kaltimkece.id Zidani Abdillah seketika lesu begitu tiba di tepi Sungai Karang Mumus dekat kampus Universitas Mulawarman di Gunung Kelua, Samarinda Ulu. Beberapa jam sebelumnya pada Selasa siang, 14 Mei 2024, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unmul tersebut membaca grup WhatsApp. Air Sungai Karang Mumus kabarnya mendadak hijau dan ikan-ikan bermunculan. Akan tetapi, setibanya Zidani yang membawa peralatan pancing, air sungai sudah kembali normal.
"Pulang kuliah saya langung ke sana. Hujan deras saya terobos supaya bisa memancing. Ternyata, sudah tidak berwarna hijau lagi," tuturnya kepada kaltimkece.id sepulang dari tepi sungai.
Sejumlah video yang tersebar di grup WhatsApp memang memperlihatkan pemandangan tersebut. Beberapa pemancing mendapat ikan patin berukuran lumayan besar. Ikan-ikan tersebut bahkan berlompatan di permukaan sungai.
Fenomena air sungai yang berubah menjadi hijau dijelaskan oleh Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Universitas Mulawarman, Samsul Rizal. Ia mengatakan, timnya telah mengambil sampel air di beberapa titik Sungai Karang Mumus.
"Kurang lebih kami mengambil di lima titik," sebutnya. Sampel diambil di muara sungai, jembatan di dekat Jalan Lambung Mangkurat, Jembatan Baru dekat Hotel JB, jembatan di Jalan S Parman, serta jembatan di Jalan PM Noor. Sampel akan diambil kembali pada Rabu, 15 Mei 2024.
Berdasarkan pengamatan sementara, Rizal menyebutkan bahwa perubahan warna air diduga karena eutrofikasi. Fenomena ini muncul ketika air sungai mengalami kesuburan yang berlebihan. Kejadian ini bukan pertama kali di Kaltim. Pada 2020, peristiwa serupa muncul di Sungai Segah, Berau.
Sebagai informasi, eutrofikasi adalah kondisi perairan yang tercemar karena masukan nutrisi atau hara yang berlebihan seperti unsur nitrat (N), fosforus (P), serta unsur yang lain. Tingginya kadar unsur N dan P menyebabkan perairan menjadi sangat subur atau eutrofik. Kondisi tersebut memicu jumlah fitoplankton atau tumbuhan air secara masif. Eutrofikasi dalam jangka waktu yang lama bahkan bisa memicu ledakan pertumbuhan alga (Eutrofikasi: Hijau Tidak Selalu Lestari, 2020, hlm 1).
"Dalam kasus di Sungai Karang Mumus, warna air yang berubah hijau bisa jadi disebabkan jumlah plankton meningkat. Sekali lagi, ini masih dugaan," sambung Rizal.
Sebenarnya, kata dia, plankton adalah organisme yang dikonsumsi ikan. Akan tetapi, kalau organisme itu jumlahnya berlebihan, juga tidak baik.
Rizal memaparkan beberapa faktor yang bisa menyebabkan ledakan plankton secara tiba-tiba di Sungai Karang Mumus. Pertama, perubahan kandungan nutrisi yang bisa disebabkan pembuangan limbah ke sungai. Bukan rahasia, aktivitas manusia banyak ditemukan di badan sungai sepanjang 17,9 kilometer yang membelah Samarinda tersebut.
Penyebab kedua adalah faktor cuaca yakni panas ekstrem belakangan ini. Mengutip data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Samarinda, suhu di Samarinda dalam sepekan terakhir mencapai 32 derajat celcius pada siang hari.
"Fitoplankton tumbuh melalui proses fotosintesis. Panas dan cahaya matahari yang berlebih dapat membuat mereka tumbuh lebih dari biasanya," terang Rizal.
Peningkatan plankton di perairan Karang Mumus menyebabkan kadar oksigen terlarut di dalam air berkurang. Ikan-ikan pun berlompatan ke permukaan air untuk mencari udara segar.
"Ibaratnya, kita berada di sebuah ruangan yang penuh dengan orang. Kita akan merasa sesak dan ingin mencari udara segar," jelasnya mengambil sebuah tamsil.
Rizal melanjutkan bahwa eutrofikasi juga bisa menghasilkan tanaman alga atau eceng gondok. Menurut jurnal Eutrofikasi: Hijau Tidak Selalu Lestari (2020), peningkatan eceng gondok dapat menutupi badan perairan sehingga menghalangi sinar matahari. Keadaan itu menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut yang mengancam kehidupan biota perairan. Lebih dari itu, proses dekomposisi eceng gondok bisa menghasilkan gas beracun seperti NH3 dan H2S. Dalam konsentrasi tertentu, senyawa beracun itu berpotensi membahayakan dan mengancam keberlanjutan biota perairan (hlm 2).
"Eutrofikasi sebenarnya bisa dipandang dari sisi positif. Peningkatan kesuburan perairan bisa dianggap sebagai tanda dari pemulihan kualitas air. Akan tetapi, eutrofikasi bisa dianggap negatif karena menjadi indikasi bahwa alam sedang tidak seimbang," sambung Rizal.
Ia memastikan, penyebab sebenarnya dari fenomena Sungai Karang Mumus akan diketahui dari uji laboratorium. Hasilnya akan diperoleh kira-kira sepekan lagi. (*)
Senarai Kepustakaan
Maulina, Irma Dwi. 2020. Eutrofikasi: Hijau Tidak Selalu Lestari (Tinjauan Kritis dari Berbagai Sisi). Teknologi Perikanan Laut, Institut Pertanian Bogor, Buletin Geomaritime Volume X edisi Juni 2020.