kaltimkece.id Beberapa batang pohon mangrove berhamburan di pesisir pantai bernama Long Beach, Dusun Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara. Sebagian besar batang bakau tersebut telah tercerabut dari akarnya. Pokok-pokok itu disebut menjadi saksi mati bahwa permukaan air laut makin tinggi dari tahun ke tahun.
"Pohon-pohon ini awalnya bagian dari pesisir pantai. Air laut yang makin tinggi menyebabkan pohon tersebut mati," jelas Achmad Nuriyawan dari Yayasan Mangrove Lestari.
Long Beach merupakan satu dari antara pantai di kawasan Delta Mahakam yang mengalami kenaikan permukaan air laut. Menurut penelitian Institut Pertanian Bogor pada 2005, garis pantai di kawasan Delta Mahakam saat itu saja telah mengalami kemunduran hingga 40 meter. Fenomena ini mengkhawatirkan. Apabila pola yang sama terus terjadi, beberapa permukiman di Delta Mahakam berpotensi tenggelam dalam 50 hingga 100 tahun mendatang.
Berkaca dari hal tersebut, Yayasan Mangrove Lestari bersama Planete Urgence Indonesia mengadakan penanaman mangrove. Lokasinya di kawasan pesisir Delta Mahakam di Muara Badak. Pokok bakau diharapkan berfungsi mencegah abrasi dan sehingga mencegah air laut masuk ke permukiman. Pantai Long Beach menjadi salah satu lokasi penanaman mangrove mulai menuai hasil.
Pekerjaan yang diberi nama Project Mahakam ini dimulai pada 2020. Pembibitannya pada Mei hingga Agustus. Penanamannya pada September hingga akhir tahun. Setelah itu, bibit yang telah ditanam diawasi selama tiga bulan. Proyek ini diperkirakan berlangsung hingga 2026.
"Setiap tahun, kami menanam kurang lebih 100 ribu bibit pohon mangrove," ungkap Achmad.
Menanam mangrove bukan tanpa tantangan. Achmad menjelaskan, tidak semua bibit berhasil tumbuh. Beberapa bibit layu hingga rontok dan kering seperti ketika kemarau yang disebabkan El Nino pada pertengahan 2023. Kalau sudah begitu, mereka biasanya menerapkan proses penyulaman untuk menggantikan tanaman yang rusak.
"Penanaman mangrove di Pantai Long Beach cenderung strategis. Pantai ini langsung berhadapan dengan Selat Makassar," sebutnya.
Pantai Malabar adalah pantai lain di Dusun Tanjung Limau. Dalam perjalanan dari Pantai Long Beach ke Pantai Malabar, empat hingga lima ekor bekantan bergelantungan di pepohonan. Satu dari mereka sedang menggendong anaknya.
"Bekantan ini juga menjadi alasan kami melakukan konservasi hutan mangrove," jelas Fiahsani Taqwim dari Planete Urgence Indonesia kepada kaltimkece.id. Gerombolan bekantan itu hanya menampakkan diri beberapa menit. Mereka segera menghilang dari pandangan.
Bekantan merupakan satwa endemik khas Kalimantan. Sayangnya, mereka kerap diburu selama beberapa puluh tahun terakhir. Bekantan mulai dilindungi sejak 1990 lewat UU 5/1990 dan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar. Berdasarkan Red Data Book, bekantan adalah satwa yang dalam ancaman kepunahan. Meski telah dilindungi regulasi, keberadaannya telah berkurang sebanyak 90 persen selama 20 tahun terakhir.
Walaupun perburuan mulai berkurang, populasi bekantan masih terancam. Kerusakan ekosistem mangrove adalah satu dari ancaman tersebut. Mangrove merupakan ekosistem hidup bagi bekantan. Upaya konservasi mangrove berkelindan dengan menjaga kelestarian keberadaan bekantan.
"Makanan favorit bekantan adalah buah rambai laut yang tumbuh dari hutan mangrove," sebut Fiahsani Taqwim atau yang akrab disapa Fifi. Mangrove, sambungnya, juga tempat bekantan tinggal dan beristirahat.
Bekantan hidup berdampingan dengan pepohonan mangrove. Fauna itu membantu proses tumbuh biaknya. Ketika meloncat dari satu pohon ke pohon lain, bekantan kerap menjatuhkan benih pohon mangrove. Benih kemudian menjadi pepohonan mangrove yang baru.
"Bekantan tidak menjadi hama di mangrove. Berbeda dengan ulat bulu yang dapat memakan dedaunan mangrove sampai membuat pohonnya kering," papar Fifi.
Planete Urgence Indonesia mencatat terdapat dua kelompok bekantan di kawasan tersebut. Setiap kelompok terdiri dari sepuluh hingga belasan ekor. Jumlah ini belum dapat dipastikan karena tidak semua keberadaan bekantan terdeteksi.
"Bekantan berbeda dengan kawanan monyet. Mereka cenderung pemalu dan tidak mengganggu manusia," ungkap Fifi.
Planete Urgence Indonesia maupun Yayasan Mangrove Lestari berpendapat, ancaman kenaikan air laut serta kepunahan bekantan makin nyata. Oleh karena itu, mereka berharap kepada masyarakat, baik individu maupun perusahaan, dapat membantu konservasi mangrove dan tidak melakukan pengrusakan. (*)