kaltimkece.id Sehari sebelum Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023, sejumlah remaja berkumpul di Kopilihanku di Jalan Camar, Samarinda. Anak-anak muda dari berbagai komunitas ini tengah menyusun konsep acara untuk memperingati hari tersebut. Bagi mereka, aksi sekecil apapun akan sangat bermanfaat memperbaiki kerusakan lingkungan hidup.
Pertemuan di kedai kopi tersebut membuahkan sejumlah kesepakatan. Pertama, mengadakan aksi bersih sampah, diskusi buku, dan nonton bareng film dokumenter. Keputusan lainnya adalah acara tidak digelar pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni, melainkan selama tiga hari pada 8-10 Juni 2023. Semua acara ini mengusung tajuk Festival Kecil Lingkungan Hidup.
Ryan Ramadhani adalah pemilik Kopilihanku yang menginisiasi pertemuan tersebut. Kepada kaltimkece.id, ia mengatakan, ada beberapa alasan mengapa acara tersebut tidak diadakan pada Hari Lingkungan Hidup. Satu di antaranya yakni persiapan mengadakan acara terbilang sempit. Ia bersama panitia lainnya baru bertemu pada Ahad sore, 4 Juni 2023, itu.
“Lagian, Senin merupakan hari sibuk. Kasihan teman-teman yang kerja dan punya kegiatan lain,” kata lelaki berumur 23 tahun itu. Dengan waktu persiapan yang lebih panjang, sambung dia, dampak positif dari acara untuk warga Samarinda akan semakin maksimal.
Selain Ryan, pertemuan tersebut dihadiri Dhini Khamila dari Cacing Crew, komunitas yang rutin membersihkan sampah di ruang publik; Zivan Aryatama dari perpustakaan independen Menuju Rubanah; serta Aristo Hia dan Rizky Isrofani dari komunitas film Camar Cinema Club. Ryan menjelaskan, bukan tanpa alasan acara tersebut dibuat oleh anak-anak muda. Hal ini untuk memudahkan komunikasi. Pemuda disebut lebih bisa berkomunikasi tanpa canggung bila berbicara dengan sesama pemuda.
“Kalau sama orang yang umurnya kurang lebih, enak komunikasinya,” katanya.
Mengenai acara bersih-bersih sampah, Ryan menjelaskan, acara ini terinspirasi dari keresahannya melihat limbah plastik di kedainya. Saat berdiri pada 2019, kedai tersebut memproduksi sampah plastik dalam jumlah besar.
“Pada 2020, sampah plastik yang dihasilkan kedaiku mencapai 15 kilogram. Sekarang, jumlahnya berkurang karena kami menggunakan benda-benda yang bisa dipakai ulang untuk dine-in kayak penggunaan gelas kaca dan sedotan stainless steel. Kami juga menggunakan plastik PAT untuk meminimalisasi penggunaan sampah plastik dalam pembelanjaan take-away,” bebernya.
Ia turut memberikan pandangan mengenai upaya mengatasi permasalahan sampah di Samarinda. Menurutnya, mengatasi permasalahan sampah tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran individu atau segelintir orang saja. Pemerintah, ujarnya, harus bisa meningkatkan pengelolan sampah yang berkelanjutan. Ia berharap, pemerintah memperbanyak pengadaan bank sampah agar sampah tak selalu berakhir di tempat pembuangan akhir alias TPA. Para pelaku usaha juga diminta dapat mengelola limbah yang mereka produksi.
Sejumlah orang tengah mendiskusikan novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cintakarya Luis Sepuvelda. FOTO: ANDIKA PRATAMA
Diskusi Novel
Festival Kecil Lingkungan Hidup dibuka dengan diskusi novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepuvelda. Kamis sore, 8 Juni 2023, di Kopilihanku, Menuju Rubanah mendiskusikan buku tersebut dengan teman-temannya. Salah seorang yang ikut dalam diskusi ini adalah pegiat literasi Dadang Ari Murtono. Kepada kaltimkece.id, Dadang menjelaskan, alasan novel tersebut dipilih sebagai bahan diskusi karena isinya mirip dengan situasi masyarakat di Kalimantan.
“Isu yang dibawa Luis Sepuvelda dalam novel itu sangat kontekstual dengan situasi kita di sini. Ada isu transmigran, kerusakan lingkungan, eksploitasi alam, dan masyarakat adat,” beber sastrawan berambut panjang itu.
Novel terbitan Marjin Kiri itu berkisah tentang seorang pak tua bernama Antonio yang diiming-imingi kemakmuran oleh pemerintah dengan syarat mesti pindah ke hutan Amazon. Permasalahan muncul ketika Antonio dan istrinya tidak mampu bertahan dengan kondisi alam di Amazon. Pada akhirnya, istrinya meninggal dunia akibat penyakit malaria. Antonio kemudian belajar hidup berdampingan dengan alam dari masyarakat adat Shuar. Masalah datang lagi saat wali kota memberikan izin penambangan emas secara masif di hutan Amazon. Hal ini menyebabkan macan kumbang betina bertindak agresif. Hewan tersebut memburu siapa saja yang membahayakan alam.
Diskusi buku tersebut diikuti sekitar 15 orang. Mereka datang dari beragam latar belakang. Zivan Aryatama adalah salah seorang pustakawan yang mengurusi kegiatan tersebut. Ia mengatakan, kegiatan hari pertama Festival Kecil Lingkungan Hidup bertujuan memberikan edukasi yang kontekstual dengan situasi terkini.
“Diskusi ini diharapkan dapat menyadarkan kita bahwa kerusakan lingkungan bisa membuat alam berbalik marah dengan kita,” katanya. “Dari novel ini, kita mestinya bisa merefleksikan apa yang kita lakukan dengan alam jangan sampai membuat macan kumbang betina hadir di masyarakat kita dalam wujud-wujud yang lain.” (Bersambung)