kaltimkece.id Dalam sehari pada Selasa, 20 September 2022, dua seminar diadakan di Gedung Bundar Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda. Yang pertama, Seminar Ilmiah Kehutanan Mulawarman atau Sikma ke-13 yang digagas Fahutan. Berikutnya adalah Rainforest Seminar Series. Penggagasnya Pulitzer Center. Sebelum di Unmul, Rainforest Seminar Series lebih dulu diadakan di Institut Pertanian Bogor.
Kedua seminar tersebut dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Akademik selaku Southeast Asia Coordinator for Education (Pulitzer Center), Profesor Harlinda Kuspradini. Dalam keterangannya, ia menjelaskan tujuan diadakan Sikma. Seminar yang diikuti 61 wisudawan dari 57 program sarjana dan empat orang dari program pascasarjana ini untuk mendiseminasikan hasil-hasil penelitian Fahutan kepada masyarakat dan mitra. Tujuannya agar perkembangan penelitian yang dilakukan para mahasiswa dan lulusan Fahutan dapat dilihat banyak orang. Dengan begitu, peluang keahlian lulusan Fahutan untuk dilihat mitra semakin terbuka lebar.
Dalam acara tersebut, ada empat pemateri yang dihadirkan. Salah satunya Grenty Paramitha dari Pulitzer Center. Ia menyampaikan materi tentang impact seed funding. Kemudian Chandradewana Boer selaku dosen Fahutan Unmul yang memiliki kepakaran di bidang satwa liar. Ada juga Bagja Hidayat dari TEMPO sebagai rainforest investigation network fellow dan Rezza Aji Pratama dari Katadata sekaligus penerima rainforest journalism fund dari Pulitzer.
Dalam paparannya, Chandradewana Boer menyampaikan materi mengenai kehadiran komposisi jenis burung yang dapat menjadi bioindikator di suatu kawasan hutan. Khusus spesies yang mempunyai karakteristik general, kata dia, dapat berpindah tempat dan menguasai berbagai hutan.
“Jenis burung yang seperti ini, mampu beradaptasi dengan baik di berbagai perubahan lingkungan sehingga berpeluang menjadi saksi atas perubahan alam, baik deforestasi atau pencemaran lingkungan di suatu kawasan hutan,” papar Chandradewana.
Sementara itu, Bagja Hidayat memaparkan tentang food estate di Kalimantan. Alih fungsi lahan hutan di pulau ini, ungkapnya, masih banyak yang belum mengacu scientific based. Kebun singkong salah satunya. Tanaman ini disebut tidak cocok ditanam di lahan Kalimantan. Oleh sebab itu, Bagja Hidayat menyarankan, pembuat kebijakan harus melibatkan para ahli untuk mendapatkan masukan yang komprehensif agar pencanangan food estate dapat berjalan baik dan hasil produksinya dapat dioptimalkan.
Adapun Rezza Aji Pratama, membawakan materi tentang potensi dampak yang ditimbulkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air terbesar di Delta Kayan-Sembakung, Kalimantan Utara. Setelah Rezza, seminar dilanjutkan oleh Grenty Paramitha. Ia memastikan, Pulitzer siap menjembatani para mahasiswa pascasarjana dan dosen untuk memperoleh pendanaan. Dana ini untuk merespons reportase isu-isu lingkungan hutan yang berkembang dalam bentuk penelitian. Tujuannya agar masalah kerusakan lingkungan dapat menemukan solusi terbaik. (*)