kaltimkece.id Mendung menggantung di langit Sangatta sedari dini hari, saat Junaidi Arifin bersiap mengikuti sidang mediasi sengketa informasi publik di Komisi Informasi Pusat, Selasa pagi, 29 April 2025. Jun, sapaan akrabnya, tak menduga aduan sengketa informasi membuka dokumen tambang PT Kaltim Prima Coal di Kutai Timur bakal direspons.
Sebelumnya, aduan itu ia ajukan ke KIP pada 1 Desember 2022. Ia menyangka laporannya bakal tenggelam di antara banyaknya berkas sengketa informasi yang ditangani KIP. Apalagi, bilangnya, mengotak-atik informasi korporasi besar cukup sensitif di negeri ini. "Paling dianggap kedaluwarsa," sebutnya saat ditanya nasib laporan dia dan sekondannya, Erwin Febrian Syuhada, yang nyaris tiga tahun berlalu tanpa kejelasan.
Tiba-tiba saja pada 5 Maret 2025, datang surat dari KIP mengabarkan panggilan sidang pemeriksaan awal penyelesaian sengketa informasi nomor 111/XII/KIP-PS/2022 dan 112/XII/KIP-PS/2022 pada 11 Maret 2025. Nomor sengketa yang pertama di sebut adalah sengketa Jun, dan nomor berikutnya sengketa Erwin.
Singkat cerita, sidang 11 Maret berlangsung panas. Poin penting dalam sidang itu, beber Jun, KIP membatalkan uji konsekuensi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai dasar menolak permohonan informasi mereka. Kementerian ESDM menganggap dokumen yang diminta sebagai informasi yang dikecualikan dalam subsektor mineral dan batu bara.
Diceritakannya, sengketa informasi di KIP berawal dari penolakan permohonan informasi yang dilayangkan Jun dan Erwin kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 28 September 2022.
Kedua warga Sangatta itu meminta lima dokumen KPC kepada Kementerian ESDM. Jun meminta salinan dokumen Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM) PT Kaltim Prima Coal 2021-2026, dan salinan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Kaltim Prima Coal 2021-2022. Sementara Erwin meminta informasi salinan dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) KPC kepada PPID Kementerian ESDM.
Sehari kemudian, Kementerian ESDM membalas permohonan Jun yang intinya menolak memberikan dokumen dengan alasan RIPPM merupakan data milik KPC yang termasuk dalam RKAB. Sedangkan RKAB termasuk daftar informasi yang dikecualikan. ESDM pun menyarankan Jun meminta dokumen itu kepada KPC.
Penolakan informasi juga dialami Erwin dengan alasan serupa namun mengalihkan bahwa dokumen diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga ESDM menyarankan Erwin menghubungi PPID Kementerian LHK.
Dalam dua surat balasan itu pula, Kementerian ESDM menyebut penolakan permintaan informasi berdasarkan hasil uji konsekuensi dari internal Kementerian ESDM. Uji konsekuensi yang dimaksud adalah semacam simulasi menilai dampak resiko jika informasi-informasi dalam dokumen dibuka ke publik dengan acuan Pasal 17, UU 14/2008.
Disebutkan dalam pasal itu, ada sepuluh item klasifikasi informasi yang dikecualikan. Di antaranya menyangkut aspek penegakan hukum, pertahanan dan keamanan negara, kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat, serta dimensi lain soal merugikan kepentingan negara dalam mengungkapkan potensi kekayaan alam, serta hal bersifat pribadi seseorang.
Meski uji konsekuensi internal itu cukup meyakinkan, KIP ternyata memutuskan hal sebaliknya dalam sidang 11 Maret 2025. "Dokumen yang diminta pemohon adalah dokumen terbuka. Tapi jika informasi di dalamnya ada yang dikecualikan sesuai subsektor mineral dan batu bara, termohon tinggal tutup informasi itu, tapi dokumennya tetap bisa diserahkan kepada pemohon," ujar Rospita Vici Paulyn, ketua majelis sidang mediasi yang juga komisioner KIP.
Hal inilah yang membuat Jun di atas angin. Walaupun demikian, Jun tetap khawatir Kementerian ESDM tidak mungkin sepenuhnya terbuka atas informasi-informasi yang dikecualikan berdasarkan UU 14/2008.
"Sidang hari ini ada banyak kemungkinan. ESDM bisa jadi mau memberikan salinan dokumen tapi informasi dalam dokumen yang dianggap dikecualikan akan dihitamkan," sebut alumnus Magister Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, Samarinda, sesaat sebelum sidang kedua yang disaksikan langsung kaltimkece.id dari Sangatta.
Jadi pagi itu, memakai setelan kasual kemeja khaki tanpa dikancing, pemuda kelahiran Timika ini optimistis menghadapi sidang mediasi kedua yang dipimpin langsung Ketua KIP Donny Yoesgiantoro. Ada titik terang perkara 111/XII/KIP-PS/2022 bakal dimenangkannya.
Lepas pukul sepuluh, perwakilan Kementerian ESDM hadir di ruang sidang KIP secara luring di kantor KIP, Wisma BSG, Jakarta Pusat. Sementara Jun, bersidang daring melalui aplikasi Zoom. Ada tiga orang perwakilan kementerian yang datang, di antaranya Muhammad Irsan. Sementara ketua sidang mediasi Donny Yoesgiantoro didampingi tenaga ahli KIP Annie Londa.
Sidang berjalan nyaris tanpa perdebatan keras. Di akhir sidang, muncul opsi yang disampaikan Anni Londa. Ia menawarkan dua alternatif kepada Jun sebagai langkah win win solution berupa memberikan ringkasan dokumen tanpa memberikan dokumen utuh, atau memberikan seluruh dokumen dengan memberikan penutupan informasi berupa menghitamkan informasi yang dianggap dikecualikan dalam subsektor mineral dan batu bara.
Atas usulan tersebut, Jun menimpali. Jika hanya ringkasan saja, ucapnya, menghilangkan hal-hal substantif yang bisa diketahui publik sesuai amanat UU 14/2008. Terlebih, lanjut Jun, KIP sudah menyatakan uji konsekuensi yang memutuskan bahwa informasi yang diminta pemohon bukan dalam klasifikasi dokumen yang dikecualikan
Akhirnya, melalui surat kesepakatan mediasi 111/XII/KIP-PS-M/2022, KIP memutuskan bahwa salinan dokumen RIPPM KPC tahun 2021-2026 dan salinan dokumen RKAB KPC 2021-2022 bisa diakses publik. Namun, untuk informasi yang kecualikan sebagaimana diatur dalam surat PPID Kementerian ESDM 001/2023 tentang klasifikasi informasi yang dikecualikan subsektor mineral dan batu bara, Kementerian ESDM akan menghitamkan informasi-informasi yang dinyatakan dikecualikan bagi publik.
"Kami akan lihat wujud dokumen yang akan dikirim dengan penghitaman itu. Jangan sampai misal, dokumen ratusan halaman tapi separuhnya dihitamkan," ujar Jun. "Jadi tidak relevan jika informasi substantif malah tetap ditutup."
Berbeda dengan Jun, sengketa Erwin jauh lebih rumit. ESDM disebut Erwin, juga melakukan uji konsekuensi atas permintaan salinan dokumen lingkungan milik KPC. Dalam sidang perdana pada 11 Maret 2025, kembali Kementerian ESDM menyebut melakukan uji konsekuensi terhadap dokumen yang diminta Erwin sebagai dasar penolakan.
Dengan logika tersebut, Erwin berargumen bahwa ESDM sesungguhnya memiliki dokumen yang dimaksud saat uji konsekuensi. Bukan malah mengalihkan Erwin untuk meminta dokumen itu kepada Kementerian LHK.
"ESDM blunder. Akhirnya ketua sidang balik menanyakan apakah ESDM menyimpan seluruh dokumen yang dimohon. Karena dijawab ESDM menyimpan dokumen itu, KIP akan meneruskan menguji hasil uji konsekuensi pihak ESDM terhadap dokumen-dokumen itu," beber Erwin kepada kaltimkece.id.
Sidang sengketa informasi kasus Erwin masih belum berakhir. Sidang lanjutan menguji hasil uji konsekuesi dijadwalkan pertengahan Mei nanti. Namun, berkaca pada hasil kesepakatan mediasi dalam kasus Jun, ia sudah bisa memperkirakan hasil sidang.
Alasan-alasan ini pula yang membuat Erwin menyangsingkan kepatuhan Kementerian ESDM untuk membuka informasi publik mengenai usaha pertambangan yang seringkali membuat pemerintah menutup hal-hal mendasar informasi perusahaan. Padahal bisa saja aktivitas pertambangan itu berpotensi merugikan masyarakat.
"Kemenangan ini akan menjadi preseden bagi seluruh warga negara bahwa kita bisa mengetahui apa yang sedang direncanakan perusahaan, benefit apa yang seharusnya diterima oleh warga yang hidup berdampingan dengan tambang," ujar dia.
Erwin pun menyatakan bahwa sengkarut ketertutupan pemerintah sebagai regulator yang memunculkan sengketa informasi, hanyalah awal dan cermin dari persoalan sistemik di tubuh pemerintah. Apalagi, banyak daerah yang bergantung pada sektor tambang, sehingga terkesan over protective menjaga keberlangsungan penambangan tetap nyaman.
Direktur Kelompok Kerja (Pokja) 30, Samarinda, Buyung Marajo, menganggap kemenangan warga atas gugatan keterbukaan informasi sebagai preseden baru mengawasi lebih cermat praktik usaha pertambangan yang menjadi sektor paling kompetitif di Kaltim.
"Kemenangan kecil ini adalah bentuk upaya mendobrak kebuntuan yang diciptakan para pengusaha industri ekstraktif bersama oknum di pemerintah. Dari level kementerian sampai tingkat daerah yang membidangi sektor sumber daya alam," ujar dia saat dihubungi kaltimkece.id pada Selasa, 6 Mei 2025.
Meski penanganan informasi oleh KPI berlarut hingga tiga tahun, Buyung tetap mengapresiasi. Disampaikannya, ia bisa memaklumi karena persoalan sumber daya manusia dengan banyak sengketa informasi ditangani, sehingga komisi memiliki beban kerja berat.
"Yang terpenting KIP masih punya akal sehat untuk putusan ini. Ini adalah kemenangan rakyat walau pun melebihi batas 100 hari kerja," tandasnya
Lebih lanjut Buyung memaparkan, kemenangan uji informasi bukti bahwa UU 14/2008 itu adalah UU milik rakyat. UU ini bisa memaksa pejabat publik membuka informasi, bukan malah berlindung dibalik pengujian internal yang subjektif.
Lebih jauh Buyung menilai, dalam industri ekstraktif ada kecenderungan kebijakan dengan sengaja dibuat abu-abu. Kebijakan itu pada akhirnya memberikan segudang privilege dan karpet merah pada para investor. Sementara, pemerintah luput melakukan audit terhadap kerugian sosial, budaya, dan adat-istiadat.
Ke depan, Buyung berharap, negara harus memaksa para pelaku industri, baik milik pemerintah atau swasta, mentaati dan menghormati peraturan. Negara harus tegas dalam penegakan hukum, baik secara lembaga atau individu pelaksana aturan sebagai bentuk perlindungan pada masyarakat terdampak kehadiran industri.
"Lemahnya pelaksanaan aturan ini adalah bentuk ketidakberdayaan negara saat berhadapan dengan pelaku usaha dan investasi," tutup Buyung.
Terpisah, dikonfirmasi hasil keputusan sidang sengketa informasi yang membuka dokumen KPC, General Manager External Relation and Sustainable Development KPC, Wawan Setiawan, tidak berkomentar banyak. Sehari setelah hasil mediasi beredar di kalangan wartawan, permintaan wawancara kaltimkece.id, tidak pula Wawan langsung penuhi. Baru dua hari kemudian, Wawan mengirim rilis resmi KPC.
"Kami sudah mengetahui hasil sidang KIP di Jakarta. Untuk permintaan salinan dokumen sesuai hasil putusan KIP, kami menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian ESDM selaku pihak termohon," ujar Wawan.
Ia juga menambahkan, bahwa KPC patuh kepada putusan hukum sesuai visi misi KPC, "Salah satunya mentaati hukum dan semua peraturan yang ada," tutupnya. (*)