kaltimkece.id Hendro Lismono tiba-tiba terjaga dari istirahat malam. Kamis pada subuh itu, 19 Juni 2025, pukul 04.50 Wita, pria berusia 35 tahun itu dikagetkan dentuman tak jauh dari rumahnya di Jalan Habibah, RT 04, Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara. Suara bergemuruh itu disertai getaran yang berulang.
"Getaran terasa hingga tiga kali," ucap Hendro yang juga sekretaris RT 04 kepada kaltimkece.id, Selasa, 24 Juni 2025.
Ia pun bergegas ke luar rumah. Hendro kaget ketika melihat api yang membumbung tinggi. Ia menyebut, kemunculan api disertai bau gas yang menyengat. Merasa khawatir, ia segera menghubungi Chaidil Ridwan, ketua RT 04 Kelurahan Jawa.
Rupanya gemuruh keras juga terdengar dari rumah Chaidil yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah Hendro. "Suaranya seperti guntur saat akan turun hujan. Ternyata sumber suara itu dari pengeboran minyak dan gas milik PT Pertamina EP Field Sangasanga," ucap Chaidil.
Lokasi pengeboran sekitar 800 meter dari Jalan Poros Sangasanga-Samboja. Chaidil mengatakan, peristiwa tersebut berdampak bagi warga terutama yang bermukim di RT 02, 04, 05, dan 08. Dampak itu di antaranya air yang semula bening menjadi kecokelatan disertai bau seperti minyak mentah. Sejumlah warga juga disebut mengeluhkan bau yang menyengat di udara. Selain itu, drainase juga keruh dan berlumpur.
Keesokan harinya, pada Jumat, 20 Juni 2025, Pertamina disebut memberikan sejumlah bantuan kepada warga yang bermukim di sekitar titik pengeboran. Bantuan berupa minuman penambah daya tahan tubuh dan masker agar tidak terpapar penyakit akibat bau yang menyengat.
Bersamaan dengan itu, PT Pertamina EP Field Sangasanga memberikan air mineral dalam bentuk botol kepada warga RT 01 hingga 09 Kelurahan Jawa. Bantuan tersebut diberikan melalui posko kesehatan yang didirikan oleh Pertamina. Namun karena membeludaknya warga, mulai Senin, 22 Juni 2025, bantuan air dialihkan ke setiap stasiun pengisian ulang air minum di Kelurahan Jawa.
"Jadi warga bisa mengisi ulang air minum setiap hari di stasiun pengisian maksimal dua kali per keluarga," kata Chaidil.
Ia melanjutkan, tidak semua warga mengonsumsi air dari perusahaan milik daerah (perumda) termasuk dirinya dan keluarga. Chaidil hanya memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan mandi cuci kakus. Namun, sebagian warga lain memanfaatkan air perumda untuk dikonsumsi dan membersihkan makanan. Hampir sepekan setelah semburan, warga belum diizinkan mengonsumsi air milik perumda.
"Karena masih menunggu hasil uji laboratorium," ucapnya. Pengujian disebut oleh Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga sejak Sabtu lalu atau 21 Juni 2025. Hasil pengujian keluar setelah 14 hari kerja.
Pemberian bantuan berupa air minum tersebut menyusul pemberitahuan resmi dari Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga. Melalui surat bernomor 690/15/PERUMDA-SSG/VI/2025 yang dikeluarkan pada 21 Juni 2025, Kepala Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga, Maryati, mengatakan bahwa kualitas air di intake Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga menurun karena adanya pencemaran dari Pertamina. Untuk itu, pemanfaatan air bersih harus dibatasi.
"Air yang didistribusikan saat ini bukan untuk dikonsumsi melainkan hanya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan MCK," ucap Maryati dalam keterangan tertulisnya.
Terganggunya pasokan air bersih di Sangasanga diduga karena limbah cair yang berasal dari semburan hasil pengeboran sumur. Limbah disebut mengalir melalui parit hingga bermuara ke Sungai Mahakam. Sejumlah warga juga disebut mengeluhkan tidak adanya pemberitahuan sebelumnya mengenai ledakan. Maka dari itu, ledakan pada Kamis subuh tersebut menimbulkan kepanikan terutama warga RT 04.
Rabu, 25 Juni 2025, kaltimkece.id mengirim sejumlah pertanyaan kepada tim Humas PT Pertamina EP Field Sangasanga, Bustaman Taking, untuk meminta informasi seputar ledakan tersebut. Termasuk pula, mengonfirmasi dugaan terganggunya pasokan air di Sangasanga dan keluhan warga serta batas waktu pemberian bantuan oles perusahaan kepada warga. Namun demikian, upaya konfirmasi tersebut belum mendapatkan jawaban.
kaltimkece.id hanya memperoleh keterangan tertulis dari Senior Field Manager PT Pertamina EP Sangasanga Field, Sigid Setiawan. Dalam keterangan itu disebutkan bahwa semburan yang keluar adalah fluida dari dalam sumur akibat tekanan reservoir (formasi batuan bawah tanah yang menyimpan cadangan migas) yang ternyata lebih tinggi dibandingkan tekanan hidrostatik lumpur bor yang berbahan dasar air atau water-based mud.
Peristiwa di Sangasanga juga disebut semburan gas kering bercampur air yang berhasil dihentikan pada Sabtu sore, 21 Juni 2025. Semburan itu diklaim tidak menimbulkan ledakan ataupun api. Pernyataan ini berbeda dengan keterangan warga yang mendengar ledakan diikuti oleh api yang membumbung tinggi.
Kembali ke keterangan tertulis Sigid, disebutkan bahwa tidak ada korban cedera maupun fatalitas dalam kejadian ini. Selama penanganan kejadian, tidak terindikasi gas beracun yang membahayakan. Secara periodik, perusahaan juga mengukur kualitas udara yang terindikasi aman.
"Kejadian semburan seperti ini merupakan risiko yang sudah dimitigasi dalam setiap kegiatan pengeboran sumur migas," ucap Sigid dalam keterangan tertulisnya.
Mengenai upaya menormalisasi layanan air bersih bagi pelanggan Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga, PT Pertamina EP Field Sangasanga disebut bersinergi dengan perumda untuk menguras dan pembersihan fasilitas water treatment plant (WTP) dan reservoir; pembongkaran dan penggantian media filter; serta pembilasan jaringan pipa distribusi air.
Untuk penggantian total media filter, PT Pertamina EP Field Sangasanga memberikan dukungan logistik berupa 13.500 kilogram karbon aktif, 11.800 kilogram pasir silika, dan 1.250 kilogram poly aluminium chlorida, serta biaya operasional untuk pengurasan dan pembersihan menyeluruh fasilitas WTP Perumda. (*)