kaltimkece.id Belasan petinggi perguruan tinggi berkumpul di Ruang Rapat Gedung E, Kantor Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah Kaltim, Samarinda. Mereka terdiri dari perguruan tinggi negeri maupun swasta. Kehadiran mereka pada Selasa, 10 Juni 2025, memperjelas implementasi "Gratispol" terutama program kuliah gratis yang sudah ditandatangani Pemprov Kaltim dan 51 perguruan tinggi di Kaltim, pada 21 April 2025 lalu di Gelanggang Olahraga Kadrie Oening, Samarinda.
"Dari 51 pimpinan perguruan tinggi yang melakukan penandatanganan kesepakatan tempo hari, 17 ini representatif karena keterbatasan waktu," ucap Muhammad Darlis, anggota Komisi IV DPRD Kaltim selaku pimpinan rapat.
Dasmiah, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Pemprov Kaltim membuka rapat tersebut dengan deretan salindia. Di sebuah layar besar di ujung ruangan, terpampang salindia dengan latar biru bertuliskan "Gratispol Menuju Generasi Emas".
"Tahun ini, 'Gratispol' khusus diberikan kepada mahasiswa baru," sebutnya sambil menunjukkan salindia di layar. Dalam materi presentasi, target program pendidikan gratis pada tahun ajar 2025/2026 adalah 30.943 mahasiswa. Pada semester genap 2025/2026, ditargetkan membengkak 85 ribu mahasiswa.
Dasmiah menuturkan bahwa jumlah itu masih mungkin bertambah. Ia bahkan menargetkan pada tahun ajar 2025 penerima manfaat kuliah gratis mencapai 33 ribu mahasiswa. Sementara, untuk tahun ajar 2026 ditargetkan 110 ribu mahasiswa.
Sementara itu, untuk mahasiswa asal Kaltim yang kuliah di luar daerah maupun luar negeri, akan dibiayai meskipun dengan kuota terbatas. Target penerimanya pada tahun ini sebanyak 857 mahasiswa untuk luar daerah dan 89 untuk luar negeri. Tahun depan, meningkat tipis menjadi 892 untuk luar daerah dan 133 untuk luar negeri.
"Untuk yang di luar daerah hanya untuk mahasiswa yang diterima melalui jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) di sepuluh perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia," terangnya.
Selain itu, Pemprov Kaltim juga menyediakan program pendidikan gratis melalui jalur kerja sama, khusus, dan afirmasi. Jalur kerja sama berupa kemitraan dengan perguruan tinggi lain. Sedangkan jalur khusus untuk kebutuhan program studi tertentu. Dan jalur afirmasi untuk hafidz Qur'an serta mahasiswa berlatar belakang kemiskinan ekstrem.
Dasmiah memperjelas skema pembiayaan. Dikatakannya, pemberian biaya pendidikan gratis dikenakan ambang batas atas. Untuk S1 sebesar Rp5 juta, S2 Rp9 hingga Rp10 juta, serta S3 Rp15 juta. Beberapa program studi dikecualikan seperti D3 Farmasi Rp7,5 juta, S2 Kesehatan Masyarakat Rp10 juta, serta S1 Kedokteran Rp15 juta dan Rp17,5 juta untuk Pendidikan Dokter Spesialis.
Lalu, batas umur juga diberlakukan. Untuk S1, batas umur maksimal 25 tahun. Kemudian untuk S2 35 tahun, serta S3 40 tahun. Batas pemberian biaya pendidikan gratis pun dibatasi sesuai waktu normal kelulusan di masing-masing jenjang.
Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Universitas Mulawarman, Samarinda, Sukartiningsih, memberikan tanggapan dalam audiensi. Ia menyebutkan, bahwa sejauh ini Unmul telah menerima 7.000 mahasiswa dari seluruh Indonesia. "Sekitar 4.500 dari Kaltim," sebutnya.
Sejumlah mahasiswa tersebut mendaftar melalui seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) serta seleksi nasional berdasarkan tes (SNBT). Sementara itu, total jumlah mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri masih menunggu penutupan pendaftaran pada akhir bulan ini.
"Kami minta kejelasan mengenai proses pembayarannya agar tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," sebutnya.
Kekhawatiran Sukartiningsih terbilang wajar. Kalender akademik beresiko berselisihan dengan kalender anggaran, terutama semester genap yang pembayarannya berlangsung di awal tahun. Sementara, anggaran pemerintah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanda daerah umumnya cair pada Februari atau Maret.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Unmul, Nataniel Dengen menambahkan, pada dasarnya Unmul tak memasalahkan jika mesti menanggung sementara atas pembiayaan. Sebab, kini status Unmul adalah perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PTN-BLU).
Dengan status tersebut, Unmul dapat menggunakan anggaran belanja yang tersisa menjadi saldo untuk tahun berikutnya. Namun, agar menghindari temuan, Unmul memerlukan dokumen pendukung berupa nota kesepahaman serta diperkuat surat keputusan gubernur Kaltim.
Keadaan berbeda disampaikan Kepala Biro Umum dan Akademik Institut Teknologi Kalimantan, Yuspian. Ia menyebutkan, ITK yang masih berstatus satuan kerja tak dapat menggunakan sisa anggaran di akhir tahun. Sebab, anggaran tersisa mesti dikembalikan ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) RI.
Yuspian pun menyampaikan bahwa saat ini mahasiswa yang telah mendaftar melalui SNBP serta SNBT bertanya-tanya, apakah mereka harus membayar uang kuliah tunggal (UKT) saat pendaftaran ulang atau tak perlu bayar karena sudah ditanggung Pemprov Kaltim. Keluhan serupa juga disampaikan beberapa perwakilan perguruan tinggi lain.
Salah satunya Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, Samarinda, Profesor Tahir. Ia mengungkapkan UINSI mengambil kebijakan agar seluruh mahasiswa baru yang telah mendaftar tidak membayar dulu menunggu implementasi kebijakan pendidikan gratis dari Pemprov Kaltim.
Beberapa perwakilan perguruan tinggi swasta menyampaikan keluhan lain. PTS memiliki kalender akademik yang berbeda dengan PTN. Keluhan itu disampaikan perwakilan Universitas Widyagama serta Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long.
"Umumnya, kami menampung mahasiswa yang tidak lolos perguruan tinggi negeri sehingga waktu pendaftarannya berbeda," jelas Husni Thamrin selaku ketua STIH Awang Long.
Selain itu, perwakilan Universitas Widyagama, Arianto menyebutkan bahwa sebagian mahasiswa di kampusnya sebagian sudah membayar agar memperoleh nomor induk mahasiswa (NIM). "Kami menjanjikan ketika 'Gratispol' cair, maka (uang pendaftaran) akan dikembalikan," terangnya.
Keluhan lain disampaikan Karnila Willard, wakil rektor Sekolah Tinggi Teknologi Migas (STT Migas) Balikpapan. Ia menyebut ambang batas pemberian biaya pendidikan masih belum menunjang institusinya. "Biaya UKT di STT Migas itu Rp7 juta, artinya pendaftar masih harus nombok Rp2 juta," sebutnya.
Karnila mengaku kesulitan menjelaskan kepada masyarakat yang terpaku dengan kata "Gratispol". Sebab, dalam benak pendaftar, melalui "Gratispol" tidak perlu lagi ada pembayaran sepeser pun untuk masuk kuliah. Keluhan serupa juga disampaikan beberapa perwakilan perguruan tinggi lainnya.
Selain itu, ia juga meminta agar batas umur untuk pendaftar S3 diperlonggar. Sebab, beberapa pengajar lulusan S2 berminat melanjutkan pendidikan doktoral melalui program pendidikan gratis, namun terhalang batas usia maksimal 40 tahun.
Dasmiah kemudian menanggapi satu per satu keluhan tersebut. Terkait ketidaksesuaian kalender akademik dengan kalender anggaran, Pemprov Kaltim akan menyiapkan schedule transfer atau penjadwalan pengiriman biaya pendidikan secara berkala ke perguruan tinggi. "Sehingga tidak mengganggu (siklus) pembiayaan," ujarnya.
Terkait menerbitkan SK gubernur, ia masih perlu berkonsultasi dengan Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud yang saat ini sedang menjalani ibadah haji. Sedangkan untuk nota kesepahaman penggunaan dana sisa, hal ini bisa dilakukan setelah memperoleh kelengkapan data mahasiswa dari masing-masing perguruan tinggi.
Mengenai perbedaan kalender akademik di perguruan tinggi negeri dan swasta, Biro Kesra Sekretariat Provinsi Kaltim akan membedakan tenggat waktu penyerahan data mahasiswa. Untuk PTN pada Juli, sementara PTS pada Agustus. "Tetapi tidak bisa menunggu lama-lama karena APBD perubahan harus segera diketok," ungkapnya.
Sementara ini, sambung Dasmiah, anggaran perubahan akan diusulkan dengan pagu Rp165 miliar. Jumlah itu akan menambah anggaran murni yang sejauh ini berjumlah Rp770 miliar. Namun, jumlah itu masih digodok dengan DPRD Kaltim.
Untuk pengajar yang ingin melanjutkan pendidikan S3, ia memastikan diberi kekhususan. Baik guru maupun dosen akan diberikan kelonggaran terkait batas usia S3, yaitu 45 tahun. Melebihi 5 tahun dari batas usia yang berlaku sebelumnya. "Karena kalau dibatasi 50 tahun, setelah lulus sudah mendekati masa pensiun," ujarnya.
Merespons keluhan batas atas jumlah UKT yang masih belum memenuhi standar beberapa perguruan tinggi, Dasmiah menegaskan bahwa biaya pendidikan gratis berbentuk bantuan. Sebab, pada dasarnya perguruan tinggi bukan di bawah kewenangan provinsi, melainkan pusat.
"Berbeda dengan SMA, SMK serta SLB yang bebas sepenuhnya karena berada di bawah kewenangan provinsi," ucapnya.
Masalah kewenangan itu pula yang menjadi kendala saat Pemprov Kaltim bersama Kementerian Dalam Negeri membahas pembentukan peraturan gubernur pendidikan gratis. Nama regulasinya pun kini berubah menjadi "Pemberian Bantuan Pembiayaan Pendidikan Tinggi". Kata "gratis" yang semula tercantum dihilangkan.
"Dari hasil konsultasi dengan Kemendagri, yang digratiskan sepenuhnya itu hanya Papua," ungkapnya membandingkan Peraturan Pemerintah 106/2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksana Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Dalam beleid itu, Pemprov Papua berwenang menyediakan pembiayaan pendidikan secara prioritas untuk menjamin setiap orang asli Papua memperoleh pendidikan tanpa dipungut biaya. Mulai pendidikan anak usia dini sampai tingkat pendidikan tinggi
Diungkapkan Dasmiah, proses pembentukan pergub saat ini masih berlangsung alot untuk menentukan nomenklatur. Sebab, jika kata "bantuan" bermakna dana hibah, bantuan Pemprov Kaltim yang diberikan kepada perguruan tinggi tidak bisa diberikan secara terus menerus.
Mekanisme itu tercantum dalam Permendagri 14/2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos dari APBD. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa dana hibah tidak boleh diberikan secara berulang tiap tahun kepada lembaga atau instansi yang sama.
Namun, Dasmiah menegaskan bahwa penerbitan pergub masih dalam tahap konsultasi bersama Kemendagri. Ia memastikan akan berkonsultasi ke Kemendagri dengan target merampungkan pergub dalam waktu dekat.
Anggota Komisi IV, Agusriansyah, menanggapi polemik pembentukan pergub. Ia menekankan, jika pembahasan pergub selesai di Kemendagri, Pemprov Kaltim mesti segera membuat peraturan daerah turunannya bersama DPRD Kaltim. Masalah sekompleks ini perlu regulasi yang komprehensif untuk realisasi anggarannya. "Kalau hanya pergub tidak akan sekuat perda," ujarnya.
Agusriansyah menegaskan keberadaan perda membuat kebijakan bantuan pembiayaan pendidikan tinggi berumur lebih panjang, karena tidak tergantung pada pergantian kepala daerah.
Muhammad Darlis selaku pimpinan rapat juga memberikan komentar. Ia meminta agar Biro Kesra segera menyelesaikan polemik terkait regulasi maupun penyaluran anggaran ke perguruan tinggi.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengingatkan kasus di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Rumah sakit malah enggan menampung pasien dengan kartu BPJS Kesehatan karena penagihan dana ke pemerintah kerap bermasalah.
"Jangan sampai ada tunggakan ke perguruan tinggi seperti di rumah sakit dalam kasus BPJS," tekannya. (*)