kaltimkece.id IP Leather Goods dari Samarinda terus berinovasi. Selain di dunia maya, usaha menengah yang memproduksi barang-barang berbahan dasar kulit hewan itu juga menembus pasar di mal. Yang tak kalah mentereng, IP Leather Goods kini mengolaborasikan etnik lokal dalam karya-karyanya. Duit yang dihasilkan dari usaha sampingan ini cukup menggiurkan.
IP Leather Goods dibangun oleh Bahr Arung Nur Zaman, 29 tahun; dan Muhammad Zulkifli Nurdin, 27 tahun, pada pembuka 2019. Konsepnya, membuat kerajinan tangan berbahan baku kulit sapi atau kambing. Kekuatan kelompok tersebut bertambah setelah masuknya Dadang Yono Saputro, 28 tahun, pada Februari 2021. IP Leather Goods hanyalah pekerjaan sampingan bagi ketiga lelaki tersebut. Mereka juga punya pekerjaan utama.
“Modal awal kami hanya Rp 1,3 juta. Itu untuk membeli peralatan dasar dan setengah lembar kulit,” cerita Zaman kepada kaltimkece.id, Senin, 4 Oktober 2021
_____________________________________________________PARIWARA
Zaman cs membeli bahan baku kulit sapi atau kambing secara daring. Biasanya, kulit nabati atau yang lebih dikenal dengan sebutan vegetable tanned leather tersebut berasal dari Megetan, Jawa Timur; dan Jawa Tengah. Namun bukan perkara gampang mendapatkan bahan tersebut. Zaman menjelaskan, kulit nabati memang tidak susah ditemukan di pasar daring. Tapi, kulit yang pas dijadikan produk IP Leather Goods, sulit ditemukan.
Zaman cs punya patokan sendiri mengenai tekstur, ketebalan, dan warna kulit yang akan dijadikan kerajinan tangan. Bahan kimia yang dipakai membuat kulit nabati harus berasal dari alam seperti akar, daun, hingga kulit pohon. Yang paling utama, sebut Zaman, asam tanat dalam kulit nabati harus tinggi. Hal ini agar produk-produk IP Leather Goods tidak berbahaya.
“Masalahnya kalau belanja online, ‘kan enggak bisa lihat langsung barangnya. Hanya lihat dari foto saja,” ulas Zaman. Di Kaltim, sambung dia, belum ada yang menjual kulit nabati asli. Jika membuatnya sendiri, butuh waktu yang lama. Kulit sapi atau kambing yang baru disembelih, harus melawati proses menyamak atau dikeringkan di bawah sinar matahari. Penyamakan ini bisa memakan waktu tiga minggu hingga empat bulan, bergantung dari bahan kimia yang dipakai.
“Kulit harus kering betul. Kalau masih basah, lemnya enggak akan kuat,” jelas pria kelahiran Yogyakarta itu.
Setelah mendapatkan kulit nabati yang sesuai keinginan, Zaman, Zulkifli, dan Dadang, mengolahnya menjadi barang-barang yang memiliki daya jual. Seperti ikat pinggang, tas, dompet, sarung korek hingga pisau. Ada juga sarung kartu identitas, gelang, konektor masker, serta tali masker. Seluruh pengerjaannya dilakukan secara manual. Mulai dari medasain, momotong, menjahit, hingga membuat motif, dikerjakan sendiri oleh Zaman cs. Mereka mengerjakannya di sebuah workshop di Jalan Antasari, Gang Baisah, Kelurahan Teluk Lerong Ulu, Sungai Kunjung, Samarinda.
“Konsumen juga boleh memesan desain sesuai keinginan seperti menambahkan nama atau motif,” ujar Zaman.
Dijual hingga Belanda
IP Leather Goods kini lebih bervariasi karena Zaman cs meyempatkan identitas Kaltim terhadap sejumlah produkunya. Beberapa produk, terang Muhammad Zulkifli Nurdin, ditambahkan tenun ulap doyo yang biasanya dibuat oleh suku Dayak Benuaq dari Kutai Barat. Selain memperkaya variasi, perpaduan ini juga untuk mengangkat derajat Kaltim.
“Anak-anak muda sekarang, sudah banyak yang melek produk lokal,” terang Zulkifli. Meski mamadukan etnik lokal, dia memastikan, produk-produk IP Leather Goods tidak ketinggal zaman. Unsur maskulin tetap ada di setiap produknya. “Etnik budaya malah membuat kesan anti mainstream,” terangnya.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Produk-produk IP Leather Goods bisa dibeli di akun Instagram @ip.leathergoods. Selain dijual online, Zaman cs memasarkan karya-karyanya di Uniqlo Indonesia, BIG Mall Samarinda. IP Leather Goods bisa masuk ke pabrikan konveksi dan ritel global ternama itu karena mengikuti program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Neighborhood Collaboration.
Harga produk-produk IP Leather Goods tak akan menguras kantong. Paling murahnya Rp 50 ribu. Termahal Rp 500 ribu. Dalam sebulan, sebut Zaman, sekitar 20 produk bisa laku terjual. Dompet kartu dan konektor masker menjadi barang paling primadona dicari. Selain Samarinda, pembelinya berasal dari luar daerah seperti Balikpapan, Kutai Barat, Bogor, Depok, hingga Lombok. Bahkan, kata Zaman, produk IP Leather Goods pernah dipesan dari Belanda.
“Biasanya, omzet kami per bulan mencapai Rp 4 juta,” tutup alumnus Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda, tersebut.
Editor: Surya Aditya