kaltimkece.id KPK mengamankan delapan orang dalam OTT di Samarinda, Bontang, dan Jakarta. Digelar Selasa, 15 Oktober 2019. Sehari setelahnya, tiga tersangka ditetapkan.
Hal itu diungkapkan empat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu 16 Oktober 2019. Sekitar pukul 23.00 WIB. Turut disampaikan sejumlah perkembangan kasus dari operasi tangkap tangan alias OTT tersebut.
Empat pimpinan KPK menyampaikan dugaan gratifikasi tersebut adalah Agus Rahardjo, Basaria Pandjaitan, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata. Dari sejumlah kasus yang disampaikan kepada awak media, dugaan tindak pidana korupsi terkait preservasi proyek jalan poros Samarinda, Bontang, dan Sangatta, menjadi pertama.
Pengungkapan kasus di Benua Etam dipaparkan Ketua KPK Agus Raharjo. Sebelumnya, penyidik KPK mengamankan tujuh orang di Samarinda dan Bontang. Sementara satu orang diamankan di Jakarta.
Kedelapan orang tersebut adalah Refly Ruddy Tangkere sebagai kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan. Kemudian Andi Tejo Sukmono, pejabat pembuat komitmen atau PPK di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) XII Balikpapan, serta Hartoyo Direktur PT Harlis Tata Tahta (HTT).
Selanjutnya Lis Isyana komisaris PT HTT,Setia Budi Utomo pimpinan PT Budi Bakti Prima Cabang Kaltim, Budi Santoso bendahara lapangan PT Budi Bakti Prima, Rosiani staf keuangan PT HTT, dan terakhir Aprilia Rahmadani.
"Terkait pengadaan proyek jalan di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018-2019. KPK sangat menyesalkan terus terjadi korupsi di sektor infrastruktur yang seharusnya dinikmati sepenuhnya oleh rakyat. Dengan adanya praktik permufakatan jahat untuk proyek pembangunan jalan seperti ini, artinya hak rakyat dirampas para pelaku," ucap Agus Rahardjo.
Penangkapan berawal dari informasi transaksi penerimaan uang melalui mobile banking yang diterima KPK. Petugas KPK telah berada di Samarinda. Kemudian bergerak ke lokasi keberadaan Andi Tejo Sukmono. Ia kemudian diamankan di kantor BPJN XII, Jalan Tengkawang, Karang Paci, pukul 13.30 Wita. Petugas lalu membawa Andi Tejo Sukmono ke rumahnya untuk mengamankan barang bukti. Berupa kartu ATM beserta buku tabungan.
Setelah Andi Tejo Sukmono, secara paralel petugas KPK lainnya menangkap Hartoyo di kantor PT HTT. Beralamat di Jalan Sultan Sharil, Bontang, sekitar pukul 13.30 Wita. Hartoyo diamankan petugas bersama Rosiani dan Aprilia Rahmadani.
Selang beberapa waktu kemudian, tepatnya pukul 14.30 Wita, Lis Isyana dan Budi Santoso diamankan di kantor PT Budi Prima di Bontang. Demikian juga Setia Budi Utomo di kantor Cabang Provinsi Kaltim PT Budi Bakti Prima di Jalan Teuku Umar.
Dari tujuh yang diamankan, petugas mendapat keterangan bahwa Refly Rudy Tangkere berada di Jakarta. Dari informasi itu, penyidik di Kaltim menghubungi tim lainnya di Jakarta, untuk mengamankan kepala BPJN XII Balikpapan tersebut.
Refly Rudy Tangkere dibawa petugas KPK dari kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, sekitar pukul 19.00 WIB. Sedangkan tujuh orang yang telah diamankan di Samarinda dan Bontang dibawa ke Markas
Polda Kaltim untuk pemeriksaan awal."Esok paginya (Rabu, 16 Oktober 2019) tim membawa ketujuh orang tersebut ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut," sebut Agus.
Perkara bermula ketika Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah XII Provinsi Kalimantan Timur mengadakan pekerjaan preservasi, rekonstruksi Sp 3 Lempake-Sp 3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018-2019. Nilai kontraknya Rp155,5 miliar. PT HTT milik Hartoyo menjadi pemenang lelang.
Dalam proses pengadaan hingga memenangkan tender, Hartoyo diduga menjalin kesepakatan jahat. Menjanjikan biaya komitmen ikat janji kepada Refly Rudy Tangkere. Juga kepada Andi Tejo Sukmono selaku PPK. "Commitment fee diduga sebesar 6,5 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak," ucapnya.
Modus dalam praktik gratifikasi tersebut, diduga diterima Refly Rudy Tangkere dan Andi Tejo Sukmono melalui setoran uang setiap bulannya dari Hartoyo. Baik tunai maupun transfer.
Refly Rudy diduga menerima uang tunai delapan kali. Besaran masing-masing Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. "Jumlah diterima sekitar Rp 2,1 miliar. Ini terkait pembagian proyek-proyek yang diterima HTY (Hartoyo)," lanjut Agus.
Sementara, Andi Tejo diduga menerima setoran dalam bentuk transfer. Dikirim setiap bulannya melalui rekening atas nama BSA. Rekening tersebut sengaja dibuat untuk Andi Tejo. Sebagai tempat menerima setoran Hartoyo.
Andi Tejo juga yang menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening itu. Mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun SMS banking. Rekening dibuka per 3 Agustus 2019. Menerima transfer pertama pada 28 Agustus 2019. Tepatnya sebelum PT HTT diumumkan sebagai pemenang lelang. Diketahui, penetapan pemenang lelang berlangsung 14 September 2019. Sedangkan penandatanganan kontrak pada 26 September 2019.
Rekening diketahui telah menerima Rp1,59 miliar. Telah digunakan Rp 630 juta untuk kepentingan pribadi. "Selain itu, ATS (Andi Tejo Sukmono) beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari Hartoyo. Sebesar total Rp 3,25 miliar," ungkapnya.
Uang dari Hartoyo tersebut, kata Agus Raharjo, merupakan “gaji” sebagai PPK proyek pekerjaan yang dimenangkan PT HTT. “Gaji diberikan kepada ATS (Andi Tejo Sukmono) Rp 250 juta setiap ada pencairan pembayaran proyek kepada PT HTT. Setiap pengeluaran PT HTT untuk gaji PPK tersebut dicatat Ros (Rosiani), staf keuangan PT HTT dalam laporan perusahaan," jelasnya.
Setelah pemeriksaan dilanjutkan gelar perkara. Sebelum 24 jam, sebagaimana diatur KUHAP, telah disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi. Dengan memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait pengadaan proyek jalan di Kaltim. Tahun anggaran 2018-2019. KPK telah meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan tiga orang tersangka.
Refly Ruddy dan Andi Tejo menjadi tersangka penerima. Sementara Hartoyo jadi tersangka pemberi dalam dugaan kasus gratifikasi atau suap tersebut.
Refly Ruddy dan Andi Tejo disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang 31/1999 sebagaimana diubah Undang-Undang 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara Hartoyo, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 dalam UU yang sama. (*)
Editor: Bobby Lolowang