kaltimkece.id Pendaftaran rektor Universitas Mulawarman, Samarinda, diikuti enam bakal calon. Lima di antaranya dipastikan melaju ke tahap selanjutnya. Satu orang gagal karena dianggap tak memenuhi kualifikasi. Hal tersebut diketahui setelah rapat pleno senat Unmul selesai dilaksanakan pada Selasa, 7 Juni 2022.
Hasil rapat tersebut, menetapkan, lima dari enam bakal calon lolos menjadi calon rektor Unmul. Kelimanya adalah Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Idris Mandang; Guru Besar Program Magister Pendidikan Bahasa Inggris, Prof Susilo; Ketua Senat Unmul, Irwan Gani; Wakil Rektor Bidang Umum, Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Abdunnur; serta Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Hubungan Masyarakat, Prof Bohari Yusuf.
Satu orang yang tak lolos yakni Prof Esti Handayani. Ia menjadi satu-satunya perempuan sekaligus bakal calon termuda yang mendaftar sebagai rektor Unmul. Dalam sebuah konferensi pers, Rabu siang, 8 Juni 2021, Ketua Panitia Penjaringan, Penyaringan, dan Pemilihan Rektor Unmul periode 2022-2026, Azainil, menjelaskan, Prof Esti tak lolos karena tak memenuhi regulasi.
“Panitia hanya melihat yang tidak ditemukan, minimal ketua jurusan. Kemudian, yang memutuskan memenuhi syarat atau tidak, ya, senat,” katanya.
_____________________________________________________PARIWARA
Mengetahui gagal menjadi calon rektor Unmul, Prof Esti Handayani membuat surat terbuka sebagai klarifikasinya. Berdasarkan salinan surat yang diterima kaltimkece.id, Prof Esti menjelaskan, dirinya tak lolos karena tak memenuhi salah satu syarat yaitu memiliki pengalaman manajerial minimal dua tahun di Unmul. Ia heran dengan keputusan tersebut karena merasa memiliki pengalaman yang dimaksud.
Sebagai buktinya, ia menyebutkan pernah menjadi Ketua Program Studi Budidaya Perairan FPIK (2011-2015), Ketua Tim Akreditasi Program studi Budidaya Perairan FPIK (2012), Manajer Keuangan Layanan Internasional (2012-2014), Ketua Pusat Penguatan Kelembagaan dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Unmul (2014-2020), serta Ketua Program Studi Doktoral (S3) Ilmu Lingkungan.
Prof Esti menganggap, menjadi Ketua Pusat Penguatan Kelembagaan dan Pengabdian masyarakat dan Ketua Program Studi S3 Ilmu Lingkungan samadengan menjadi ketua jurusan. Ia menjadikan Peraturan Rektor Unmul 2/2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pengelola (OTK) sebagai acuannya. Walau demikian, ia mengaku telah mengikhlaskan tidak berkompetisi dalam pemilihan rektor (pilrek) Unmul tahun ini.
“Sebagai dosen, peneliti, dan abdi negara, tentu saya menerima keputusan tersebut. Saya tidak kecewa,” tulis Prof Esti.
Dalam keterangan selanjutnya, Prof Esti menuliskan sembilan harapan. Beberapa di antaranya, ia meminta adanya peningkatan partisipasi perempuan sebagai bakal calon rektor Unmul, afirmasi terhadap isu perempuan, dan pemberian ruang kepemimpinan terhadap perempuan. Menurutnya, Unmul harus cepat menggaet peluang kerja sama dari berbagai instansi seperti pemerintah dan swasta untuk menembangkan kampus. Untuk mencapai hal ini, pengelolaan tata keuangan yang transparan diminta harus dikedepankan.
“Unmul harus mulai mendapatkan pemasukan dari luar uang kuliah mahasiswa. Stop menjadikan mahasiswa sebagai perah. Unmul juga harus memajukan kampus swasta di sekitarnya. Jangan menjadi raja yang menindas kerajaan di sekitarnya,” sebutnya.
Prof Esti juga berharap, senat dapat mengedepankan kredibilitas calon dan program yang disajikan sebelum menentukan pilihan. Sebagai pusat kaum intelektual, kampus disebut harus mengedepankan ide, program, dan gagasan untuk mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat.
“Pemilihan rektor tidak boleh dinilai sebagai urusan suara, tawar menawar jabatan, dan politik dagang sapi belaka,” imbuhnya.
Dikonfirmasi kaltimkece.id secara terpisah, Sekretaris Senat Unmul, dr Nathaniel Tandirogang, menjelaskan lebih rinci soal Prof Esti tidak memenuhi kualifikasi sebagai calon rektor Unmul. Persyaratan pengalaman manajerial disebut tertuang dalam sejumlah peraturan. Dua di antaranya yakni Permenristekdikti 19/2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri serta Permendistekdikti 9/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unmul.
Dalam pasal 4 Permenristekdikti 19/2017, dr Nathan membeberkan, diatur soal calon pemimpin perguruan tinggi negeri (PTN) memiliki pengalaman sebagai ketua jurusan, ketua Lembaga, dan pejabat eselon II-A atau sebutan lain yang setara. Minimal pengalaman sebagai pejabat eselon II-A paling singkat dua tahun di PTN. Ketentuan pasal 4 inilah yang disebut tidak dipenuhi Prof Esti.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Mengenai Prof Esti pernah menjabat ketua program studi, dr Nathan bilang, jabatan tersebut di bawah ketua jurusan. Aturannya ada di pasal 54 huruf d Permendistekdikti 9/2015.
“Peraturan rektor yang disebut (Prof Esti) di surat, juga tidak ada. Yang ada hanya Peraturan Rektor 5/2021,” jelas dr Nathan. “Beberapa fakultas memang belum ada jurusan, baru program studi. Ada juga yang tidak memenuhi syarat jadi jurusan sehingga harus ditutup. Oleh karena itulah peraturan tersebut dikeluarkan.”
Ihwal klaim Prof Esti pernah menjabat Ketua Pusat Penguatan Kelembagaan dan Pengabdian kepada Masyarakat, dr Nathan mengatakan, kedudukan tersebut juga belum bisa dikategorikan sebagai ketua lembaga. Posisi tersebut disebut di bawah komando LP2M Unmul.
“Posisi tersebut terhitung sebagai sub atau satuan di bawah Ketua LP2M. Menjadi ketua LP2M atau LP3M, itu setara dekan di Unmul,” urainya.
dr Nathan turut mengklarifikasi sejumlah pesan yang dibuat Prof Esti tentang pilrek Unmul. Ia mengatakan, tawar menawar jabatan dan modal janji untuk menggaet pemilik suara adalah metode kuno. Ia memastikan, hal tersebut tidak terjadi dalam pilrek Unmul yang akan diselenggarakan pada Agustus 2022. Seluruh anggota senat dipastikan memilih calon terbaik. “Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” kunci pria yang pernah menjabat Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kaltim itu. (*)
Editor: Surya Aditya