kaltimkece.id Pada pengujung 2023, tepatnya 21 Desember, Samarinda kebanjiran lagi. Ketinggian air di kawasan langganan banjir yaitu Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, mencapai 1 meter. Usut punya usut, aktivitas dari sebuah perusahaan tambang turut menjadi penyebab genangan. Pemerintah Kota Samarinda turun tangan dan perusahaan mengakui kesalahannya.
Peristiwa itu digarisbawahi calon presiden Anies Rasyid Baswedan ketika berkampanye di Kota Tepian. Dalam acara Desak Anies pada Kamis, 11 Januari 2024, di Samarinda Seberang, capres nomor urut satu itu menampilkan senarai rencana bagi Samarinda jika ia memenangkan pemilu. Satu di antaranya adalah merehabilitasi lubang tambang.
"Karena ini yang menjadi penyebab banjir, bukan?"
Bekas gubernur DKI Jakarta itu juga menampilkan poster di hadapan hadirin. Poster tersebut berisi rencana transisi energi fosil ke energi terbarukan. Universitas Mulawarman sebagai perguruan tinggi terbesar di Kaltim akan dijadikan pusat riset transisi energi hijau.
Kaltim memang bergantung erat terhadap industri ekstraktif khususnya pertambangan batu bara. Lebih dari 40 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Kaltim berasal dari sektor tersebut. Menurut Anies, proses transisi akan melibatkan pengusaha batu bara agar dapat berkontribusi.
"Sepengalaman saya, pengusaha itu menurut kepada pemerintah. Tapi kadang justru pemerintah yang tidak memerhatikan aspek ekologi sehingga pengusaha berlaku seenaknya," jelasnya.
Rencana Anies yang lain dalam tata kelola pertambangan adalah dana bagi hasil. Selama ini, pembagian DBH mengacu Undang-Undang 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasal 129 menyebutkan bahwa pemerintah daerah menerima 6 persen dari keuntungan bersih pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sejak berproduksi. Dari 6 persen tersebut, provinsi dapat 1,5 persen, kabupaten/kota penghasil 2,5 persen, dan kabupaten/kota di dalam provinsi yang sama mendapatkan 2 persen.
"Pembagian dana bagi hasil ini harus lebih merata," kata Anies.
Biaya Besar Rehabilitasi Lubang Tambang
Satu dari antara rencana Anies yang dipaparkan dalam kampanye adalah merehabilitasi lubang bekas galian tambang. Pekerjaan ini jelas bukan mudah lagi berbiaya besar.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim pernah menghitung lubang tambang batu bara yang ditinggalkan tanpa reklamasi dan rehabilitasi di sekujur Kaltim. Jumlahnya mencapai 1.735 lubang bekas tambang dengan luas keseluruhan 1,32 juta hektare pada 2019. Terluas adalah di Kutai Kartanegara yakni 218 ribu hektare. Sementara itu, di wilayah Ibu Kota Negara Nusantara saja, seluas 29 ribu hektare, menurut catatan terbaru pada 2022.
Merehabilitasi dan mereklamasi 1,32 juta hektare lubang tambang jelas memerlukan biaya yang tidak kecil. Penelitian Syamsu Eka Rinaldi dkk dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat, menyebutkan bahwa ongkos rehabilitasi dan revegetasi 1 hektare lubang tambang memerlukan biaya Rp 32 juta sampai Rp 60 juta.
Menurut riset yang mengambil contoh empat perusahaan di Kaltim pada 2016 itu, komponen biaya ini belum termasuk penutupan lubang tambang atau back filling. Perhitungan Badan Lingkungan Hidup Samarinda bisa menggambarkan ongkos penimbunan lubang tambang. Setiap 1 hektare lubang dengan kedalaman 30 meter perlu Rp 1,3 miliar. Biaya tersebut masih dengan asumsi bahwa material timbunan hanya 500 meter dari lubang bekas galian tambang.
Berdasarkan penelitian dua lembaga di atas, ongkos merehabilitasi termasuk menimbun seluruh lubang bekas tambang di Kaltim dapat dihitung. Biaya mereklamasi dan merevegetasi 1,32 juta hektare lubang bekas tambang menembus Rp 79,2 triliun. Sementara itu, menimbun lubang bekas tambang jauh lebih besar biayanya. Asumsi rata-rata kedalaman lubang 15 meter saja sudah memerlukan Rp 795 triliun. Biaya itu bahkan lebih dari cukup untuk membangun IKN Nusantara.
Aktivis dari Jatam Kaltim, Windy Pranatha, beranggapan bahwa rehabilitasi lubang bekas tambang yang dijanjikan Anies harus dilihat dengan lebih detail. Pertama, pembiayaan reklamasi jelas tidak boleh membebankan anggaran negara. Kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab perusahaan.
"Mekanismenya jelas yaitu melalui dana jaminan reklamasi," sebutnya.
Dana jaminan reklamasi, sambung Windy, disetorkan sebelum operasi tambang berjalan. Ketika lubang tambang tidak direklamasi, dana jaminan itulah yang seharusnya digunakan. Masalahnya adalah transparansi dana tersebut minim sehingga menimbulkan masalah. Janji Anies mengenai rehabilitasi lubang tambang seharusnya menyentuh regulasi termasuk penegakan hukum mengenai jaminan reklamasi ini.
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan pada 2021 dapat menjadi gambaran betapa sukar rehabilitasi lubang tambang tanpa disertai pengawasan yang ketat. Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Nomor 24.B/LHP/XIX.SMD/V/2021, sebanyak 56 perusahaan tambang batu bara telah mencairkan jaminan reklamasi sebesar Rp 129 miliar.
Hasil pemeriksaan BPK adalah tidak satu dokumen pun yang menyatakan bahwa reklamasi di lokasi tambang telah dilakukan ke-56 perusahaan. Salah satu indikasinya adalah tidak adanya dokumen Berita Acara Penilaian Keberhasilan Reklamasi.
Masalah rehabilitasi yang berikutnya adalah peraturan mengenai reklamasi. Windy menyebutkan, Peraturan Menteri ESDM 7/2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba mengatur bahwa perusahaan tambang dapat merehabilitasi dengan mengembangkan budi daya ikan atau tempat wisata di lubang bekas tambang. Regulasi itu membuka peluang bagi perusahaan tambang melepaskan diri dari tanggung jawab.
Pengamat hukum lingkungan dari Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda, Muhamad Muhdar, punya pandangan seragam.
"Yang bermasalah adalah penerapan hukumnya," ucap Muhdar.
Interpretasi aturan tersebut, jelasnya, adalah menjadikan lubang bekas tambang sebagai tempat wisata atau budi daya ikan ketika tidak bisa direklamasi. Oleh karena itu, ia berharap rehabilitasi yang dijanjikan Anies adalah memperketat pengawasan hukum. Dengan begitu, janji Anies tadi bisa terdengar lebih realistis.
Sementara itu, menanggapi pemerataan dana bagi hasil minerba --rencana Anies yang lain di sektor pertambangan--, akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unmul, Samarinda, Purwadi, menilai wacana Anies tersebut dapat berkontribusi positif terhadap pembangunan di Kaltim. Menurut catatannya, pendapatan bersih seluruh perusahaan pertambangan di Kaltim pada 2019 saja menembus Rp 155 triliun.
"Peningkatan persentase dana bagi hasil dapat mempercepat pembangunan infrastruktur di Kaltim," terangnya. "Yang harus diingat, pemerintah daerah juga perlu memaksimalkan penyerapan anggaran," tutupnya. (*)
Senarai Kepustakaan
Rinaldi, S, E. Suryanto. Yassir, I. Biaya Reklamasi dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara di Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah. Vol 1. 2016 (356-361). ISBN: 978-602-6483-33-1