kaltimkece.id Senyum Irwan merekah saat acara pengumuman dan pengenalan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat 2025-2030 yang digelar di Gedung DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta. Ahad, 23 Maret 2025, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengumumkan kepengurusan baru. Pria yang akrab disapa Irwan Fecho itu terpilih menjadi bendahara umum Partai Demokrat.
"Tugas berat untuk Bung Irwan Fecho menggantikan almarhum Renville Antonio," ucap Agus setelah menyalami Irwan.
Jabatan bendahara umum Partai Demokrat sebelumnya dipegang oleh Renville Antonio. Namun pada pertengahan Februari lalu, ia meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di Situbondo, Jawa Timur.
Dengan jabatan barunya, Irwan Fecho akan didampingi sepuluh wakil. Yaitu Sabam Sinaga, Eka Putra, Oki Isnaini, Lasmi Indrayani, Hendrik Halomoan Sitompul, Tatyana Sutara, Edwin Jannerli, Steven Rumangkang, Abdul Muna, serta Felix Soetanto.
Dihubungi sehari setelah pelantikan, Irwan mengatakan bahwa terpilihnya di DPP Partai Demokrat merupakan bukti bahwa partai berlambang bintang mercy ini memberikan kesempatan luas kepada seluruh kadernya.
"Sangat demokratis, kader Demokrat dari provinsi manapun selama punya kompetensi dan rekam jejak yang baik dapat menjadi bagian kepengurusan," ucapnya kepada kaltimkece.id.
Sebagai putra kelahiran Sangkulirang, Kutai Timur, ia merasa bangga dengan amanah tersebut. Dirinya berjanji akan memberikan timbal balik ke Benua Etam, apalagi ia juga masuk di jajaran Majelis Tinggi Demokrat.
"Melalui jaringan politik Demokrat di nasional, kebijakan pemerintah pusat melalui program maupun besaran anggaran yang ditransfer ke daerah dapat optimal berpihak ke Kaltim," ujarnya.
Terkait posisi ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Kaltim yang sebelumnya ia duduki, Irwan menunggu penyampaian struktur baru Partai Demokrat ke Kementerian Hukum. Setelah itu, partai akan menggelar musyawarah di tingkat daerah dan nasional. "Sambil menunggu proses itu, akan ada pelaksana tugas," ungkapnya.
Mengenai nama yang akan ditunjuk sebagai pelaksana tugas, Irwan mengisyaratkan penunjukan kader dari struktur pengurus yang ada. Bisa dari tingkat kabupaten/kota di Kaltim, maupun utusan dari pusat.
Sementara untuk pencalonan ketua definitif, ia pastikan terbuka untuk semua kader. Dirinya pun tak menampik nama Isran Noor yang baru saja kembali bergabung dengan Demokrat disebut masuk dalam bursa ketua. Ia menekankan bahwa semua kader mempunyai peluang yang sama.
"Asalkan mempunyai kartu tanda anggota dan loyal terhadap partai," ujarnya.
Lebih jauh, pria berusia 45 tahun itu pun memilih untuk melepas jabatannya sebagai staf khusus Kementerian Transmigrasi. Sebab, ia menilai jika terus menjabat di Kementerian Transmigrasi posisinya di partai sarat dengan konflik kepentingan.
"Saya ingin menjadi teladan untuk demokrasi dan proses pemerintahan yang lebih baik," ucapnya seraya berharap pada pemilihan umum 2029, Partai Demokrat akan mendapatkan hasil yang lebih baik di Kaltim.
Sebagai informasi, Irwan Fecho gagal melaju ke Senayan mewakili Partai Demokrat Kaltim. Sebelumnya, ia menjadi anggota DPR-RI periode 2019-2024, dan berniat bertarung kembali di 2029.
"Tentu berniat maju kembali, mudah-mudahan dipercaya oleh masyarakat Kaltim," tandasnya.
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Saipul menilai langkah Irwan Fecho mengundurkan diri dari jabatan di kementerian patut dicontoh. Apalagi, posisi bendahara umum terbilang strategis. Partai Demokrat bilangnya, salah satu partai besar pascareformasi.
"Kalau dari struktur, bendahara itu orang ketiganya ketua umum," ucapnya.
Saipul menyebutkan bahwa keputusan Irwan dalam menghindari konflik kepentingan adalah sesuatu yang langka dalam dunia politik di Indonesia. Sebagian besar politikus di posisi strategis partai merangkap jabatan di pemerintahan.
"Presiden kita saja ketua partai," singgungnya. Ia menyoroti Presiden Prabowo merupakan ketua Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Mantan ketua Badan Pengawas Pemilu Kaltim itu mendorong agar politikus di Indonesia belajar dari proses demokrasi di Amerika. Di sana, posisi struktur partai tidak diisi oleh kader yang memutuskan maju di ranah legislatif maupun eksekutif.
"Jangan justru terbiasa mendua. Harus ditekankan kepentingan publik itu di atas kepentingan partai," tandasnya. (*)