kaltimkece.id Dugaan penambangan ilegal di Kawasan Hutan Lempake, Samarinda Utara, yang berstatus kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) dikelola Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, memasuki babak baru. Sejumlah saksi disebut telah diperiksa dalam kasus ini.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Kalimantan Leonardo Gultom bersama Komisaris Besar Polisi Juda Nusa Putra selaku direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim.
Senin, 6 Mei 2025, DPRD Kaltim menggelar rapat dengar pendapat terkait kasus penambangan ilegal di KHDTK. Rapat gabungan yang digelar Komisi II, III, dan IV mengundang sejumlah pihak dari aparat penegak hukum, sejumlah dinas terkait, hingga perwakilan Universitas Mulawarman.
Kepala Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultum memaparkan, bahwa penyelidikan pihaknya berawal dari laporan yang masuk pada 8 April 2025. Sejumlah keterangan dikumpulkan hingga 14 April 2025. "Setelah itu dirapatkan bersama Polda Kaltim, disepakati naik ke tahap penyidikan," ungkapnya.
Setelah status naik, Polda pun menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang dilanjutkan pemerikasaan sejumlah saksi hingga 28 April 2025. Saksi-saksi itu terdiri dari tiga mahasiswa Unmul, dua orang dari pengelola KHDTK Unmul, serta empat karyawan dari perusahaan pemilik izin usaha pertambangan berinisial KSUP. Perusahaan ini berbatasan langsung dengan KHDTK Unmul.
Kombes Judo Nusa menambahkan, bahwa tiga mahasiswa Unmul yang diperiksa menceritakan melihat kegiatan penambangan batu bara di KHDTK Unmul pada 5 April 2025 saat sedang penelitian di sana. Terdapat lima alat berat dan dua mobil pikap yang mereka saksikan saat itu. Mereka sempat berinteraksi dengan satu mandor berinisial RS dan satu pekerja kasar berinisial A. Dari hasil obrolan tersebut, diketahui bahwa aktivitas penambangan tersebut telah berlangsung sejak 3 April 2025.
"Yang mengerahkan menurut keterangan saksi adalah pria berinisial F dari KSUP," ungkap Juda.
Dua pengelola KHDTK Unmul memberikan keterangan serupa. Polda Kaltim kemudian menemui pria berinisial F yang disinggung sebelumnya. Pria tersebut mengaku tidak tahu menahu aktivitas penambangan di KHDTK Unmul. "Ia bahkan menyebutkan mengetahui aktivitasnya masuk KDHTK itu dari media sosial," beber polisi melati tiga itu.
Meskipun begitu, F mengakui bahwa sempat mengirimkan surat permohonan kerja sama kepada rektor Unmul pada 12 Agustus 2024. Namun, saat itu permohonan kerja sama untuk mengelola pertambangan di kawasan KHDTK Unmul tak ditanggapi sama sekali.
Keterangan serupa diberikan humas KSUP berinisial IP. Polda Kaltim kemudian memeriksa dua operator alat berat dari PT KSUP berinisial S dan RB. Senada, mereka juga mengaku tak tahu menahu dan hanya mengetahui dari pemberitaan media sosial. "Menurut keterangan mereka, perusahaan sedang memperbaiki jalan kampung di lokasi tambang KSUP yang resmi," sebut mantan analis bidang pidana tertentu Badan Reserse Kriminal Polri.
Juda mengakui menemui sejumlah hambatan seperti hilangnya sejumlah alat berat yang awalnya sempat direkam oleh mahasiswa Unmul. Meskipun begitu, ia akan segera mencari dua orang yang ditemui mahasiswa saat pertama kali mendapati aktivitas penambangan ilegal. Yaitu mandor berinisial RS dan pekerja kasar berinisial A.
"Saudara RS dan A adalah saksi kunci yang akan segera kami dapatkan dalam sepekan," ucapnya yakin.
Wakil Rektor Bidang Kerjasama Unmul, Mohammad Bahzar, mengonfirmasi keterangan F. Ia mengakui bahwa Rektorat Unmul pada 12 Agustus 2024 mendapatkan ajakan untuk kerja sama pertambangan oleh PT KSUP. "Namun ajakan itu tidak kami balas karena KHDTK itu kewenangan Kementerian Kehutanan, bukan Rektorat Unmul," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Pengelola KHDTK Rustam menyebutkan, bahwa sedari awal posisi KHDTK beririsan dengan sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) batu bara. Di area selatan KHDTK, bahkan terdapat 1,3 hektare kawasan KHDTK yang tumpang tindih dengan IUP batu bara. "Dari analisis kami, di bagian utara malah lebih luas lagi," tuturnya.
Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto mengakui adanya tumpang tindih perizinan tersebut. Dari analisis spasial, konsesi lahan KSUP sendiri tumpang tindih dengan KHDTK seluas 0,14 hektar di kawasan selatan. Sedangkan di utara, perizinan KSUP tumpang tindih dengan perusahaan lain berinisial B.
Kemudian, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Fahmi Prima Laksana, menyebutkan bahwa KSUP mengantongi izin pertambangan sejak 2010 dari Pemerintah Kota Samarinda. Ketika proses perizinan pertambangan beralih dari kota ke provinsi, KSUP mengurus izin ke DPMPTSP Kaltim pada 2015. Selain perpanjangan, saat itu KSUP juga mengajukan perluasan lahan 1,71 hektare yang dikelola KHDTK Unmul untuk aktivitas pertambangan.
"Namun saat itu pengajuan menunggu izin dari Kementerian Kehutanan. Kemudian pada Desember 2020 kewenangan izin pertambangan beralih ke pusat," paparnya.
Di akhir RDP, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Muhammad Darlis selaku pimpinan rapat menyimpulkan bahwa aktivitas penambangan di wilayah KHDTK Unmul merupakan pelanggaran hukum baik dari sisi perdata maupun pidana.
Dari sisi perdata, Darlis meminta Unmul menghitung perkiraan kerugian secara materi atas aktivitas penambangan di wilayah KHDTK Unmul. Pemprov Kaltim juga diminta memfasilitasi Unmul dalam melakukan penghitungan kerugian.
"Penghitungan itu dapat menjadi bahan untuk penuntutan secara perdata," sebutnya.
Sedangkan untuk masalah pidana, politikus Partai Nasdem berlatar kehutanan ini meminta Balai Gakkum Kehutanan Kalimantan beserta Polda Kaltim untuk menangani kasus secara transparan. Mengenai janji pemeriksaan saksi kunci dalam sepekan, DPRD Kaltim memberikan tenggat yang lebih longgar namun meminta penyelesaian kasus secara konkret.
"Kami beri waktu paling lama dua pekan untuk penetapan tersangka," tegasnya.
Ditemui selepas RDP, kuasa hukum Unmul, Haris Retno Susmiyati menyebutkan akan melaksanakan rekomendasi DPRD Kaltim untuk menghitung valuasi ekonomi maupun potensi tuntutan secara perdata.
"Sambil menunggu temuan kepolisian, valuasi akan menjadi bahan dalam tuntutan perdata bahkan permintaan untuk evaluasi izin pertambangan mereka," ucap pengajar mata kuliah Hukum Agraria tersebut.
Meskipun begitu, Retno meminta agar penanganan kasus penambangan ilegal ini jangan mencari kambing hitam. Ia secara tegas meminta agar aparat penegak hukum mencari aktor sebenarnya di balik aktivitas tersebut.
"Seringkali yang diproses hukum di kasus seperti ini hanya sekelas operator. Padahal operator itu pasti bergerak berdasarkan perintah karena diperlukan modal besar di belakangnya," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, enggan berkomentar banyak saat wawancara cegat. Ia hanya menyebutkan bahwa akan menyelesaikan perkara kasus tambang ilegal di hutan pendidikan Unmul hingga tuntas. (*)