kaltimkece.id Pemilihan umum serentak 14 Februari 2024 menunjukkan tren menarik di Kaltim. Dalam pemilihan legislatif tingkat kabupaten-kota, delapan dari sepuluh daerah di Kaltim didominasi partai politik yang berhubungan dengan kepala daerah setempat. Faktor ketokohan atau figur disebut masih membawa pengaruh besar.

Fenomena tersebut tergambar dari hasil sementara yang dicuplik di sistem informasi rekapitulasi pemilihan umum (Sirekap) pada Selasa, 20 Februari 2024, pukul 12.00 Wita. Suara yang masuk di sepuluh kabupaten-kota berkisar antara 30 persen hingga 66 persen dari total tempat pemungutan suara di daerah masing-masing. Sebagai catatan, Sirekap hanya alat bantu penghitungan suara. Penghitungan suara yang sah tetap melalui rekapitulasi manual secara berjenjang.

Kembali ke hasil Sirekap, Partai Gerindra unggul sementara di Samarinda dengan raihan 22,01 persen suara. Wali Kota Samarinda, Andi Harun, adalah ketua Partai Gerindra tingkat provinsi. Adapun di Balikpapan, Partai Golkar unggul sementara dengan selisih tebal yaitu 37,9 persen suara. Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas'ud, tiada lain ketua DPD Partai Golkar Balikpapan.

Bagaimana dengan Kutai Kartanegara? PDI Perjuangan meraup 34,88 persen suara. Bupati dan wakil bupati Kukar, Edi Damansyah-Rendi Solihin, sama-sama kader partai tersebut. Partai berlambang banteng moncong putih ini juga unggul di Kutai Barat. FX Yapan selaku bupati berasal dari partai tersebut.

Di Mahakam Ulu, Partai Gerindra unggul di kabupaten termuda tersebut. Bupati Mahakam Ulu, Bonifasius Belawan Geh, berasal dari partai besutan Prabowo Subianto tersebut. Adapun di Paser, Partai Kebangkitan Bangsa juga mendominasi. Bupati Paser, Fahmi Fadli, adalah politikus dari PKB.

Daerah kedelapan dengan fenomena serupa adalah Kutai Timur. Bupati Ardiansyah Sulaiman terafiliasi dengan Partai Keadilan Sejahtera sementara wakil bupati Kasmidi Bulang adalah kader Partai Golkar. Hasil sementara pileg untuk parlemen kabupaten, Partai Golkar unggul dengan 18,96 persen suara sementara PKS menempel ketat dengan 17,37 persen suara.

Penajam Paser Utara adalah pengecualian. Saat ini, kabupaten yang ditunjuk sebagai ibu kota negara itu dipimpin penjabat bupati. Dengan demikian, hanya dua daerah di Kaltim yang hasil pileg tingkat kabupaten/kota-nya tidak selaras dengan afiliasi kepala daerah.

Pertama adalah Berau. Bupati Sri Juniarsih terafiliasi dengan PKS. Namun demikian, menurut Sirekap, Partai Nasional Demokrat justru sementara unggul di kabupaten paling utara di Kaltim tersebut dengan 15,84 persen suara. PKS masih duduk di peringkat keempat dengan 11,09 persen suara. Adapun Wakil Bupati Berau, Gamalis, merupakan kader Partai Persatuan Pembangunan. Menurut Sirekap, PPP duduk di posisi ketiga dengan 13,94 persen suara.

Daerah kedua yang menunjukkan tren berbeda adalah Bontang. Wali Kota Bontang, Basri Rase, terafilasi dengan PKB. Hasilnya, Partai Golkar unggul sementara dengan 17,23 persen suara.        

Kekuatan Figur dan Mesin Politik

Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Samarinda, Jumansyah, menyampaikan analisisnya. Menurutnya, pemilih cenderung memilih partai karena faktor ketokohan atau figur. Tidak heran apabila kemudian partai pemenang di daerah cenderung sama dengan afiliasi politik kepala daerah yang sedang menjabat.

Jumansyah menjelaskan bahwa pemilihan partai untuk parlemen daerah tak berkolerasi dengan pemilihan presiden. Pasangan Prabowo-Gibran memang meraih suara sangat tinggi di Kaltim. Sementara itu, suara partai di setiap kabupaten dan kota cenderung bervariasi.

"Figuritas memang bukan satu-satunya faktor. Tentu mesin partai yang mumpuni juga menentukan," sambungnya.

Ia mengambil contoh PDI Perjuangan yang memiliki basis kuat hingga akar rumput. Di Kaltim, khususnya Kukar dan Kubar, mesin PDI Perjuangan disokong kekuatan relawan. Satu di antaranya bernama Semut Merah yang tersebar di daerah rural. Kemenangan PDIP di Kubar dan Kukar tidak semata dilihat karena figur pejabat daerah.

Budiman, pengamat politik yang juga dari FISIP Unmul, menambahkan, pejabat daerah berperan besar dalam memenangkan partai di daerahnya. Kukar, misalnya, terjadi perubahan dominasi dari Golkar ke PDIP.

"Beberapa calon legislatif (Kutai Kartanegara) PDIP bahkan merupakan pindahan dari Partai Golkar," sebutnya.

Bukan hanya caleg, sambungnya, wakil bupati Rendi Solihin juga bergeser dari Partai Golkar ke PDIP. Pada Pemilu Legislatif 2019, Rendi yang masih berseragam Golkar meraup 8.850 suara atau yang tertinggi di DPRD Kukar. Figur kepala daerah pun disebut memiliki akses luas menarik simpati masyarakat dalam memilih.

Fenomena seperti ini juga diyakini membawa dampak lain. Kekuatan parlemen akan memudahkan wali kota atau bupati menyusun perencanaan pembangunan. Dalam konsep trias politika, sebut Budiman, berbagai keputusan eksekutif harus disertai persetujuan DPRD.

"Seperti pembuatan peraturan daerah hingga pengesahan anggaran," terangnya.

Budiman berharap anggota parlemen daerah dari partai yang sama dengan kepala daerah tetap menjalankan fungsinya. Legislator diharapkan tetap memberi masukan dan kritik ketika kebijakan eksekutif dirasa tidak sesuai.

"Namun, melihat tren demokrasi di Indonesia, hal itu sepertinya agak sulit," tutupnya. (*)