kaltimkece.id Pupus sudah harapan Nada Nabila Jatmiko menjadi presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM Unmul) periode 2023-2024. Ahad, 28 Juli 2024, Komisi Penyelenggara Pemilihan Raya (KPPR) BEM Unmul menetapkan pasangan M Ilham Maulana dan Al Fajr Nur sebagai presiden dan wakil presiden BEM Unmul. Keputusan itu dilakukan karena hanya mereka yang mendaftar Pemilihan Raya atau Pemira BEM Unmul.
Sebenarnya, Nada Nabila Jatmiko juga ingin mendaftar. Ia sudah menggandeng Afra Salimah Anggraini sebagai pendampingnya. Mereka merupakan perwakilan Fakultas Hukum serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Hanya saja, keinginan tersebut tak pernah direalisasikan.
Kepada kaltimkece.id, Nada bercerita, salah satu kejanggalan dalam pelaksanaan pemilihan raya adalah penetapan jadwal kegiatannya. Kampanye Pemira BEM Unmul, misalnya, dijadwalkan berlangsung pada 26 Juli hingga pemungutan suara pada 3 Agustus 2024. Menurut Nada, jadwal tersebut bertentangan dengan kegiatan mahasiswa Unmul sehingga kampanye jadi tidak efektif.
"Banyak mahasiswa yang masih menjalani kuliah kerja nyata di berbagai daerah di Kaltim," sebut perempuan berusia 20 tahun itu. Selain KKN, sambungnya, masih ada sejumlah mahasiswa di kampung halaman.
Atas kejanggalan tersebut, Nada membuat surat gugatan terhadap KPPR pada 20 Juli 2024. Surat itu dilayangkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Raya (Bawasra) BEM Unmul. Ia menuntut agar dilakukan penjadwalan ulang Pemira BEM Unmul serta sosialisasi yang lebih masif terhadap mahasiswa.
Berbagai upaya dilakukan Nada dan timnya agar surat gugatannya cepat mendapat tanggapan. Salah satunya adalah mendatangi kantor sementara Bawasra di Student Centre Unmul namun Ketua Bawasra tak pernah mereka temukan.
Selain itu, Nada rutin mengonfirmasi melalui ponsel. Hanya saja, belakangan, kontak ponselnya diblokir oleh Ketua Bawasra. Nada mengatakan, Ketua Bawasra pernah mengklarifikasi mengenai pemblokiran tersebut kepada Afra yang merupakan bakal calon wakilnya sebagai presiden BEM Unmul.
"Alasannya, dia merasa risih karena saya hubungi terus untuk menanyakan progres surat gugatan tersebut. Bukannya itu sudah bagian dari tugas Bawasra?" ucapnya dengan nada kesal. Setelah ia menunggu agak lama, surat gugatannya mendapatkan respons dengan hasil ditolak.
Kejanggalan berikutnya adalah masa pendaftaran calon presiden dan wakil presiden BEM Unmul. Semula, pendaftarannya berlangsung pada 21-23 Juli 2024. Hingga batas waktu itu berakhir, baru satu pasangan yang mendaftar. KPPR kemudian memperpanjang masa pendaftaran sampai 28 Juli 2024. Pengambilan dan pengembalian formulir pendaftaran serta verifikasi khusus diperpanjang sampai 28 Juli 2024 tertuang dalam dokumen berita acara benomor 053/KPPR KM UNMUL/BA/VII/2024.
Nada dan Afra berencana mengambilkan berkas pendaftaran pada masa tenggat. Akan tetapi, sebelum 28 Juli 2024 tiba, Nada mendapatkan kabar, pasangan calon Muhammad Ilham Maulana dan Al Fajr Nur ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden BEM KM. Penetapannya disebut berlangsung pada Sabtu malam, 27 Juli 2024. Pada saat inilah, Nada mengaku dicurangi.
Kejanggalan belum berakhir. Umumnya, kata Nada, sebelum penetapan pemenang, ada agenda menggugat hasil pemilihan. Agenda tersebut dipastikan tidak ada dalam rangkaian kegiatan Pemira BEM Unmul 2023-2024.
"Sejak awal, penyelenggara Pemira BEM seolah-olah cenderung berpihak kepada salah satu pasangan calon," suara Nada mulai meninggi. "Padahal, kami ingin membuat sejarah dengan menjadi perempuan pertama yang menjadi presiden BEM Unmul."
Klarifikasi Bawasra dan KPPR
kaltimkece.id menemui Muhammad Daffa Nasywan, Ketua Bawasra; dan Anugrah Ramadhani, Ketua KPPR, untuk mengonfirmasi semua tudingan yang disampaikan Nada. Daffa menjelaskan, gugatan pasangan Nada-Afra ditolak karena terjadi kesalahan dalam penulisan surat. Frasa 'gugatan', kata dia, seharusnya diajukan terhadap sengketa hasil pemilihan. Dengan begitu, apa yang dikeluhkan pasangan Nada-Afra seharusnya disampaikan melalui surat laporan, bukan surat gugatan.
Lagi pula, sambungnya, jadwal Pemira BEM Unmul--yang dipersoal oleh Nada dan Afra--sudah melalui berbagai pertimbangan. Salah satu pertimbangannya agar pemilihan raya tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Atas dua pertimbangan itulah, gugatan Nada dan Afra ditolak.
Gugatan hanya dapat dilakukan terhadap sengketa hasil pemilihan dibenarkan Anugrah Ramadhani. Mengenai tidak ada agenda menggugat hasil pemilihan, kata dia, karena dalam Pemira BEM Unmul tahun ini tidak pemilihan. Tidak adanya pemilihan dikarenakan hanya ada satu pasangan calon.
"Sengketa hasil pemilihan apa yang mau digugat kalau pemilihannya saja tidak ada?" katanya.
Mengenai penetapan secara langsung, sambungnya, hal ini sudah sesuai dengan aturan internal yang berlaku. Ia mengakui bahwa terdapat opsi lain yaitu calon tunggal melawan kotak kosong. Hanya saja, UU Pemira BEM Unmul mengatur bahwa calon tunggal otomatis memenangi pemira jika tidak ada calon lain yang mendaftar.
Ihwal hari pendaftaran, ia menyebutkan, tak ada rincian secara khusus dalam UU Pemira tentang batas hari pendaftaran. Dalam UU Pemira, perpanjangan pendaftaran dapat dilakukan maksimal selama tiga hari.
"Akhirnya, bergantung keputusan kami, mau memperpanjang satu, dua, atau tiga hari karena batas maksimalnya selama tiga hari," jelasnya.
Sementara itu, Muhammad Ilham Maulana sebagai pemenang Pemira BEM KM menyatakan bahwa Pemira BEM KM telah berjalan sesuai aturan. Ia mengklaim tidak ada keberpihakan dalam penyelenggara pemilihan raya tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Eddy Iskandar, memberikan penilaian. Menurutnya, konflik dalam arena perpolitikan di kampus merupakan hal yang wajar. Apalagi, mahasiswa di kampus cenderung berasal dari golongan dan pemikiran yang beragam.
"Yang penting sadar bahwa ini pertarungan pemikiran, bukan perseteruan," ujarnya.
Kecenderungan politik di kampus, sebutnya, ditentukan oleh organisasi eksternal. Baik organisasi berlatar belakang agama maupun pemikiran. Hal inipun dinilai wajar asalkan organisasi eksternal tidak "disetir" oleh partai di luar kampus yang menjalankan politik praktis. Eddy berharap, organisasi eksternal tetap menjalankan ideologi yang mereka bawa agar bisa terus independen.
"Sehingga tidak menghalangi mereka untuk mengkritisi kebijakan pemerintah," ucapnya.
Di sisi lain, Eddy menyayangkan terjadinya calon tunggal dalam Pemira BEM Unmul. Seharusnya, kata dia, pemira dapat menyajikan berbagai bakal calon pemimpin karena terdapat banyak organisasi eksternal dan internal di Unmul.
"Demokrasi kampus seharusnya memberikan pelajaran politik. Bagaimana mungkin kita mengkritik proses demokrasi di luar ketika di kampus berjalan dengan brutal?" pungkasnya. (*)