kaltimkece.id Belasan mahasiswa memenuhi halaman Rektorat Universitas Mulawarman pada Senin, 27 Mei 2024. Mereka menuntut rektorat agar membatalkan kebijakan Iuran Pengembangan Institusi (IPI). Kebijakan yang dikeluarkan pada 30 April 2024 melalui Keputusan Rektor Universitas Mulawarman No 946/UN17/HK.02.03/2024 tersebut dianggap mencekik mahasiswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
"Padahal, pendidikan adalah hak yang harus dapat diakses oleh semua orang," ungkap Ilham Maulana, koordinator lapangan aksi tersebut.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unmul itu juga menilai, penetapan IPI melanggar hukum. Ia merujuk Permendikbudristek 2/2024. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa yang dapat memberlakukan IPI adalah perguruan tinggi negeri berstatus Badan Hukum (PTN-BH. Unmul, hingga kini, masih berstatus Badan Layanan Umum (PTN-BLU).
"Kebijakan IPI juga harusnya mendapatkan izin dari kementerian," tegasnya.
Ilham mempertanyakan urgensi IPI. IPI seharusnya ditetapkan berdasarkan kebutuhan. Terutama untuk jurusan-jurusan yang memiliki kebutuhan praktikum. Namun demikian, keputusan rektor Unmul memberlakukan IPI untuk semua fakultas.
Meski sempat ditemui perwakilan Rektorat Unmul, Ilham mengaku, masih belum puas. Jawaban yang dilontarkan masih tergolong normatif. Ia berjanji melaksanakan aksi yang lebih besar jika masih belum ada titik terang.
Ditemui setelah aksi, Wakil Rektor Bidang Umum, Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Sukartiningsih, menyebutkan bahwa kebijakan IPI tidak berlaku bagi mahasiswa yang telah menempuh kegiatan belajar. Kebijakan tersebut berlaku bagi mahasiswa baru yang diterima pada tahun ajaran 2024/2025.
"Berlakunya juga bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri," sebutnya.
Tujuan IPI sejak awal adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana di Unmul. Dirinya membantah jika kebijakan IPI disebut tidak sesuai dengan kebutuhan Unmul. Besaran IPI merupakan hasil rapat dengan dekan setiap fakultas.
"Besaran IPI setiap fakultas juga berbeda-beda menyesuaikan kebutuhan tiap program studi," sebutnya.
Berdasarkan surat keputusan Rektor Unmul, besaran IPI di setiap fakultas terbagi menjadi beberapa golongan. Jumlahnya dimulai dari jutaan, puluhan juta, hingga ratusan juta rupiah. IPI untuk Fakultas Kedokteran adalah yang tertinggi. Kecuali Program Studi S-1 Keperawatan, batas terendah IPI di fakultas itu Rp100 juta dan tertinggi Rp250 juta.
Selanjutnya adalah Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan satu besaran IPI yaitu Rp30 juta. Besaran IPI di Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk semua program studi yaitu Rp10 juta yang terendah dan Rp12,5 juta tertinggi. Adapun FISIP, IPI terendah adalah Rp1,5 juta dan tertinggi Rp7,5 juta bergantung program studi. Kemudian FKIP dengan IPI terendah Rp2,5 juta dan tertinggi Rp10 juta untuk semua program studi. Fakultas Teknik, IPI terendah adalah Rp3 juta dan tertinggi Rp25 juta untuk semua program studi.
Kembali ke Sukartiningsih, ia mengatakan bahwa kebutuhan sarana dan prasarana fakultas disebut tidak terbatas bagi program studi yang memerlukan kegiatan praktikum. Ia mencontohkan, gedung Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unmul di Jalan Banggeris yang kini mulai terbengkalai.
Sukartiningsih juga menegaskan bahwa kebijakan IPI telah sesuai prosedur. Sebelum Keputusan Rektor Unmul mengenai IPI keluar, mereka lebih dahulu mengirimkan usulan tarif UKT dan IPI melalui surat Rektor Unmul No 964/UN17/IKU/2024 kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
"Usulan itu telah disetujui pada akhir Maret," ucapnya sambil menunjukkan surat dari Kemendikbudristek No 0286/E/PR.07.04/2024 bertanggal 25 Maret 2024. Surat tersebut ditandatangani Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Abdul Haris. Meski berstatus PTN-BLU, Unmul disebut dapat memberlakukan kebijakan IPI.
Terakhir, ia menyebutkan bahwa kebijakan IPI berlaku menyesuaikan penghasilan orang tua mahasiswa berdasarkan pembagian golongan. Bukan hanya itu, pembayaran IPI, disebut dapat dicicil.
"Saya tegaskan juga bahwa pembayaran IPI bukanlah syarat kelulusan," tutupnya.
Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Nasrullah Mappatang, menyebutkan bahwa kebijakan IPI adalah dampak adanya status PTN-BLU dan PTN-BH sejak UU 12/2012. Melalui kebijakan tersebut, negara mengurangi subsidi untuk perguruan tinggi negeri sehingga mesti mencari penghasilan sendiri.
"Baik kebijakan Unmul mengenai IPI maupun kenaikan UKT di berbagai universitas, itu berakar dari masalah yang sama," ucapnya.
Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Unmul tersebut menegaskan, civitas akademika Unmul mesti waswas. Unmul akan berstatus PTN-BH sebagaimana berkali-kali ditegaskan oleh Rektor Abdunnur. Jika berstatus PTN-BLU saja sudah ada tambahan biaya, situasi serupa dapat terjadi ketika sudah berstatus PTN-BH.
"Dampaknya bukan hanya biaya yang makin memberatkan mahasiswa. Tunjangan bagi dosen dan staf pengajar juga dapat berkurang," sebutnya sambil menyoroti polemik remunerasi di Unmul yang masih juga belum menemui titik terang.
Ia menambahkan, universitas memang bekerja sama dengan perusahaan swasta melalui skema penelitian berbayar maupun corporate social responsibility (CSR). Namun demikian, ia menganggap bahwa skema itu hanya menambah beban dosen dan tenaga pendidik yang sudah terbebani dengan kewajiban mengajar.
"Intinya adalah negara seharusnya tidak lepas tangan dari kewajiban memberikan akses pendidikan," tutupnya. (*)