun menurun drastis. "Dulu dalam semalam kita pasang pukat sekali ngangkat bisa dapat 100 kilogram. Sekarang sudah ngangkat berkali-kali belum tentu dapat satu kilo," keluhnya.

Ancaman pencemaran sungai oleh PT KW pun sempat menjadi objek penelitian Libertha Lirung, seorang peneliti dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Disebutkan dalam penelitian berjudul "Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Muara Asa terhadap Pencemaran Sungai Ngahan akibat Kegiatan Pertambangan PT Kencana Wilsa".

Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa aktivitas pertambangan PT KW yang berlangsung sejak 2020 telah membuat sebagian aliran sungai Ngahan yang mengairi warga Muara Asa berubah warna menjadi kecoklatan hingga bercampur lumpur.

Penyebabnya, jika merujuk Jatam Kaltim adalah lokasi pelabuhan bongkar muat PT KW yang bersisian dengan anak sungai. Pembangunan pelabuhan tersebut, selain mengotori sungai juga mengganggu aliran pasang surut.

Namun, Saradius juga membantah tudingan tersebut. Ia menyebutkan bahwa aktivitas PT KW tak mengganggu akses air bersih sama sekali. Ia pun menegaskan bahwa meskipun telah memiliki izin sejak 2010, PT KW baru benar-benar beroperasi dari 2022 hingga 2023.

"Baru setahun lebih saja," ungkapnya.

Ia pun menyebutkan bahwa saat ini PT KW sedang mencari lokasi dermaga bongkar muat baru. Sebab, dermaga bongkar muat yang mereka tinggalkan kini dalam kondisi kering. Selain itu, aktivitas perusahaan lain yang telah memasuki kawasan yang berdekatan membuat mereka mesti mencari lokasi alternatif pelabuhan yang lebih jauh.

Diwawancara terpisah, Wakil Ketua I DPRD Kubar Agustinus mengakui adanya aktivitas pertambangan yang meresahkan warga. Meski terkendala kewenangan yang kini didominasi pemerintah pusat, DPRD Kutai Barat saat ini sedang membentuk panitia khusus (pansus).

"Pansus pertambangan ini nanti akan menginvestigasi dan mengeluarkan rekomendasi mengenai aktivitas pertambangan di Kubar yang akan diserahkan ke bupati dan diteruskan ke pemerintah pusat," sebutnya. (*) 

Editor : Cony Harseno
Iklan Above-Footer

Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi kaltimkece.id

Gabung Channel WhatsApp
  • Alamat
    :
    Jalan KH Wahid Hasyim II Nomor 16, Kelurahan Sempaja Selatan, Samarinda Utara.
  • Email
    :
    [email protected]
  • Phone
    :
    08115550888

Warta

  • Ragam
  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Humaniora
  • Nusantara
  • Samarinda
  • Kutai Kartanegara
  • Balikpapan
  • Bontang
  • Paser
  • Penajam Paser Utara
  • Mahakam Ulu
  • Kutai Timur

Pariwara

  • Pariwara
  • Pariwara Pemkab Kukar
  • Pariwara Pemkot Bontang
  • Pariwara DPRD Bontang
  • Pariwara DPRD Kukar
  • Pariwara Kutai Timur
  • Pariwara Mahakam Ulu
  • Pariwara Pemkab Berau
  • Pariwara DPMD Kutai Kartanegara

Rupa

  • Gaya Hidup
  • Kesehatan
  • Musik
  • Risalah
  • Sosok

Historia

  • Peristiwa
  • Wawancara
  • Tokoh
  • Mereka

Informasi

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
© 2018 - 2025 Copyright by Kaltim Kece. All rights reserved.