• Berita Hari Ini
  • Warta
  • Historia
  • Rupa
  • Arena
  • Pariwara
  • Citra
Kaltim Kece
  • WARTA
  • LINGKUNGAN
  • Kritik Keras Bagi-Bagi Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan

WARTA

Kritik Keras Bagi-Bagi Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan

Kebijakan pemerintah membagikan IUP kepada ormas keagamaan menuai kecaman karena dianggap menyalahi aturan dan berbahaya. Walau demikian, izin usaha pertambangan batu bara untuk PBNU segera terbit. Konsesinya disebut berlokasi di Kaltim.
Oleh Surya Aditya
5 Juni 2024 01:00
ยท
5 menit baca.

kaltimkece.id Kebijakan pemerintah memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan menuai kecaman. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia adalah koalisi masyarakat sipil yang memberikan suara keras. PWYP Indonesia meminta kebijakan tersebut dicabut karena menyalahi aturan dan berbahaya.

Kebijakan pemberian IUP kepada ormas diatur dalam Peraturan Pemerintah 25/2024 tentang Perubahan PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 83A dalam beleid tersebut mengatur ihwal wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dapat diberikan kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan.

Sementara itu, pasal 195B ayat 2 dalam peraturan yang sama menyebutkan, pemerintah dapat memberikan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian selama cadangan batu bara tersedia. Kegiatan tambang ini akan dievaluasi setiap 10 tahun.

Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho, meminta Presiden Joko Widodo mencabut PP 25/2024. Alasannya, sejumlah pasal dalam peraturan ini bertentangan dengan Undang-Undang 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 83A dalam PP 25/2024, misalnya, disebut bertentangan dengan pasal 75 ayat 2 dan 3 dalam UU Minerba. Menurut UU Minerba, IUPK diberikan kepada BUMN dan BUMD. Sementara itu, pasal 74 ayat 1 dalam UU Minerba berbunyi, "Pemberian IUPK harus memperhatikan kepentingan daerah."

"Tidak ada satu pun pasal dalam UU Minerba yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk memberikan prioritas pemberian IUPK kepada ormas. Jadi, ini jelas-jelas pelanggaran terhadap UU Minerba secara terang benderang," kritik Aryanto.

Pasal 195B ayat 2 dalam PP 25/2024 juga dianggap bertentangan dengan pasal 169A dalam UU Minerba. Menurut UU Minerba, kontrak karya dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian setelah memenuhi sejumlah persyaratan. Syarat yang pertama, kontrak atau perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi perjanjian masing-masing. Jangka waktu paling lama adalah 10 tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya kontrak karya atau PKP2B.

Syarat berikutnya yakni kontrak atau perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi perjanjian. Jangka waktu paling lama 10 tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama kontrak karya atau PKP2B.

Atas dasar itu, Aryanto mengingatkan bahwa perpanjangan IUPK tidak boleh serampangan dan ugal-ugalan. Aturan yang berbunyi "memberikan izin usaha selama ketersediaan cadangan" disebut sebagai bentuk serampangan. Ketentuan ini dapat diartikan bahwa badan usaha dapat menambang sampai cadangannya habis.

"Janganlah menggunakan jargon nasionalisme untuk pembenaran terhadap pelanggaran UU Minerba," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengkritik agar pengusul pasal 83A dalam PP 25/2024 belajar kembali tentang filosofi pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia. Pembelajaran itu dapat dimulai dari memahami pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, sejarah berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 37/1960 tentang Pertambangan, UU 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, hingga UU Minerba.

Aryanto menjelaskan bahwa UU Minerba hanya mengatur pemberian prioritas IUPK kepada BUMN, BUMD, dan swasta melalui mekanisme lelang WIUPK secara bertahap. Prioritas IUPK bukan diberikan kepada ormas keagamaan. Hal ini disebabkan sebagai pengejawantahan pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

Aryanto khawatir, pengusul pasal 83A tersebut tidak memahami konteks ini. Ia menduga, pengusul hanya menjalankan perintah Presiden Jokowi yang disampaikan saat memberikan sambutan dalam peresmian Pembukaan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama pada akhir Desember 2021. Seharusnya, ujar Aryanto, para menteri dapat memberikan masukkan kepada presiden, bukan malah menjerumuskan presiden untuk meneken peraturan yang melanggar undang-undang.

Lebih dari itu, Aryanto meyakini bahwa pemerintah tidak akan siap mengimplementasikan pasal tersebut. Peraturan ini disebut memiliki banyak risiko dari risiko teknis dan mekanisme lelang WIUPK, risiko teknis pertambangan, risiko lingkungan, resiko terjadinya konflik horizontal, risiko konflik kepentingan, hingga resiko korupsi.

Permintaan pencabutan PP 25/2024 dipastikan bukan didasari dari sikap pesimistis bahwa ormas keagamaan dan ormas lainnya tidak punya kapasitas mengelola amal usaha. Aryanto mengatakan, sudah banyak ormas memiliki amal usaha dan berhasil menjalakannya dengan baik. Hanya saja, ia menegaskan, desakan ini didasari dari pelanggaran atas UU MInerba dan mekanisme penawaran secara prioritasnya.

"Kami justru khawatir ormas keagamaan 'terjebak' dengan aturan bermasalah ini," ujarnya. Ia juga khawatir, kebijakan ini akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah. Pemerintah dapat dicap sebagai kelompok yang gemar bagi-bagi proyek.

PWYP Indonesia mencatat sebanyak 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batu bara telah dicabut. Ada pula penciutan lahan PKP2B yang diperpanjang menjadi IUPK. Kegiatan ini disebut telah menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang, sebanyak 3.033 lubang bekas tambang di Indonesia. Sebagian besar lubang itu disebabkan pertambangan batu bara. Sebanyak 1.735 lubang di antaranya berada di Kaltim dengan ukuran mulai ratusan meter persegi hingga puluhan hektare.

Data tersebut berbanding jauh dari data milik Dinas ESDM Kaltim yang dikeluarkan pada 2018. Saat itu, provinsi ini dilaporkan hanya memiliki 539 lubang bekas tambang. Sebanyak 264 lubang di antaranya di Kutai Kartanegara dan 130 lubang di Samarinda. Jatam Kaltim mencatat, sepanjang 2011-2024, sudah 47 nyawa melayang karena tenggelam di bekas lubang tambang batu bara yang tidak direklamasi.

Buyung Marajo selaku koordinator Kelompok Kerja 30 Kaltim adalah anggota PWYP Indonesia. Ia meminta pemerintah sebaiknya menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan dari tata kelola pertambangan.

"Alih-alih menawarkan WIUPK kepada ormas keagamaan, sebaiknya itu diselesaikan," ujarnya.

Buyung sependapat bahwa penawaran WIUPK eks PKP2B secara prioritas kepada ormas keagamaan dapat memicu konflik antarmasyarakat di lingkar tambang. Konflik tersebut dapat melibatkan masyarakat adat serta dengan ormas-ormas lain di daerah. Pemerintah diingatkan untuk memperhatikan hal tersebut, bukan sekedar bagi-bagi konsesi.

IUPK untuk NU segera Terbit

Kebijakan pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan dipastikan berlanjut. Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) disebut telah menerima permohonan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Permohonan izin usaha tersebut berlokasi di konsesi batu bara di Kaltim.

Dikutip dari Antaranews.com, Selasa, 4 Juni 2024, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal, Kementerian Investasi, Yuliot Tanjung, memberikan penjelasan. Saat ini, permohonan izin usaha itu sedang dievaluasi serta dilihat kelengkapan administrasi dan pemenuhan kewajibannya. Apabila memenuhi persyaratan, IUPK untuk PBNU akan terbit dalam kurun 15 hari.

"Baru PBNU (ormas keagamaan) yang mengajukan (permohonan IUPK)," kata Yuliot.

Sementara itu, Menteri Investasi, Bahlil Lahadilia, memastikan IUP batu bara untuk PBNU segera terbit. Pemberian izin ini disebut bertujuan mengoptimalkan peran organisasi keagamaan. Bahlil pun memberikan alasannya bersedia memberikan IUP kepada PBNU. Hal ini dikarenakan ia merasa bangga terhadap organisasi Islam terbesar di dunia asal Indonesia itu. NU disebut telah banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan negara.

"Saya bangga terhadap NU karena saya lahir dari kandungan seorang ibu yang kader NU," ucap Bahlil. (*)

Editor : Fel GM
Iklan Above-Footer

Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi kaltimkece.id

Gabung Channel WhatsApp
  • Alamat
    :
    Jalan KH Wahid Hasyim II Nomor 16, Kelurahan Sempaja Selatan, Samarinda Utara.
  • Email
    :
    [email protected]
  • Phone
    :
    08115550888

Warta

  • Ragam
  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Humaniora
  • Nusantara
  • Samarinda
  • Kutai Kartanegara
  • Balikpapan
  • Bontang
  • Paser
  • Penajam Paser Utara
  • Mahakam Ulu
  • Kutai Timur

Pariwara

  • Pariwara
  • Pariwara Pemkab Kukar
  • Pariwara Pemkot Bontang
  • Pariwara DPRD Bontang
  • Pariwara DPRD Kukar
  • Pariwara Kutai Timur
  • Pariwara Mahakam Ulu
  • Pariwara Pemkab Berau

Rupa

  • Gaya Hidup
  • Kesehatan
  • Musik
  • Risalah
  • Sosok

Historia

  • Peristiwa
  • Wawancara
  • Tokoh
  • Mereka

Informasi

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
© 2018 - 2025 Copyright by Kaltim Kece. All rights reserved.