kaltimkece.id Irama dangdut berputar di Balikpapan Sport and Convention Centre Dome pada Sabtu, 16 November 2024. Hari itu merupakan rangkaian kampanye akbar pertama Isran Noor-Hadi Mulyadi. Layar menampilkan Hadi menabuh drum di atas panggung sementara beberapa orang asyik berjoget.
Seorang di antaranya merupakan perempuan berpakaian putih, dengan rambut pirang, dan berkacamata hitam. Sambil berjoget mengikuti irama, ia memegang segepok uang dan melemparkan kepada penonton yang menyambutnya dengan teriakan riuh.
Berawal dari video amatir yang merekam situasi tersebut, tim hukum Rudy Masud-Seno Aji, pasangan calon gubernur Kaltim, menyambangi Badan Pengawas Pemilu Kaltim. Kejadian itu dianggap bagian dari politik uang, demikian menurut Saut Marisi Purba, mewakili tim hukum Rudy-Seno.
"Kami sudah melayangkan surat laporan dan pengaduan ke Bawaslu Kaltim dan mereka menerima dengan baik," sebutnya selepas melapor ke Bawaslu Kaltim pada Senin, 18 November 2024. Ia berharap apabila laporan tersebut terbukti, pasangan Isran-Hadi didiskualifikasi dari Pilgub Kaltim.
Keesokan harinya, perempuan dalam video tersebut memberikan keterangan kepada media mengenai tudingan tersebut. Ia mengaku seorang pengusaha bernama Irma Suryani.
Bertempat di kediamannya di Jalan Milono, Samarinda, perempuan yang juga berprofesi sebagai advokat tersebut memaparkan kronologi peristiwa yang kemudian viral tersebut. Ia menjelaskan, saat itu dirinya hanya sedang "menyawer" penonton di tengah konser. "Refleks saja saya nyawer, memang sudah kebiasaan saya setiap ada acara ulang tahun atau pernikahan yang ada lagu dangdutnya," jelas Irma.
Ia juga menyebutkan, dirinya bukanlah bagian dari tim pemenangan Isran-Hadi. Uang yang ia bagi-bagikan pun merupakan uang pribadi. Sehingga, tak dapat dihitung sebagai politik uang. "Saya ini hanya simpatisan," ucapnya lugas.
Kuasa hukum Irma, Jumintar Napitupulu, menambahkan bahwa politik uang mensyaratkan unsur transaksional di dalamnya. Yaitu berupa arahan untuk memilih atau tidak memilih pasangan calon tertentu.
"Di sini 'kan, enggak ada suruhan seperti itu," ujarnya.
Jumintar menyebutkan bahwa pelaporan tim hukum Rudy-Seno merupakan hak mereka secara politik dan hukum. Akan tetapi, ia berharap Bawaslu Kaltim dapat mengkaji unsur formil dan materiil pelaporan tersebut.
Peristiwa ini seperti dejavu pilpres awal tahun ini. Saat itu, sebuah video tersebar memperlihatkan Miftah Maulana Habiburrahman, biasa dikenal Gus Miftah membagi-bagikan uang.
Video itu viral sebab Gus Miftah kerap mendampingi calon presiden nomor dua saat itu, Prabowo Subianto. Namun, serupa Irma, Gus Miftah menyebutkan bahwa dirinya bukan bagian dari Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, yang kemudian menjadi presiden dan wakil presiden terpilih.
Kasus yang dilaporkan ke Bawaslu Pamekasan itu pun kemudian dihentikan. Bawaslu Pamekasan menyebutkan bahwa kasus itu dianggap tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilihan umum, yang termuat dalam Pasal 523 Undang-Undang (UU) 7/2017 mengenai Pemilihan Umum.
Kembali ke Jumintar, ia menyebutkan bahwa pilkada menganut regulasi yang berbeda yaitu UU 10/2016. Meskipun begitu, asas hukum yang berlaku serupa. Dalam Pasal 73 ayat 1 disebutkan bahwa politik uang berlaku apabila yang melakukan adalah pasangan calon atau tim kampanye. Kemudian dalam Pasal 73 ayat 4 disebutkan bahwa politik uang terjadi jika terdapat unsur memengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Ketua Bawaslu Kaltim, Hari Dermanto enggan berkomentar banyak. Ia menyebutkan bahwa pihaknya masih mendalami laporan tersebut. Jika terdapat unsur pelanggaran, perkara tersebut akan didaftarkan dan ditindaklanjuti. Batas penanganan perkara setelah pendaftaran adalah lima hari.
"Sementara ini kami sedang mengidentifikasi perkara ini, termasuk kami akan dalami saksi-saksi potensial," ungkapnya. (*)