kaltimkece.id Penampilan perempuan berusia 46 tahun itu terlihat nyentrik. Berkacamata berbingkai bulat dengan celana panjang bergaris terang, ia hadir di acara bertajuk "Next Gen Leaders", di Gedung Rektorat Universitas Mulawarman, Samarinda, Selasa, 17 Juni 2025.
Ya, Stella Christie, wakil menteri pendidikan tinggi, sains dan teknologi. Ia bahkan sempat berkelakar sedang memakai baju tidur ke acara tersebut. Alumnus Harvard University itu memang menjadi pembicara utama di Unmul dengan kapasitasnya sebagai wamendiktisaintek. Jurnalis Andi Flores Noya mendampinginya sebagai moderator. Turut hadir Rektor Unmul Profesor Abdunnur, civitas akademika Unmul, dan sejumlah perwakilan perusahaan.
Andy Flores Noya membuka diskusi dengan memaparkan ketimpangan di Indonesia. Ia merujuk data Badan Pusat Statistik bahwa masyarakat miskin di Indonesia mencapai angka 24 juta jiwa. Disandingkan dengan data World Bank, Andy menunjukkan angka yang lebih mencengangkan: total 194 juta jiwa masyarakat miskin.
"Dari total penduduk sekitar 250 juta, berarti mencapai 68 persen," sebutnya.
Sementara angka kemiskinan masih tinggi, lapangan tenaga kerja semakin menyempit. Perkembangan teknologi menyebabkan disrupsi yang menghasilkan gelombang pemutusan hubungan kerja di sejumlah daerah. Belum lagi keberadaan kecerdasan artifisial.
"Jadi, bagaimana anak muda mesti menghadapi tantangan disrupsi teknologi ini?" ucap host "Kick Andy" itu melempar pertanyaan kepada Stella Christie.
Pakar pendidikan kognitif itu justru berpendapat berbeda. Ia menilai tantangan yang ada sekarang tak ada bedanya dengan 20 maupun 40 tahun yang lalu. Meskipun ada kecerdasan artifisial yang semakin canggih, secara kualitatif seolah-olah tantangannya berbeda. "Tetapi sebenarnya yang diinginkan pemberi kerja itu justru bukan kemampuan koding," ucapnya.
StelIa menuturkan berdasarkan riset justru kemampuan untuk mengambil keputusan menjadi alasan utama seseorang diterima kerja. Diikuti dengan kemampuan berpikir kritis serta manajemen waktu.
"Kecerdasan artifisial itu 'kan tidak punya kemampuan untuk mengambil keputusan," sebutnya.
Pendidikan berbasis riset menurut profesor di Departemen Psikologi, Universitas Tsinghua itu adalah cara untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan. Sebab riset berawal dari upaya untuk menjawab sebuah masalah. "Jawaban yang dihasilkan sebuah riset bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, pemerintah, serta industri," ucapnya.
Tridarma perguruan tinggi, menurut Stella seharusnya berbasis riset. Mulai dari pengajaran berbasis riset, pengabdian masyarakat berbasis riset, hingga kewajiban penelitian pun harus berbasis riset. Direktur Child Cognition Center itu juga menyebutkan bahwa selama ini perguruan tinggi di Indonesia kurang memperhatikan riset sebagai basis pendidikan. Padahal upaya tersebut telah berlangsung di negara-negara maju.
Silicon Valley di Amerika Serikat menjadi salah satu contoh konkret. Kawasan di utara California tersebut dikenal sebagai tempat lahirnya inovasi teknologi ulung. Mulai dari Facebook, Google hingga OpenAI, perusahaan pemilik ChatGPT. Stanford bahkan menyediakan lahan untuk Stanford Research Park, yang kemudian dihuni oleh banyak perusahaan teknologi dan startup.
"Semua itu karena ada Stanford University berada di kawasan tersebut. Stanford memprioritaskan keterlibatan mahasiswa dalam riset," ucapnya.
Andy Noya memotong paparan Stella. Ia mempertanyakan upaya yang telah dilakukan Stella Christie selaku wamendiktisaintek. Jurnalis yang pernah memimpin Metro TV itu menekankan bahwa mahasiswa dan perguruan tinggi tak bisa bergerak sendiri. "Tetapi memerlukan bantuan instansi dan lembaga pemerintah," tekannya.
Stella Christie tersenyum tipis. Ia menyebutkan, bahwa langkah kebijakan telah diambil oleh Kemendiktisaintek berupa program maupun anggaran sehingga membantu mahasiswa maupun dosen memperoleh akses untuk riset. Dalam penganggaran misalnya, beasiswa dari Kemendiktisaintek terus ditingkatkan. Termasuk beasiswa bagi dosen dan akademikus untuk melanjutkan studi doktoral. Belum lagi penganggaran untuk dana riset.
"Tahun ini untuk dana riset kami tingkatkan dua kali lipat dari sebelumnya," ucapnya disambut dengan tepuk tangan.
Sementara untuk program, Kemendiktisaintek mempercepat batas dosen untuk melanjutkan tugas belajar. Jika sebelumnya seorang dosen ada batas minimal mengajar sebelum melanjutkan studinya, tahun ini batas itu dipangkas. "Jika sudah diangkat sebagai pegawai negeri sipil, segera dapat melakukan tugas belajar dan akan kita akui ijazahnya,â ucap dia lagi.
Kemudian, mahasiswa pun diberikan kemudahan dalam konversi mata kuliah. Mereka dapat mengikuti berbagai program magang di industri yang dapat disetarakan dengan satuan kredit semester. Termasuk kuliah daring untuk mata kuliah yang tak tersedia di kampus asal bisa dikonversi.
Selain itu, Kemendiktisaintek juga mempertemukan kampus dengan industri. Baik badan usaha milik negara (BUMN) maupun perusahaan swasta. Tujuannya agar beasiswa serta dana riset dari perusahaan pun dapat mengalir ke perguruan tinggi.
"Ibaratnya kami menjadi mak comblang," kelakarnya.
Ditemui selepas diskusi, Stella mengapresiasi program "Gratispol" yang memberikan bantuan biaya pendidikan tinggi di Kaltim. Ia menyebutkan, bahwa sebelum acara dimulai, dirinya berdiskusi bersama rektor Unmul mengenai program tersebut.
"Luar biasa. Saya rasa partisipasi dari pemerintah daerah untuk memberikan beasiswa bagi putra-putri daerah itu sangat penting, karena kita harus membangun daerah kita," sebutnya.
Ia pun berharap dengan adanya "Gratispol", Kaltim sebisa mungkin menyerupai Silicon Valley di Amerika Serikat. Jika Silicon Valley disokong oleh Stanford University, ia meyakini Universitas Mulawarman menjadi penopang di Kaltim.
Stella juga menambahkan bahwa Kemendiktisaintek berencana membangun sebuah platform berupa aplikasi atau portal untuk informasi beasiswa. Platform tersebut akan menghubungkan pemberi beasiswa baik dari pemerintah maupun swasta dengan penerima beasiswa.
"Termasuk program dari pemerintah daerah, kami upayakan sebisa mungkin," ucapnya.
Ia menekankan, bahwa bantuan biaya pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Dampaknya tak akan dirasakan langsung, namun balik modal atau return of investment itu akan dirasakan industri dan masyarakat secara luas. (*)