kaltimkece.id Sebuah informasi mencengangkan diterima Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kalimantan. Sejumlah organ satwa endemik Kalimantan dilaporkan dijual bebas di Facebook. Gakkum yang mulai berang menindaklanjuti laporan dengan menelusuri akun si penjual. Hasilnya, pemilik akun terdeteksi bermukim di Kecamatan Sambutan, Samarinda.
Pada Oktober 2021, Gakkum Kalimantan mengirimkan utusan ke rumah tersebut. Di dalamnya, tim menemukan delapan tanduk rusa, satu ekor penyu sisik yang telah diawetkan, satu tengkorak kangkareng (rangkong) hitam, satu tengkorak orangutan, serta satu tengkorak kijang. Ada pula 15 biji kuku beruang dan satu tengkorak owa. Atas temuan tersebut, tim mengamankan pemilik rumah.
“Itu hanya satu kasus dari lima kasus perdagangan satwa yang terjadi pada tahun lalu,” ungkap kepala Gakkum Kalimantan, Edward Hutapea, kepada kaltimkece.id, Senin, 28 Maret 2022. Ia lantas membeberkan empat kasus yang lainnya.
_____________________________________________________PARIWARA
Dua kasus diungkap Gakkum di dua kios penjual burung di Samarinda pada Juni 2021. Dalam operasi ini, Gakkum menyita 205 ekor cucak ijo, 17 ekor cililin, satu ekor beo, dan satu ekor gagak Sulawesi (Corvus typicus). Burung-burung tersebut dipastikan adalah satwa dilindungi. Oleh sebab itu, tim melakukan penyitaan karena pedagangnya tak mengantongi izin menjual-belikan satwa dilindungi.
Sebulan sebelumnya, Gakkum Kalimantan menemukan kasus pelanggaran di sebuah kapal motor yang bersandar di Pelabuhan Semayang, Balikpapan. Di kapal tersebut, tim mengamankan 16 ekor cucak ijo yang disembunyikan di sebuah kamar mesin. Semua burung tersebut diduga hendak diselundupkan ke Surabaya.
Pada Maret 2021, Gakkum mengungkap kasus di sebuah rumah di Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. Sama seperti di Sambutan, kasus di Sungai Kunjang juga soal perdagangan satwa dilindungi di marketplace. Bedanya, kasus yang ini menjual burung-burung dilindungi. Sebagai barang buktinya, Gakkum mengamankan 14 ekor cucak ijo, 48 ekor cililin, tiga ekor beo, dan satu ekor kakaktua.
“Secara keseleruhan, perdagangan satwa di Kaltim didominasi jenis burung,” jelas Edward.
Gakkum mencatat, kasus pada 2021 naik tiga kasus dari tahun sebelumnya. Pada 2020, Gakkum mengungkap dua kasus perdagangan burung dilindungi. Pada 2022 ini, belum ada kasus perdagangan satwa yang diungkap Gakkum. Biasanya, perdagangan satwa dilakukan dengan berkedok komunitas pencinta satwa.
“Tim kami kerap menyelinap komunitas tersebut untuk mengungkap kasus,” sambungnya.
Meski demikian, Edward mengaku tidak mudah menindak kasus perdagangan satwa. Masalahnya adalah Undang-Undang 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Beleid ini disebut tidak mengatur penindakan sebelum adanya transaksi. Berbeda dengan UU tentang Narkotika, pemegang narkoba bisa ditindak meski belum melakukan jual beli.
“Sedangkan UU 5/1990, kalau ada yang membeli satwa, baru kami bisa menangkap,” jelasnya.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Sementara itu, kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, Ivan Yusfi, mengatakan, akar dari semua masalah satwa ini adalah penanganan di hulu. Jumlah petugas keamanan yang menjaga satwa disebut minim dan tidak sebanding dengan luas daratan Kaltim. Hal ini membuat penjagaan satwa di hutan tidak maksimal.
Faktor berikutnya, sambung Ivan, masih banyak warga yang awam terhadap hewan dilindung. Terutama burung karena statusnya kerap berubah, dari tidak dilindungi menjadi dilindungi. Kondisi ini menyebabkan perburuan liar semakin merajalela. Padahal, pegetahuan tentang satwa amat penting karena menjadi pilar utama menjaga alam. Keberadaan satwa di hutan diyakini dapat menjaga ekosistem hutan.
“Jika tidak ada satwa, dampak negatif bisa muncul di tengah masyarakat. Jadi, jangan sampai kita baru tahu manfaatnya setelah satwa tidak ada,” terangnya.
Maraknya perdagangan satwa juga dikarenakan ada pasar. Jika pasarnya bisa ditindak, Ivan yakin, kasus perdagangan satwa bisa diminimalisasi. “Kalau penanganan di hilirnya, seperti keamanan di bandara dan pelabuhan, sudah cukup lumayan,” kuncinya. (*)
Editor: Surya Aditya