kaltimkece.id Suara alunan musik Dayak menemani Albertus Nanda Pratama ketika berjalan menuju rumah Helena Oping di Kampung Long Bagun Ilir, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu. Berhenti sejenak tepat di depan rumah, berbagai tarian menyambut pria 27 tahun itu. Muda-mudi hingga lanjut usia bergantian menari di hadapannya. Diikuti sorak dan tepuk tangan masyarakat yang menghadiri.
Tak sampai setengah jam, tarian berhenti. Albertus yang sudah lengkap mengenakan pakaian Dayak berwarna hitam, mulai berjalan memasuki rumah. Cahaya matahari yang tepat di atas kepalanya. Manik-manik yang ia pakai tampak ikut bersinar.
Seketika, Helena menyambut dari pintu masuk. Keduanya lalu bergandengan memasuki ruang tamu. Hingga akhirnya duduk tepat di depan kain putih yang menempel di dinding kayu ruangan tersebut.
Kamis, 23 April 2021, siang itu, kunjungan Albertus Nanda Pratama adalah untuk melangsungkan pernikahan adat Dayak Aohengâdibaca oheng. Prosesi yang disebut Adat Besaa itu harus dilaluinya. Mengingat, Helena yang merupakan calon pengantin perempuan, berasal dari suku Dayak Aoheng. Sedangkan Albertus, adalah suku Jawa yang berasal dari ayahnya dan Dayak Bahau melalui sang ibu.
Prosesi itu juga menjadi tanda secara adat bahwa keduanya telah melangsungkan pernikahan. Namun, rangkaiannya tidak hanya itu. Ada beberapa tahapan perlu dilalui sehingga dapat dikatakan sah secara adat.
"Secara inti, tahapannya ada tiga untuk nikah Adat Aoheng. Yang pertama Besuki, lalu Adat Besaa dan Paruq," kata Sekretaris Dewan Adat Long Bagun Ilir, Antonius Irang Lavon, yang hadir dalam acara tersebut.
Besuki ialah kunjungan calon pengantin lelaki ke rumah mempelai wanita. Dalam prosesi tersebut, malam sebelum Adat Besaa dimulai, Besuki sudah dilakukan. Antonius menjelaskan bahwa Besuki merupakan pengenalan kedua keluarga besar serta memberikan informasi bahwa nikah adat akan segara dilaksanakan. Nikah adat yang dimaksud ialah tahapan selanjutnya, yakni Adat Besaa dan Paruq.
Adat Besaa menjadi acara utama dari tiga rangkaian tersebut. Proses pengesahan pernikahan secara adat, yang dalam bahasa lokal disebut sawe, terjadi pada acara ini. Tidak hanya itu, nasehat dari saudara untuk menjalani hidup berkeluarga pun terjadi ketika Adat Besaa.
"Di sini lah, larangan adat, nasehat serta pesan untuk berkeluarga diinformasikan," singkat Antonius.
Untuk tahap selanjutnya, sambung dia, barulah dilanjutkan ke acara Paruqâseperti kegiatan piknik yang harus dilaksanakan kedua pasangan tersebut.
Namun, ada beberapa yang harus diperhatikan bagi kedua pasangan. Yakni mencari kayu bakar bagi pengantin pria dan daun pisang hutan bagi perempuan. Keduanya melambangkan kehidupan keluarga yang harus dilalui. Paruq dilaksanakan pada kemudian harinya, Jumat, 23 April 2021.
"Jika semua sudah dilalui, keduanya dinyatakan sah secara adat," sebut Antonius.
Adapun pernikahan sah menurut hukum oleh pasangan tersebut telah dilakukan secara Katolik di gereja pada Rabu, 20 April 2021 lalu.
Barang yang Perlu Dipersiapkan
Dalam pernikahan adat Dayak Aoheng, beberapa barang khusus perlu disiapkan oleh calon pengantin pria. Macam jenis dan jumlah barang tersebut pun berbeda tiap perkawinan. Barang itulah yang digunakan sebagai simbol pernikahan secara adat serta nilai-nilai untuk berkeluarga.
"Jadi tergantung tingkatan keluarga yang menikah. Kalau keturunan raja banyak barangnya, menengah beda lagi, kalangan bawah beda lagi," sebut Damiaus Yangun dari Bidang Hukum Dewan Adat Long Bagun Ilir kepada kaltimkece.id.
Untuk acara pernikahan Albertus Nanda Pratama dan Helena Oping, barang yang perlu dipersiapkan calon pengantin pria ada sepuluh. Mengingat, tingkatan kasta keluarga pengantin perempuan merupakan keturunan golongan menengah secara adat atau disebut Kowi Naum.
Adapun sepuluh barang syarat adat tersebut ialah tajau meko (guci), olok eton (mandau), olok daya tolong danang (mandau tampilan), kotip hawong (tas), gelawiâseperti baju kebaya, dan inu ujung (gelang manik). Selain itu siwong tajong (sarung tajong), siwong bahalai (kain bahalai), awit (batu jala), dan siu daung atau ayam jantan. Semua barang tersebut disebutkan dalam bahasa lokal masyarakat Dayak Aoheng.
Barang tersebut diharuskan dipersiapkan pengantin. Damianus menjelaskan, intinya semua barang simbol tersebut memberikan makna tergabungnya dua orang dalam ikatan perkawinan. Melalui barang tersebut, nantinya pantangan dan larangan-larangan adat yang telah ditetapkan dalam berkeluarga melalui adat disahkan.
"Jika sudah melakukan pernikahan adat, hukum adat pernikahan berlaku. Barang-barang itu sebagai simbolnya," tandasnya mengakhiri. (*)
Editor: Bobby Lolowang