kaltimkece.id Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono beserta wakilnya, Dhonie Rahajoe, mundur bersamaan dari jabatan. Kendati Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa keduanya mundur karena alasan pribadi, tidak demikian halnya pandangan sejumlah pihak. Sejumlah analisis pun mengemuka.
Rabu, 5 Juni 2024, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadakan diskusi daring bertajuk Mundurnya Pimpinan Otorita: Bukti IKN Bermasalah? ICW bersama Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim serta Center of Economic and Law Studies (Celios) berbicara di forum tersebut.
Wana Alamsyah dari Divisi Pengelolaan Lingkungan ICW memaparkan temuannya. ICW baru saja menyelesaikan riset pengadaan barang dan jasa di IKN. Riset mereka menggunakan data yang bersumber dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan(SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Kami perlu sampaikan di awal bahwa khusus pengadaan lahan, tidak termasuk bagian dari penelitian kami," ujarnya.
Wana kemudian memaparkan bahwa alokasi anggaran IKN terus naik dari tahun ke tahun. Dalam tiga tahun terakhir ini, alokasi APBN untuk IKN meningkat dari Rp5,5 triliun pada 2022 menjadi Rp27 triliun pada 2023. Tahun ini, rencana alokasinya Rp39,8 triliun.
"Total alokasi anggaran pembangunan IKN Rp72,3 triliun," jelasnya.
Jumlah itu, sebutnya, masih jauh dari keseluruhan anggaran pembangunan IKN yang diproyeksikan menyentuh Rp466 triliun. Komposisinya sebesar Rp253,4 triliun dari investasi swasta, Rp123,2 triliun dari BUMN dan BUMD, dan Rp89 triliun dari APBN.
"Sebelumnya Jokowi sempat menjanjikan IKN tidak akan menelan APBN. Namun sekarang, proyeksi APBN yang akan dipakai mencapai 20 persen," sebutnya.
ICW mencatat bahwa dari proyeksi Rp253,4 triliun dana investasi, baru Rp52 triliun yang terwujud. Padahal, pada akhir 2024, Jokowi menargetkan Rp100 triliun sokongan dana investor ke IKN. Dana investor itu pun, sambung Wana, masih didominasi pengusaha nasional seperti Agung Sedayu Gorup dan Salim Group. Investasi asing disebut belum ada.
"Ini membuktikan bahwa IKN belum diminati investor luar negeri karena iklim investasi dan sistem yang masih korup," sebutnya. Ketidakhadiran investor asing menandakan perencanaan anggaran IKN meleset. Pembangunan IKN pun bisa membebani keuangan negara.
ICW juga menyoroti anggaran IKN yang sudah digelontorkan sejak 2019. Temuan lembaga masyarakat sipil tersebut, pemerintah telah mengucurkan Rp24,98 miliar pada 2019, Rp32,02 miliar pada 2020, dan Rp56,25 miliar pada 2021. Padahal, UU 3/2022 tentang IKN baru disahkan pada 2022.
Potensi penyalahgunaan anggaran juga disebut rentan terjadi. ICW menghitung bahwa total pengadaan jasa konsultasi mencapai 137 item. Sementara itu, pengadaan konstruksi sebanyak 43 item. Pengadaan konstruksi menelan biaya paling besar yaitu Rp38,16 triliun.
"Hasil analisis kami, ada 24 proyek dengan total anggaran Rp8,57 triliun yang memiliki potensi kecurangan tinggi. Salah satunya adalah proyek tol IKN," paparnya.
Sengketa Lahan dan Tidak Transparan
Mareta Sari dari Jatam Kaltim mengatakan, beberapa pekan sebelum mundurnya kepala dan wakil kepala Otorita IKN, masyarakat Suku Balik di Kelurahan Pemaluan, Sepaku, beberapa kali berdemonstrasi. Mereka menuntut kantor otorita dalam masalah hak kepemilikan tanah. Selama ini, warga hanya diberikan hak pakai.
Demonstrasi itu, sambung perempuan yang akrab disapa Eta tersebut, bukan satu-satunya peristiwa di IKN. Ia menyoroti sembilan petani di Pantai Lango yang sempat ditangkap Kepolisian Daerah Kaltim. Sebelumnya, para petani tersebut sempat berunjuk rasa di areal proyek bandara VVIP IKN. Mereka mengklaim bandara dibangun di lahan mereka. Eta menyebutkan, kendati telah dilepaskan, sembilan petani tersebut masih berstatus tersangka.
"Rentetan peristiwa ini bukti IKN tidak menghargai masyarakat adat sekitar dan bahkan turut melakukan kriminalisasi," cecarnya.
Eta juga menyinggung permohonan informasi Jatam Kaltim kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Jatam meminta dokumen pembangunan Bendungan Sepaku Semoy dan Intake Sepaku. Kedua proyek itu disebut berdampak terhadap lebih dari 70 KK.
"Dari tujuh dokumen (yang dimohon), baru lima yang dikabulkan,â sebutnya.
Padahal, lanjut Eta, seluruh dokumen harusnya dibuka dengan transparan berdasarkan UU 14/2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dokumen yang dimohon Jatam juga disebut bukan informasi yang dikecualikan.
Penunjukan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menggantikan kepala Otorita yang mundur akhirnya dinilai sebagai ironi. Kementerian PUPR yang disebut belum transparan justru menjadi penerus trah IKN.
Direktur Celios, Bhima Yudhistira, menambahkan analisisnya. Temuan ICW serta mundurnya pejabat tertinggi Otorita IKN merupakan sinyal buruk bagi investasi di IKN. Belum lagi masalah agraria yang disebutkan Jatam Kaltim. Investor luar negeri terutama negara maju, kata Bhima, mempunyai standardisasi tinggi untuk aspek lingkungan dan korupsi.
"Jika dilanjutkan, kemungkinan besar IKN hanya akan membebani masyarakat sebagai pembayar pajak," tegasnya.
Ia memaparkan bahwa beberapa waktu lalu Otorita IKN meneken kerja sama dengan Indonesia Investment Authority. Kerja sama itu berupa skema bundling investasi di IKN. Investasi yang seharusnya bersifat langsung dengan pembangunan fisik gedung diganti dengan jaminan Surat Berharga Negara (SBN).
"Pendek kata, untuk investor lokal pun, pemerintah sampai menerbitkan surat utang," terangnya.
Dari semua itu, Bhima menilai mundurnya kepala dan wakil kepala Otorita merupakan pertanda masalah dalam proyek IKN. Pemerintah, sebutnya, perlu mengevaluasi megaproyek tersebut secara menyeluruh.
Masyarakat juga dianjurkan lebih waswas dengan berbagai rancangan regulasi baru maupun wacana revisi undang-undang. Bukan tidak mungkin, pembentukan maupun revisi aturan tersebut hanya demi proyek IKN. (*)