kaltimkece.id Siapa saja yang melintas di depan Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Gunung Kelua, Samarinda, barang tentu melihat sebuah rumah kayu modern di pelataran fakultas. Bangunan kayu itu memang didesain Idea Borneo bersama Fahutan Unmul dan diberi nama Rumah Kayu Nusantara. Seluruh perabotannya juga terbuat dari kayu. Biaya pembangunannya diklaim lebih murah dari rumah beton kebanyakan.
Ide mendesain Rumah Kayu Nusantara bermula dari kebutuhan tempat tinggal yang masih tinggi di Indonesia. Mengutip pemaparan Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada 2021, kebutuhan rumah nasional mencapai 11,4 juta unit. Bank Dunia menaksir, perlu Rp 1.000 triliun untuk memenuhi kebutuhan papan tersebut.
"Pasar ini sangat besar bagi industri perkayuan bila mampu memenuhi kebutuhan tersebut," jelas Prof Rudianto Amirta, dekan Fahutan Unmul, kepada kaltimkece.id. Prof Rudi berpandangan bahwa peluang ini bisa ditangkap dengan mengembalikan komponen kayu ke dalam konstruksi sipil perumahan modern.
Pendek cerita, Fahutan Unmul segera memaparkan desain rumah kayu pada 2023. Perusahaan batu bara PT Multi Harapan Utama tertarik menjadi sponsor. Idea Borneo, sebuah perusahaan furnitur kayu di Kutai Kartanegara, dilibatkan dalam proyek ini.
Sebuah rumah kayu tipe 64 akhirnya berdiri di lahan seluas 6 x 11 meter. Rumah itu terdiri dari dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang keluarga, dan ruang tamu. Rumah Kayu Nusantara, nama prototipe itu, tergolong rumah mewah. Fondasi dan tiang utama terbuat dari kayu ulin. Atap dan rangkanya dari bengkirai. Sisi lain seperti dinding dan lantai terdiri dari kombinasi kayu sungkai dan meranti.
Semua material kayu juga dipernis sehingga menghasilkan warna yang mengkilap. Adapun yang tidak kasat mata adalah kayu-kayu itu telah dilabur dengan cairan kimia. Material kayu ini bebas rayap, serangga, termasuk tahan api.
"Stigma rumah kayu itu gampang terbakar atau mudah rapuh dimakan rayap sudah tidak berlaku," yakin Prof Rudi. Ia menghitung usia Rumah Kayu Nusantara dapat bertahan selama 20 tahun.
Desain rumah kayu menyesuaikan kondisi tanah Kalimantan yang kebanyakan rawa-rawa sehingga rawan banjir. Rumah ini diberi "kaki" setinggi 20 sentimeter sehingga disebut rumah panggung. Ketinggiannya dapat diatur sesuai kebutuhan.
"Biaya pembangunan adalah Rp 5.625.000 per meter persegi atau Rp 336 juta untuk rumah tipe 64," terang guru besar yang juga alumnus Fahutan Unmul tersebut.
Ongkos membangun Rumah Kayu Nusantara disebut lebih rendah dari rumah beton dengan jenis dan tipe yang sama. Biaya pembangunan rumah beton modern atau rumah mewah di Samarinda adalah Rp 6 juta sampai Rp 7 juta per meter persegi (Rp 384 juta hingga Rp 448 juta untuk tipe 64). Dengan demikian, pembangunan rumah kayu ini lebih murah Rp 112 juta daripada rumah beton sejenis.
"Malahan, dengan total biaya Rp 360 juta saja, rumah kayu ini sudah dilengkapi bermacam furnitur," jelas Prof Rudi bak seorang tenaga penjualan properti.
Ia menjelaskan bahwa mebel-mebel tersebut terdiri dari satu kitchen set, satu set meja ruang tamu empat kursi, satu kasur bertingkat, serta kursi dan meja kerja. Semua perabotan dibuat dengan desain yang foldable atau mudah dilipat. Tujuannya adalah menghemat ruang.
Rumah Kayu Nusantara ini dilengkapi teknologi face recognition di pintu rumah. Atap rumahnya menyatu dengan panel surya. Penghuninya dijamin lebih irit membayar tagihan listrik. Sistem kelistrikan rumah ini sudah hybrid.
Lebih dari itu, rumah kayu ini lebih ramah lingkungan. Mengutip laporan The Economist, beton yang dibuat dari material semen, pasir, air, dan batu kerikil dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca yang cukup besar. Produksi semen per tahun sebesar 5 miliar ton telah menyumbang 8 persen dari total emisi gas rumah kaca.
Material seperti semen diperoleh dari pertambangan dan dilebur di smelter sehingga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang cukup besar. Hal itu berbeda dengan sifat kayu yang dapat diperbaharui melalui penanaman kembali selama dalam pengawasan yang ketat.
"Salah satunya melalui sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK. Sistem ini memastikan bahwa sumber material kayu diperoleh melalui proses reboisasi," jelas peraih doktor dari Universitas Kyoto, Jepang, tersebut.
Akademikus teknik sipil di Samarinda, Tumingan, setuju bahwa rumah kayu yang didesain Fahutan Unmul lebih ramah lingkungan. Metode levelling atau rumah panggung pada dasarnya adalah bagian dari kearifan lokal Kalimantan. Rumah tipe ini tidak menutupi permukaan tanah. Air pun bisa mengalir dan meresap ke dalam tanah.
"Berbeda dengan rumah beton yang cenderung menutupi fondasi sehingga membuat ruang air menyempit," sebutnya. Ia menambahkan, penggunaan model rumah panggung, terlepas dari modifikasinya, sesuai karakter Samarinda di dataran rendah.
Penggunaan kayu ulin untuk fondasi dan tiang juga cocok. Kayu ini tahan segala cuaca. Yang paling penting, ingatnya, kayu harus melewati proses pengeringan sebelum dipakai. Pengeringan akan mencegah kayu melengkung karena penyusutan. Selama segala prosesnya benar, ia memprediksi Rumah Kayu Nusantara dapat bertahan hingga 20 tahun.
Sudah Dibangun di IKN
Berawal dari satu prototipe rumah di Fahutan Unmul, dua model yang sama dibangun di Ibu Kota Negara Nusantara. Kedua bangunan itu menjadi bagian dari Miniatur Hutan Hujan Tropis di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN.
"Jaraknya sekitar 7 kilometer dari Istana Negara," terang Prof Rudi.
Kedua rumah itu dibangun seperti proyek 'Bandung Bondowoso.' Bekerja sama dengan PT Tirta Investama, perusahaan naungan Danone tersebut hanya punya 12 hari bekerja mulai 4 Desember 2023.
Beruntungnya, kata Prof Rudi, presiden sempat menunda kedatangannya ke IKN. Ada tambahan dua hari sehingga durasi kerja menjadi 14 hari.
Miniatur Hutan Hujan Tropis merupakan gambaran IKN sebagai kota hutan yang berprinsip memiliki 65 persen kawasan hutan tropis. Di belakang dua prototipe Rumah Kayu Nusantara itu, 80 jenis tanaman endemik khas Kalimantan ditanam.
Prof Rudi mendampingi kedatangan Presiden Joko Widodo pada 20 Desember 2023. Ia berharap, rumah ini menjadi katalis rumah-rumah kayu lain di Indonesia. Berkaca dari Jepang, negara tersebut memiliki regulasi penggunaan material kayu sebesar 25 persen dalam proses konstruksi. Peraturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Pemerintah Jepang Nomor 36 Tahun 2010 tentang Penggunaan Material Kayu dalam Bangunan.
Indonesia dinilai perlu menggali kebijakan serupa. Industri perkayuan Tanah Air disebut tengah memasuki masa senja. Anggapan itu muncul karena kegagalan memahami potensi industri kehutanan. Prof Rudi berpendapat bahwa pengelolaan hutan seharusnya seimbang secara ekonomis maupun ekologis.
Itu sebabnya, Fahutan Unmul terus berfokus kepada riset yang dapat memproyeksikan peluang dari industri kehutanan. Pada masa mendatang, sektor kehutanan Indonesia tidak perlu lagi terlampau bertumpu pasar ekspor. Potensi pasar dalam negeri seperti pemenuhan kebutuhan papan adalah contohnya. Ketika potensi itu bisa dijamah, industri perkayuan nasional pun lebih bergairah. (*)