kaltimkece.id Sepekan ini masyarakat kembali diramaikan wacana soal pengelolaan tambang. Jika sebelumnya pemerintah telah memberikan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) beberapa kawasan lahan tambang kepada ormas keagamaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, kali ini wacana memberikan izin serupa bergulir untuk perguruan tinggi.
Wacana itu bergulir sejak Senin, 20 Januari 2025, saat Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat RI menggelar rapat pleno revisi Undang-Undang 3/2020 tentang Perubahan atas UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Perguruan tinggi diusulkan dapat menerima izin pertambangan dengan cara prioritas. Alasannya, untuk meningkatkan akses dan layanan pendidikan masyarakan, salah satunya mengurangi biaya uang kuliah tunggal (UKT).
Rektorat Universitas Mulawarman menyambut positif usulan ini. Dihubungi melalui WhatsApp, Wakil Rektor Bidang Perencanaan Kerjasama dan Humas, Nataniel Denger, menyebutkan bahwa usulan itu bagus untuk pengembangan Unmul. "Apalagi, Unmul sedang menuju perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH)," ucapnya.
Sebagai informasi, saat ini Unmul masih berstatus PTN Badan Layanan Umum. Jika berstatus PTN-BH, maka Unmul memiliki otonomi penuh untuk mengurus rumah tangganya.
Meski berkonsekuensi pengurangan subsidi pendidikan dari pemerintah, namun kampus diberikan keleluasaan dalam mencari dana tambahan dari pihak swasta atau pun membentuk badan usaha untuk menjalankan aktivitas kampus. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang 12/2012, PTN-BH dapat mengelola dana secara mandiri serta dapat mendirikan badan usaha.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unmul. Ditemui awak media pada Kamis, 23 Januari 2025 Presiden BEM KM Unmul, Muhammad Ilham Maulana, menyebutkan bahwa organisasinya secara tegas menolak usulan tersebut. "Kenapa? Ini salah satu bentuk pembungkaman yang akan dilakukan oleh rezim pemerintah," sebutnya.
Menurut Maulana, pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan saja sudah keliru. Apalagi jika memperluasnya kepada perguruan tinggi. Ia pun mempertanyakan pihak-pihak mana lagi yang akan diberikan izin tambang berikutnya.
Ia menegaskan pada dasarnya perguruan tinggi dalam negara demokrasi bertugas sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Jika diberikan izin pengelolaan tambang, fungsi itu akan terancam.
Maulana pun menampik alasan akan berkurangnya pembayaran UKT apabila perguruan tinggi diberikan izin pertambangan. Apalagi, status PTN-BH justru akan mengurangi anggaran pemerintah yang dialokasikan kepada perguruan tinggi dengan status tersebut.
"Tidak ada jaminan bahwa perguruan tinggi diberikan izin tambang dapat membuat biaya kuliah semakin murah," tegasnya.
Jaringan Advokasi Tambang Kaltim turut mengeluarkan siaran pers mengenai hal ini. Jatam menyebut sejak awal pembahasan UU Minerba mengundang banyak pertanyaan, sebab agenda tersebut tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2025.
Menurut Jatam dalam siaran pers yang diunggah pada 20 Januari 2025 itu, terdapat setidaknya beberapa poin krusial yang menjadi catatan mengenai naskah revisi UU Minerba yang bukan hanya memberikan izin ke perguruan tinggi dan ormas keagamaan.
Misalnya, prioritas pemberian WIUP dengan luas kurang dari 2.500 hektare bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kemudian, pengelolaan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) oleh menteri tanpa disebutkan secara jelas kementerian yang berwenang.
Jatam Kaltim pun menilai, bahwa revisi ini mesti dilihat secara utuh. Terdapat potensi eksploitasi kekayaan alam untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Apalagi, berdasarkan data Indonesian Corruption Watch (ICW), 61 persen dari anggota parlemen merupakan pebisnis atau memiliki afiliasi dengan sektor bisnis.
"Totalnya 354 dari total 580 anggota DPR periode 2024â2029," ungkap Mareta Sari, dinamisator Jatam Kaltim dalam rilis tersebut. Dalih izin pertambangan untuk UMKM pun justru bisa semakin memuluskan bisnis-bisnis mereka.
Perempuan yang akrab disapa Eta itu menambahkan, Presiden Prabowo Subianto dan keluarganya pun disebut memiliki kepentingan langsung terhadap regulasi tersebut. Prabowo beserta saudaranya, Hashim Djojohadikusumo, memiliki beberapa konsesi batu bara di Kaltim. Di antaranya PT NE, PT NKC dan PT EPN.
Kemudian terkait PNBP yang disebut dikelola oleh menteri tanpa menyebutkan secara spesifik kementerian yang dimaksud, Jatam Kaltim menilai apabila nantinya pengelolaan PNBP jatuh kepada Kementerian ESDM, maka semakin jelas bahwa revisi UU Minerba ini hanya untuk bagi-bagi kue dari usaha pertambangan. Apalagi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia disebut juga memiliki gurita bisnis pertambangan nikel di Maluku Utara.
Upaya ini pun dapat dilihat sebagai cara pemerintah dalam "cuci tangan" terhadap kesejahteraan akademisi kampus. Padahal, seperti diketahui, tidak ada tunjangan kinerja untuk dosen pada tahun ini. Kebijakan itu sudah diteken sebelumnya oleh Nadiem Makariem sebelum Kemendikbudristek dipecah tiga.
Melihat kontradiksi itu, sejak awal usulan pemberian izin pertambangan tidak dapat dilihat sebagai upaya menyejahterakan kampus. "Jatam mengecam keras revisi UU Minerba dan menuntut pemerintah serta DPR RI untuk menghentikan seluruh proses revisi," tutup Eta. (*)