kaltimkece.id “Gooool…” Selebrasi anak lelaki berusia delapan tahun itu sudah bagaikan pemain dunia saja. Idris Mandang, demikian nama bocah yang berhasil menceploskan bola ke gawang, segera dikerubungi teman-teman setim untuk merayakan gol bersama. Begitulah keceriaan anak-anak di Desa Sekkang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, melewati sore di lapangan kampung yang beralas tanah.
Menjelang senja pada pengujung 1979, keasyikan sepak-menyepak bola itu terhenti sejenak. Tiga pemuda mengenakan jas merah datang dari ujung lapangan. Dengan wajah bersahabat, mereka mengutarakan keinginan bermain bersama Idris dan kawan-kawan. Anak-anak itu tentu saja menerima dengan senang hati.
Permainan itu selesai dan ketiga pemuda tadi mengenalkan diri. Mereka mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, yang sedang kuliah kerja nyata di Pinrang. Para mahasiswa itu lantas bercerita kehidupan kampus. Idris Mandang mendengarkan kisah-kisah itu baik-baik. Ia begitu tertarik.
Pengalaman masa kecil itu melekat di kepala Idris Mandang. Sejak SD hingga SMA, ia punya satu tekad yaitu menjadi mahasiswa. Keinginan itu memang berbeda dengan kehendak kedua orangtuanya. Ayah dan ibu menginginkan Idris mendalami ilmu agama. Kuliah adalah pilihan kesekian.
“Orangtua saya adalah petani tambak udang. Jadi tidak kepikiran (untuk menguliahkan anak). Padahal, saya ingin betul seperti abang-abang itu,” kenang Dr Idris Mandang, kini calon rektor Universitas Mulawarman, Samarinda, kepada kaltimkece.id.
_____________________________________________________PARIWARA
Lelaki kelahiran 8 Oktober 1971 itu akhirnya mendaftar di Universitas Hasanuddin selulus dari SMA. Idris Mandang mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri pada 1991. Program Studi Teknik Elektro adalah pilihan pertama, yang kedua adalah Prodi Fisika. Hasil UMPTN jatuh di pilihan kedua.
Bungsu dari empat bersaudara ini menjadi orang pertama di keluarga yang duduk di bangku kuliah. Ketiga kakak perempuannya memang lulus SMA tapi tidak melanjutkan pendidikan. Di kampus, Idris Mandang menjadi mahasiswa cemerlang. Ia meraih juara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional Kategori Lomba Karya Widya Utama. Rancangan alat pengukur debit air menggunakan media komunikasi nirkabel berupa frekuensi radio yang membawanya meraih juara.
Lima tahun kuliah, ia meraih gelar sarjana pada 1996. Idris Mandang sempat bekerja di sebuah perusahaan lokal selama tiga tahun. Walaupun sudah berpenghasilan tetap, kedua orangtua Idris Mandang punya harapan lain. Mereka ingin melihat si putra bungsu menjadi pegawai negeri sipil. Tidak ingin kualat dengan orangtua, ia menuruti keinginan itu. Idris Mandang pun melamar sebagai dosen di Universitas Mulawarman pada 1997.
“Sebenarnya, saya ingin bekerja di industri migas atau semacamnya. Tapi, takut kualat,” jelasnya.
Gayung bersambut. Unmul sedang membuka formasi CPNS untuk dosen fisika. Idris Mandang pun berangkat ke Samarinda untuk mengikuti tes CPNS. Ia tinggal di sebuah indekos di Perumahan Dosen Unmul di Sidomulyo. Ada banyak pendaftar CPNS yang tinggal di situ. Idris Mandang pun mendapat teman-teman di tanah Kalimantan. Semuanya adalah teman yang sangat baik.
Nyaris Gagal Jadi Dosen
Tes CPNS di Samarinda itu kelar pada November 1997. Idris Mandang pulang ke Makassar. Ia sudah berkecil hati karena merasa kesempatan untuk diterima sangat kecil. Idris Mandang pun tidak meninggalkan alamat atau nomor telepon. Masalah panjang dimulai karena Unmul ternyata menerimanya sebagai dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Kabar itu diketahui teman-teman seperjuangan Idris Mandang di indekos Sidomulyo. Seorang teman bernama Muhammad Dahlan Balfas, kini Dekan Fakultas Teknik Unmul, berupaya mencari Idris Mandang. Dahlan bahkan membongkar berkas di bagian kepegawaian demi menemukan nomor telepon sahabatnya. Dapat. Dahlan pun segera menghubungi lewat sambungan interlokal. Akan tetapi, telepon itu diangkat orang lain.
Usut punya usut, kontak tadi adalah nomor telepon pemilik rumah kontrakan yang ditinggali Idris Mandang sewaktu kuliah. Lelaki itu, untungnya, teman Idris juga. Dialah yang kemudian mencari Idris di Makassar untuk menyampaikan kabar gembira tadi. Lagi-lagi seperti garis takdir, Idris bisa ditemukan dalam waktu singkat. Masalahnya, Idris Mandang hanya diberi waktu tiga hari untuk melapor ke Unmul.
“Saya segera di Samarinda. Ketika tiba, teman-teman satu mes langsung menghardik saya. Mereka bilang, ‘Dasar kamu itu orang kampung. Susah betul dihubungi’,” kelakarnya. “Tapi untungnya mereka baik. Semua berkas diurus. Bayangkan, cuma satu hari selesai. Saya tidak mengerti caranya.”
Resmi menjadi akademikus di FKIP, Idris Mandang berkesempatan melanjutkan studi pada 1999. Ia menerima Beasiswa Program Pascasarjana dan masuk Magister Oseanografi dan Sains Atmosfer, Geofosika dan Meterologi, Institut Teknologi Bandung. Pada 2008, ia meraih gelar doktoral di Department of Earth System Science and Technology, Interdisciplinary Graduate School of Engineering Science, Kyuushu University, Jepang.
Program doktor ini diperoleh dari beasiswa Monbukagakusho jalur rekomendasi kampus atau University to University. Ia pun terhubung jejaring akademikus global yang tergabung dalam The Oceanography Studies dan American Geophysical Union (AGU).
Kembali dari Jepang, jejak karier Idris Mandang di kampus panjang membentang. Ia menjadi ketua Laboratorium Fisika Komputasi dan Pemodelan di Fakultas MIPA (2008-2014). Idris Mandang kemudian mengabdi di Dewan Pendidikan Kaltim (2009-2014) serta menjadi sekretaris Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia (2015-sekarang). Ia juga menjabat sekretaris Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2012-2013) dan sekretaris UPT Layanan Internasional (2012-2014).
Idris Mandang menjadi dekan FMIPA pada 2014 hingga sekarang. Iklim akademik FMIPA disebutnya meningkat. Sejak 2015 hingga 2022, sudah 333 artikel FMIPA yang terpublikasi di jurnal internasional. Akreditasi sejumlah prodi meningkat seperti Fisika (Akreditasi B) dan Biologi (Akreditasi A). Idris juga terpilih dalam Tim Pembangunan Taman Wisata Mangrove dan Pusat Plasma Nutfah Indonesia untuk IKN Nusantara pada 2022.
“Saya tidak pernah membayangkan, jika teman saya (di rumah kontrakan) sudah tidak tinggal di situ atau tidak mengangkat telepon, jadi apa saya sekarang? Ini saya anggap kehendak Yang Maha Kuasa,” tuturnya.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Konsep Memajukan Unmul
Dua periode sebagai dekan FMIPA, Idris mencalonkan diri dalam pemilihan rektor Unmul. Ia menjelaskan, rencana maju dalam pemilihan rektor sudah dibahas dengan sejumlah akademikus lintas studi sejak 2019. Menurut Idris, Unmul sudah mencapai prestasi yang membanggakan tetapi tidak boleh puas.
“Kami sepakat, siapapun rektor yang baru, jangan cuma melaksanakan kegiatan lama. Harus bisa mencari cara agar naik kelas,” harapnya.
Idris Mandang membawa tagline Unmul Maju Bersama. Jika terpilih kelak, ia ingin menjadikan Unmul sebagai the best academic excellence atau pusat akademik unggul di Indonesia timur. Visinya adalah menyelenggarakan pendidikan berbasis keunggulan akademik, sumber daya manusia, dan tata kelola internal yang efektif.
Ada empat program kerja utama mewujudkan visi itu. Beberapa di antaranya seperti akselerasi pemeringkatan Unmul secara nasional dan internasional. Caranya lewat transformasi tata kelola internal yang efisien berbasis IT dan transformasi kelembagaan Unmul yang produktif. Selanjutnya adalah percepatan kinerja penelitian, publikasi, dan hak kekayaan intelektual yang diikuti percepatan dosen bergelar doktor dan jabatan fungsional lektor kepala dan guru besar.
Unmul juga dianggap memerlukan percepatan peningkatan pendapatan melalui pemanfaatan aset dan sumber daya secara maksimal. Percepatan akreditasi program studi baik internasional maupun BAN-PT A (unggul) juga harus dikejar.
Idris Mandang menjelaskan, Unmul memiliki core business yaitu akademik. Akademik terdiri dari tiga poin sesuai tridharma perguruan tinggi. Di poin pertama, ia menilai, Unmul harus berkontribusi terhadap peningkatan daya saing. Poin kedua adalah riset kampus harus meningkatkan pemasukan negara bukan pajak bagi universitas lewat komersialisasi produk riset. Sedangkan poin terakhir yaitu pengabdian masyarakat, kampus harus menjadi pusat keunggulan (center of excellence) penerapan inovasi-teknologi.
“Hilirisasi riset juga berada di pengabdian masyarakat. Itulah yang saya maksud core business Unmul,” urainya.
Khusus poin penelitian, Idris Mandang berencana me-reaktivasi guru besar dan dosen lektor kepala. Caranya dengan meningkatkan jumlah hibah riset dan penelitian. Kampus juga akan menggandeng dan memberdayakan mahasiswa melalui pembentukan program student chapter di setiap program studi dan fakultas. Program ini bertujuan mendorong mahasiswa menghasilkan penelitian dan publikasi ilmiah yang berkualitas.
“Ini salah satu prioritas saya jika terpilih. Termasuk mencari anggarannya sehingga tidak mengandalkan proposal semata,” imbuhnya.
Mengenai standar remunerasi gaji dosen, Idris beranggapan, sistem harus berpatokan kepada kinerja. Harus ada levelnya. Contohnya, urutan penulis dalam publikasi. Input datanya setiap bulan menggunakan aplikasi. “Aturan remunerasi ini harus dibuat sebagus-bagusnya, setransparan, dan seadil-adilnya,” jelasnya.
Unmul juga dinilai harus memperoleh status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Kualitas program studi yang melibatkan mahasiswa ditingkatkan melalui program student chapter. Ketika PTN-BH sudah di tangan, Idris yakin, akan berpengaruh terhadap kebergantungan kampus dari uang kuliah mahasiswa.
Tentang isu pemindahan IKN Nusantara, Idris Mandang menganggap bahwa baik rumpun ilmu humaniora maupun sains punya peran besar. Kampus harus terlibat aktif dalam pembangunan IKN. Sementara mengenai iklim demokrasi di kampus, Idris berpendapat bahwa kritik diperlukan untuk menguji perspektif seseorang. Iklim demokrasi dibangun mulai dari kampus. Ia menjamin kebebasan dosen-dosen menyampaikan kritik. Bahkan kalau perlu, membuat kotak kritik di kampus.
“Kita tentu sedih kalau ruang berpendapat itu tertutup,” ungkapnya.
Isu pelecehan seksual adalah yang terakhir. Idris menegaskan, akan memberi perlindungan bagi mahasiswi di kampus. Ia mengakui, tidak jarang pelaku kekerasan dan pelecehan seksual berasal dari kalangan akademisi. Menurutnya, jika terbukti, pelaku harus disanksi.
“Dan saya adalah orang pertama yang memberikan pelajaran bagi orang-orang seperti itu. Hal-hal begitu tidak bisa diampuni,” tegasnya.
Di luar semua itu, Idris mengaku, tidak khawatir jika tidak terpilih sebagai rektor. Kemajuan universitas tidak hanya bergantung di tangan segelintir orang. Siapapun yang terpilih justru memiliki tanggung jawab besar memajukan Unmul.
“Saya nothing to lose. Kalau tidak terpilih, tidak masalah. Yang penting ide dan inovasinya bisa menjadi bagian dari kemajuan Unmul,” tutupnya. (bersambung)
Editor: Fel GM