kaltimkece.id Pertambangan batu bara ilegal di Kaltim disebut kian marak. Bukan hanya tak berizin, aktivitas penggalian emas hitam ditengarai memakai jalan-jalan umum sebagai jalur hauling. Pemprov Kaltim mengaku belum bisa berbuat banyak.
Kepada kaltimkece.id, Senin, 22 Februari 2021, Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, telah mengetahui aktivitas pertambangan ilegal di Benua Etam. Isran bahkan menyebut, praktik tak resmi tersebut berlaku di jalan poros Samarinda-Bontang. Truk-truk pengangkut batu bara, katanya, banyak melintas pada malam hari.
“Istilahnya batu bara karungan. Karungan Prima Coal,” terang Gubernur.
Mantan bupati Kutai Timur ini membenarkan bahwa Kaltim sudah memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur angkutan batu bara dan sawit di jalan umum. Beleid yang dimaksud adalah Perda Kaltim 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit. Melalui aturan ini, perusahaan pertambangan harus membangun jalan khusus hauling. Senyampang itu, perda melarang jalan umum dipakai buat mengangkut emas hitam.
Menurut Isran, perda ini tak bisa dilaksanakan. Penegakan perda adalah kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja. Kekuatan perda tak sebesar undang-undang atau peraturan pemerintah. Kalau aturan ini lebih tinggi, jelas Isran, tindakan yang diambil bisa lebih tegas.
“Pertambangan batu bara di Kaltim tambah maju semenjak kebijakan ditarik ke Jakarta. Belum ada izin saja sudah ditambang,” singgung Isran.
Kewenangan sektor pertambangan yang sebelumnya di tangan provinsi telah ditarik pusat berdasarkan Undang-Undang 3/2020 tentang Mineral dan Batu Bara. Inspektur tambang sekarang, jelas Isran, adalah aparat pemerintah pusat. Isran meragukan kewenangan Pemprov Kaltim dalam menangani permasalahan tersebut.
“Nanti kami salah. Walau ada perda, dengan adanya kebijakan revisi Undang-Undang Minerba, itu sudah kewenangan pemerintah pusat,” ucapnya.
Jangan Lepas Tangan
Akademikus dari Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai pernyataan gubernur seperti menggampangkan masalah. Isran dianggap terkesan lepas dari tanggung jawab. Meskipun sudah ditarik ke pemerintah pusat, terang Castro --panggilan pendek Herdiansyah--, bukan berarti gubernur lepas tangan atas penataan, pengelolaan, dan pelanggaran hukum di daerah. Secara struktur, kabupaten/kota masih memiliki dinas energi dan sumber daya mineral. Gubernur bisa mengkoordinasikan dinas ESDM di kabupaten/kota. Secara administratif pun, masih ada inspektur pertambangan yang bisa difungsikan.
“Ini hanya soal political will. Mau menertibkan atau tidak,” tegasnya. Castro mengatakan, pelanggaran di Kukar mustahil ditangani pemerintah pusat dengan cepat. Tanpa penegakan hukum, aktivitas tambang ilegal bisa menjadi preseden buruk bagi Kaltim.
Aktivitas pertambangan ilegal pernah menyebabkan gesekan dengan masyarakat. Yang terbaru adalah warga menyetop angkutan batu bara di Mangkurawang, Tenggarong, Kutai Kartanegara. Pada Senin, 1 Februari 2021, truk yang melintas di jalan lingkungan itu diduga membawa batu bara ilegal. Peristiwa yang lebih besar terjadi tahun lalu. Castro mengambil contoh tambang ilegal di Waduk Samboja, juga di Kukar, yang berakhir pembakaran alat berat oleh warga. Castro menilai, masyarakat yang sampai memblokade jalan adalah luapan kekecewaan atas lemahnya penegakan hukum.
“Kalau Pemprov Kaltim diam, saya meyakini, suatu saat masyarakat malah main hakim sendiri,” paparnya. “Kalaupun melapor petugas, masalahnya jika tidak ada tindakan. Berdasarkan kasus yang sudah viral di medsos, mestinya sudah cukup alasan pemprov untuk menertibkan tambang ilegal,” sambungnya.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, mengatakan bahwa Isran gagal paham mengenai kewenangan daerah menindak tambang ilegal. Dalam Pasal 19 Perda 10/2012, katanya, ada kewenangan yang bersifat memaksa berupa pidana kurungan atau denda. Bunyinya, “Setiap orang atau badan usaha yang secara melawan hukum melakukan kegiatan pengangkutan hasil tambang melalui jalan umum dipidana dengan pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.”
Ditambah lagi Peraturan Gubernur 43/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit. Pada pasal 20 disebutkan, “Gubernur membentuk tim terpadu untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan peraturan gubernur ini.”
Perda dan pergub ini masih berlaku dan tidak tumpang tindih dengan UU Minerba yang sudah direvisi. Rupang mengatakan, inspektur tambang harus bergerak di lapangan karena punya kewenangan menindak dan menahan. Tidak ada dalam UU Minerba yang secara tegas menyatakan kewenangan penindakan tambang ilegal ditarik pemerintah pusat. Daerah masih punya kewenangan. Rupang menduga, banyak oknum yang bermain dalam bisnis haram ini.
"Mereka ini yang harus ditindak," paparnya. (*)
Editor: Fel GM