kaltimkece.id Ibu Kota Nusantara dikepung tambang. Puluhan ribu hektare lahan di ibu kota negara dilaporkan merupakan area konsesi. Upaya memperbaiki bekas tambang pun tengah disusun Otorita IKN. Hal ini untuk mewujudkan IKN sebagai hutan hujan tropis.
Jumat, 7 Juni 2024, di Hotel Novotel, Balikpapan, Otorita IKN mengadakan konsultasi publik perihal pembentukan rancangan pedoman reklamasi dan pascatambang di IKN. Acara ini dihadiri seratusan orang dari berbagai instansi mulai pemerintah pusat dan daerah, pemegang izin usaha pertambangan (IUP), penegak hukum, akademisi, LSM, hingga masyarakat sipil.
Dalam acara tersebut, Direktur Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana, Otorita IKN, Onesimus Patiung, melaporkan datanya. Ia menyebut, konsesi di IKN luasnya sekitar 87.000 hektare. Sebanyak 65 persen di antaranya akan dijadikan hutan hujan tropis.
"Kalau semua (65 persen) ditanami tanaman jenis endemik lokal, pasti hutan hujan tropis itu terwujud," sebutnya.
Perincian konsesi khusus tambang di IKN dapat dilihat di Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 301.K/MB.01/MEM.B/20. Luas area pertambangan di IKN dilaporkan 59.874 hektare. Sebanyak 37.803 hektare di antaranya berada Kawasan Pusat IKN (KPIKN). Sisanya di Kawasan IKN (KIKN).
Pada 2022, Kementerian ESDM mencatat, terdapat 63 izin pertambangan aktif di IKN. Sebanyak 42 izin di antaranya merupakan IUP komoditas batu bara, 19 IUP mineral bukan logam jenis tertentu dan IUP batuan, serta IUP khusus dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) masing-masing satu izin.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah lubang tambang di IKN mencapai 2.415 lubang. Ukurannya, sebanyak 149 lubang tambang memiliki luas 2 hektare, 211 lubang 0,2 sampai 1 hektare, dan 2.055 lubang di bawah 0,2 hektare.
Menurut Peraturan Presiden 64/2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional IKN, pemegang IUP yang masih berlaku dapat melakukan produksi mineral dan atau batu bara sampai masa perizinannya berakhir. Syaratnya, pemegang IUP wajib melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan seperti melaksanakan kegiatan reklamasi dan pascatambang.
Kembali ke konsultasi publik, Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Otorita IKN, Myrna Safitri, menyatakan, Otorita berkomitmen menuntaskan bekas tambang di IKN. Salah satu upayanya adalah menyusun rancangan pedoman reklamasi dan pascatambang melalui kajian dan pembahasan.
Rancangan pedoman ini memuat beberapa hal. Selain penyusunan dokumen rencana reklamasi dan pascatambang, juga ada penataan lahan, revegetasi, pengelolaan lubang tambang, penghitungan biaya, hingga alternatif pembiayaan. Pedoman ini disebut telah mendapat dukungan dari Asian Development Bank.
"Pedoman yang disusun ini dimaksudkan untuk mempermudah para pemegang IUP dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang sehingga dapat mendukung pencapaian ESG (environmental, social, and governance) perusahaan," jelas Myrna. Pembentukan pedoman, tambahnya, juga supaya kegiatan perusahaan dapat menyesuaikan dengan tata ruang dan kebijakan pembangunan IKN.
Ketua Forum Reklamasi Tambang Indonesia, Ignatius Wurwanto, mendukung upaya yang dibuat Otorita IKN. Hanya saja, ia mengingatkan mengenai pentingnya identifikasi tanah yang akan menentukan keberhasilan reklamasi jangka panjang.
Kepala Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Hidup Samarinda, Ivan Yusti Noor, memberikan masukan tambahan. Ia berharap, pedoman reklamasi dan pascatambang di IKN turut mengakomodasi kepentingan satwa liar.
"Dalam koridor satwa liar juga terdapat areal bekas tambang," sebutnya.
PT Multi Sarana Afindo adalah salah satu pemegang IUP di IKN. Heri Haryanti selaku utusan PT Multi Sarana Afindo menyampaikan bahwa perusahaannya telah membuat sejumlah rencana untuk memperbaiki bekas tambang. Rencana itu antara lain menjadikan bekas tambang sebagai pabrik kayu, daerah wisata, peternakan sapi, dan persawahan. (*)