kaltimkece.id Wundari tercekat melihat layar gawainya saat sedang bertamasya di Pulau Jawa. Kamis, 19 Juni 2025, ia membaca seliweran komen di grup WhatsApp yang mengabarkan terjadi ledakan sumur minyak dan gas milik PT Pertamina EP (PEP) Sangasanga Field. Lokasi itu tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara.
Perempuan 51 tahun itu memutuskan mengakhiri liburan setelah kabar ledakan sumur migas itu berdampak kemana-mana. Setiba di rumah pada Sabtu, 21 Juni 2025, benar saja, dampak ledakan masih terasa. Air leding dari Perusahaan Umum Daerah Tirta Mahakam Cabang Sangasanga terlihat berwarna kuning dan berbau minyak.
Ingatan Wundari sontak kembali ke kejadian 1988, ia tak ingat persis bulannya. Saat itu, usia Wundari masih belasan tahun ketika perusahaan pengeboran minyak dan gas milik swasta terjadi kebocoran gas di salah satu sumur. Warga di radius terdekat memutuskan berjaga rutin di pos ronda. Kabar kebocoran gas berawal dari teriakan salah satu warga yang sedang berjaga.
"Akhirnya satu per satu warga pergi mengungsi," kenangnya getir.
Bau gas beracun saat itu sangat pekat. Semburan lumpur seingat Wundari berlangsung sekira sepekan. Seluruh warga di Kelurahan Jawa memutuskan mengungsi setelah didahului korban jiwa. Dua warga tewas menghirup gas beracun saat berupaya menyelamatkan kerbau ternak. Kerbau itu turut meregang nyawa.
Ingatan kolektif pun melekat di sebagian warga yang tinggal di Kelurahan Jawa sejak 1980-an. Trauma itu muncul ketika mencium bau gas pada Kamis, 19 Juni lalu. Meski kebocoran gas kali ini tak menimbulkan korban, sejumlah warga memilih mengungsi sementara.
Melalui rilis resmi yang diterima kaltimkece.id, pada 25 Juni 2025, Senior Field Manager PEP Sangasanga Field, Sigid Setiawan, memastikan tidak ada indikasi udara tercemar gas beracun yang membahayakan. Secara periodik, katanya dalam rilis itu, perusahaan mengukur kualitas udara dan saat ini terindikasi aman.
Sigid mengakui semburan fluida dari dalam sumur berupa gas dan lumpur keluar secara spontan jika tekanan alami tidak mampu dikendalikan sepenuhnya oleh sistem pengaman sumur. Sehingga, yang terjadi adalah semburan gas kering bercampur air. Sigid membantah jika semburan pada 19 Juni lalu berupa ledakan api.
"Rekaman video semburan api yang tersebar di media sosial merupakan api yang digunakan untuk menurunkan tekanan serta melepaskan gas berbahaya. Jadi, kejadian semburan seperti ini merupakan risiko yang sudah dimitigasi dalam setiap kegiatan pengeboran sumur migas," ungkap rilis itu.
Atas kejadian tersebut, perusahaan yang meraih penghargaan "platinum" pada ajang The 17th Annual Global CSR & ESG Summit 2025 yang berlangsung di Ho Chi Minh, Vietnam, pada 26 Februari lalu itu, telah menurunkan tim teknis untuk menghentikan semburan lumpur bercampur gas tersebut. Semburan berhasil dihentikan tiga hari setelah kejadian pada Sabtu, 21 Juni 2025 sore.
Mengenai tercemarnya air leding milik perusahaan air minum, PEP Sangasanga Field telah memberikan bantuan logistik berupa 13.500 kilogram karbon aktif, 11.800 kilogram pasir silika, dan 1.250 kilogram poly aluminium chlorida, serta biaya operasional kepada Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga.
Sejumlah bantuan tersebut diperuntukkan untuk pengurasan dan pembersihan menyeluruh fasilitas water treatment plant. Selain itu, PEP Sangatta Field juga menyediakan dukungan air bersih melalui depo air setempat dan asupan penunjang kesehatan.
Perwakilan Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangsanga juga buka suara. Melalui surat nomor 690/26/PERUMDA-SSG/VII/2025 bertanggal 1 Juli 2025, Kepala Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga, Maryati, mengatakan bahwa kondisi air sudah tak lagi tercemar.
Air dinyatakan bersih setelah ada penanganan kualitas air untuk kondisi air baku yang kemudian dipastikan dengan uji laboratorium pada 27 Juni 2025. Air leding pun dinyatakan aman untuk segala keperluan.
Sebelumnya, pada 21 Juni 2025 Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga melalui surat nomor 690/15/PERUMDA-SSG/VI/2025 mengeluarkan peringatan pencemaran air dan membatasi penggunaan air leding hanya untuk mandi, cuci dan kakus, karena tak layak minum.
Warga lain, Nurdayanti mengakui bantuan air bersih dari PEP Sangasanga Field berupa dua galon air bersih yang mulai diberikan sejak dua hari setelah kejadian semburan gas. Namun, ia menilai 32 liter air jauh dari cukup. Terlebih bagi warga yang memiliki bayi. Bantuan kesehatan yang disebutkan PEP Sangsanga Field hanya berupa susu kaleng serta vitamin b kompleks.
Bantuan itu pun terhenti mulai 1 Juli 2025 usai keluarnya surat dari Perumda Tirta Mahakam Cabang Sangasanga. Padahal, meski air leding sudah tak berwarna akan tetapi bau gas masih tercium. "Baru hari ini air betul-betul terasa bersih," ucap Nurdayanti usai ditemui kaltimkece.id pada Kamis, 3 Juli 2025, di Kelurahan Jawa.
Nurdayanti juga menyangsikan keterangan PEP Sangasanga Field yang menyebutkan tidak ada gangguan terhadap kualitas udara. Ia bersama suaminya, Suhardi, merasakan penurunan kesehatan sejak kejadian semburan gas. Beberapa warga lain turut merasakan hal sama.
"Mulai dari sakit kepala, mual hingga sesak napas," keluhnya.
Melalui konferensi pers secara daring pada Jumat, 4 Juli 2025, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mengkritisi penanganan PEP Sangasanga setelah dua pekan ledakan lumpur bercampur gas terjadi. Jatam menyebutkan bahwa radius 700 meter antara lokasi sumur migas dengan permukiman terhitung beresiko tinggi. Terlebih, ancaman ledakan semburan lumpur dan gas beracun sewaktu-waktu masih bisa terjadi.
Respons Pertamina dua pekan ini, ujar Jatam, seharusnya tak sebatas mengeluarkan rilis tanpa disertai membuka buku rekaman log kegiatan harian berikut rekaman CCTV dari proses pengeboran hingga terjadinya ledakan di sumur migas LS-P175.
Melihat kondisi kesehatan warga, Jatam Kaltim juga mendesak agar pemeriksaan lingkungan udara selama 24 jam perlu dilakukan. Khususnya di RT 04, RT 05, RT 08, RT 06, dan RT 02 yang berdekatan dengan lokasi sumur.
Temuan Jatam Kaltim pun menyebutkan adanya jumlah bantuan yang tidak merata. Di RT 04 misalnya, susu kaleng dan vitamin yang diberikan hanya berjumlah 48 kaleng. Padahal, penduduk yang mendiami kawasan tersebut berjumlah 166 kepala keluarga.
Jatam Kaltim pun menilai bahwa PEP Sangasanga Field diduga melanggar sejumlah ketentuan hukum. Pertama, Pasal 2 ayat (3) UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyebutkan kewajiban pencegahan, penanggulangan, pencemaran serta pemulihan kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas eksplorasi.
Ketentuan serupa juga berlaku pada peraturan turunannya, yaitu PP 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, kemudian Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 32/2021 tentang Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan keselamatan Instalasi dan Peralatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
"Pertamina wajib menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat terdampak, memulihkan kerusakan lingkungan, serta memberikan kompensasi yang layak," tegas Dinamisator Jatam Kaltim Mareta Sari dalam konferensi pers.
Sementara itu, masih dalam rilis tertulis, Senior Field Manager PT Pertamina EP Sangasanga Field memastikan bahwa, "Perusahaan akan melakukan evaluasi atas kejadian ini untuk menjadi pembelajaran dan mitigasi risiko di masa mendatang." (*)