kaltimkece.id Rasa-rasanya, tahun ini adalah pertama kalinya Muhammad Syahril, 22 tahun, merayakan Lebaran bersama genangan. Warga Kampung Tumbit Dayak, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau itu pasrah melihat desanya diterjang banjir. Enam hari sebelum Idulfitri 1446 Hijriah, Sungai Kelay yang berjarak 50 meter dari perkampungan meluap hebat. Bencana itu belum juga pergi hingga Hari Raya tiba.
"Mau tidak mau, kami yang tinggal di hilir merayakan Lebaran di tengah banjir," tutur Syahril kepada kaltimkece.id pada 31 Maret 2025.
Kawasan hilir yang dimaksud adalah permukiman Kampung Tumbit Dayak yang berdiri di bantaran sungai. Adapun terma hulu dipakai untuk menyebutkan permukiman di bagian darat atau lebih jauh dari sungai. Syahril melanjutkan, banjir pertama kali datang pada Rabu dini hari, 26 Maret 2025. Hanya hitungan jam, air yang mengalir deras sudah setinggi paha orang dewasa. Banjir makin parah keesokan harinya hingga mencapai dada orang dewasa.
"Aliran listrik padam ketika hari-hari terakhir puasa Ramadan itu," sambungnya.
Dua warga Kampung Tumbit Dayak meninggal dunia karena bencana ini. Korban jiwa yang pertama adalah seorang perempuan bernama Yae Deng, 70 tahun, yang tinggal di sebelah rumah Syahril. Korban jiwa kedua yaitu seorang pria bernama Lajiu Langa yang berusia 68 tahun. Menurut informasi yang didengar Syahril, keduanya kehilangan nyawa sewaktu pulang dari ladang pada Kamis, 27 Maret 2025.
Informasi mengenai dua korban tersebut juga dibenarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Berau lewat siaran pers. Dalam catatan BPBD, luapan Sungai Kelay merendam sembilan desa di empat kecamatan. Perinciannya adalah Kampung Merasa di Kecamatan Kelay; Kampung Sidung di Kecamatan Segah; Kampung Inaran, Bena Baru, Tumbit Dayak, Long Lanuk, dan Pegat Bukur di Kecamatan Sambaliung; serta Kampung Tumbit Melayu serta Labanan Makarti di Kecamatan Teluk Bayur.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, BPBD Berau, Novianto Hidayat, mengatakan bahwa ketinggian banjir bervariasi dengan rata-rata 1,5 meter. Hingga Ahad, 30 Maret 2025, atau hari kelima banjir melanda, ia mencatat 3.500 rumah terendam dengan 1.327 jiwa yang terdampak. Sebanyak 47 penduduk juga harus mengungsi.
Jeferson Afuy, 30 tahun, adalah penduduk Kampung Merasa yang melihat kengerian banjir pada Rabu, 27 Maret 2025. Limpahan air di kampung yang berdiri di Kecamatan Kelay itu mencapai 2 meter. Menurutnya, baru kali ini banjir merendam masjid kampung. Durasinya juga lebih lama dengan puncak banjir hingga dua hari.
"Kami terkejut karena tak menyangka akan separah ini. Banjir juga melenyapkan panen padi gunung warga. Lumbung padi ikut terendam," tutur Afuy ketika diwawancarai kaltimkece.id pada Selasa 1 April 2025.
Selain sumber pangan, Afuy menyebutkan bahwa banyak hewan ternak seperti ayam, bebek, sapi, dan babi yang mati., Afuy mengaku masih cemas walaupun banjir mulai surut pada pembuka April 2025. Hujan masih terus turun di kampung yang berdiri di hulu Sungai Kelay. Sebagian jalan, kata dia, juga masih tergenang pada H+2 Idulfitri.
Curah hujan yang tinggi memang merupakan faktor utama Sungai Kelay meluap. Kepala Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika Kabupaten Berau, Ade Haryadi, menjelaskan bahwa atmosfer Bumi Batiwakkal tersebut tengah labil. Pertumbuhan awan intensif menyebabkan hujan terus-menerus dalam sepekan menjelang Idulfitri. Hujan turun lebih sering pada dini hari dengan intensitas deras hingga sangat deras.
"Curah hujan di hulu Sungai Kelay sampai 95 milimeter atau masuk kategori lebat pada 24 Maret," sebut Ade, Selasa, 1 April 2025. Berdasarkan alat pengukur BKMG di Kampung Merasa, cura hujan tersebut merupakan yang tertinggi di hulu Sungai Kelay sepanjang 2025.
Sementara itu, dalam pemantauan cuaca di Bandar Udara Kalimarau, curah hujan mencapai 105 milileter pada 27 Maret 2025. BMKG mencatat Maret 'basah' tak hanya terjadi tahun ini. Curah hujan dengan intensitas tinggi pernah mencapai 300 milimeter pada Maret 2024. Namun yang tertinggi, sambung Ade, pada 2012 yang mencapai 453 milimeter sebulan. Ade menjelaskan, Berau juga sedang menghadapi pasang air laut saat bencana banjir. Ketinggiannya mencapai 2,7 meter pada pukul 09.00 hingga 12.00 Wita.
Tutupan Hutan yang Hilang
Selain curah hujan yang tinggi, faktor penyebab banjir yang tak bisa diabaikan adalah tutupan hutan yang terus berkurang di kawasan tersebut. Analisis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim memperoleh temuan yang mencengangkan. Pertama, empat kecamatan yang terdampak banjir yakni Kelay, Sambaliung, Teluk Bayur, dan Segah telah kehilangan hutan seluas 145.130,35 hektare sepanjang 2000 hingga 2022. Luasnya setara dua kali wilayah Singapura.
"Kami menggunakan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelesaikan analisis spasial ini," jelas Fatur Roziqin Fen, direktur eksekutif Walhi Kaltim, kepada kaltimkece.id, Jumat, 4 April 2025.
Luas keseluruhan empat kecamatan ini adalah 1.405.800,34 hektare. Pada 2000, tutupan hutan di kawasan tersebut 1.268.733,89 hektare. Jumlahnya berkurang menjadi 1.123.603,54 hektare pada 2022. Tutupan hutan lahan kering disebut sebagai wilayah yang paling banyak lenyap.
Iqin, sapaan Fatur Roziqin, menilai bahwa banjir yang merendam Berau bukan disebabkan faktor cuaca belaka. Ulah manusia yang mengalih fungsi lahan menyebabkan kawasan ini kian ringkih seturut area resapan yang berkurang. Berdasarkan analisis Walhi Kaltim, sembilan desa yang dilanda banjir merupakan wilayah yang paling banyak kehilangan tutupan hutan di empat kecamatan tersebut. Sebagian besar di antaranya karena alih fungsi lahan untuk perkebunan dan pertambangan batu bara.
"Apakah benar banjir Berau hanya disebabkan cuaca? Dari analisis spasial ini, publik bisa menyimpulkan dan menilainya," tutup Iqin. (*)