kaltimkece.id Solusi Krisis Iklim Tak Ada dalam Pilkada, begitu bunyi spanduk yang dibentangkan sejumlah aktivis dari Extinction Rebellion Bunga Terung. pada Jumat pagi, 22 November 2024 di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda
Pada malam harinya, debat pemilihan gubernur Kaltim digelar di Jakarta. Topik lingkungan menjadi salah satu bahasan dalam debat penutup jelang pemungutan suara ini. Kaltimkece.id merangkum penyampaian Isran Noor-Hadi Mulyadi dan Rudy Mas'ud-Seno Aji serta meminta akademisi serta lembaga advokasi untuk mengomentarinya.
Dalam pembacaan visi-misi, Hadi Mulyadi mewakili pasangan calon nomor satu menyinggung hilirisasi. Ia menyebutkan, bahwa hilirisasi komoditas-komoditas unggulan di Kaltim dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi.
Ia juga membanggakan bahwa dalam periode kepemimpinan Isran-Hadi sebagai gubernur dan wakil gubernur Kaltim, telah memulai hilirisasi di sektor nikel. Sebagai informasi, salah satu pabrik peleburan nikel di Indonesia berada di Kaltim, tepatnya di Desa Pendingin, Kutai Kartanegara. Pabrik tersebut milik PT Kaltim Ferro Industry.
Menanggapi itu, Seno Aji mewakili pasangan calon nomor dua menyinggung hilirisasi di sektor sawit. Ia menganggap bahwa sejauh ini belum ada pabrik biodiesel yang dapat menampung turunan produk sawit.
Isran dan Seno juga sempat berselisih mengenai data luas lahan sawit di Kaltim. Seno menyebutkan bahwa terdapat 1,3 juta hektare kebun sawit di Benua Etam, sementara Isran menyebutkan bahwa yang benar adalah 1,65 juta hektare.
Pengamat hukum lingkungan dari Universitas Mulawarman, Profesor Muhamad Muhdar menyebutkan bahwa hilirisasi harus dijalankan dari hulu ke hilir. Di sektor nikel, contohnya, hilirisasi seharusnya tak hanya berhenti di penambahan nilai tambah dari bahan mentah menjadi bahan baku baterai.
"Kalau perlu kita buat pabrik mobil listrik sendiri," ucapnya.
Ia menganggap, selama ini hilirisasi terpaku pada penambahan nilai tambah saja. Padahal seharusnya dibangun ekosistem industri yang dapat menampung hasil dari hilirisasi tersebut. Indonesia, sebutnya hanya mengekspor nikel untuk produsen mobil listrik di luar negeri.
Dirinya juga menyoroti bahan mentah nikel yang bukan merupakan hasil penambangan di Kaltim. Seperti diketahui, nikel yang diolah di Kaltim merupakan kiriman dari pulau penghasil nikel lain. "Sehingga diragukan dapat bertahan sampai 20 tahun ke depan," ungkapnya.
Mengenai hilirisasi sawit, Prof Muhdar memberikan masukan serupa. Banyak turunan dari produk sawit yang dapat ditampung. Namun, ia menekankan sekali lagi, bahwa hilirisasi sawit jangan hanya dalam bentuk nilai tambah saja. "Jangan hanya mengekspor dalam bentuk minyak sawit saja," ujarnya.
Mareta Sari dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menganggap bahwa pabrik peleburan nikel adalah bukti bahwa mobil listrik yang selama ini digaung-gaungkan sebagai transisi menuju energi bersih sebagai omong kosong belaka. "Nikel ini 'kan mesti menambang juga," katanya.
Ia juga menyoroti kebutuhan listrik yang besar dari pabrik peleburan nikel, sementara pemadaman listrik bergilir masih berlangsung di beberapa daerah di Kaltim. Seperti diketahui, sejak diresmikan pada tahun lalu smelter nikel di Pendingin membutuhkan 800 megawatt listrik dari PLN.
"Apa untungnya buat kita pabrik nikel ini? Ujung-ujungnya hanya menguntungkan pebisnis saja," sebutnya sinis.
Dirinya juga menilai, bahwa gagasan hilirisasi sawit mengabaikan konflik agraria yang kerap terjadi. Perempuan yang sebelumnya terlibat di gerakan advokasi Tani Muda Santan ini mencontohkan perkebunan sawit di Desa Santan, Kukar, yang menggusur tanaman kelapa milik warga.
Desa Santan, lanjut dia, berawal dari migrasi penduduk Sulawesi yang membawa bibit kelapa ke desa tersebut. Kelapa pun menjadi sumber penghidupan mereka selama bertahun-tahun. Setelah hadir perkebunan sawit disertai pertambangan batu bara, perkebunan kelapa warga akhirnya berkurang.
Mareta juga membantah data luas lahan sawit yang dipaparkan Isran-Hadi maupun Rudy-Seno. Catatan Jatam Kaltim, terdapat 5,7 hektar izin perkebunan sawit yang tumpang tindih dengan izin-izin lain, seperti izin pertambangan. Luas lahan sawit tersebut tak berbanding terbalik dengan keuntungan bagi masyarakat.
"Contohnya ketika krisis minyak goreng kemarin, kita sebagai penghasil sawit ikut krisis juga," ujarnya.
Berikutnya adalah dana bagi hasil (DBH) dari sektor pertambangan batu bara menjadi salah satu kebanggaan Isran-Hadi. Dalam debat, Hadi Mulyadi menyinggung DBH batu bara yang meningkat di kepemimpinan Isran-Hadi. Yaitu sejak terbitnya Peraturan Pemerintah 15/2022 tentang Perlakuan Perpajakan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.
Terbitnya PP itu disebut salah satu kontribusi Isran-Hadi. Sebelum terbitnya peraturan tersebut, Isran pada awal 2022 menghadiri pertemuan bersama Komisi VII DPR RI. Pada pertemuan itu, Isran meminta peningkatan DBH batu bara untuk provinsi penghasil seperti Kaltim.
"(Peningkatan) telah kami mulai sejak dua tahun yang lalu," klaimnya.
Sementara itu, Seno Aji menyinggung ketergantungan Kaltim terhadap sektor batu bara yang terlalu tinggi. Mantan wakil ketua DPRD Kaltim itu menilai harus ada transformasi dari sektor batu bara ke sektor pertanian.
"Kita mesti transformasi dari sumber energi terbatas ke sumber energi terbarukan," ucapnya.
Rudy Mas'ud juga menyebutkan bahwa dirinya dan Seno Aji akan mengubah lahan bekas tambang menjadi lumbung pangan. Lubang tambang yang ditinggalkan aktivitas batu bara, sebutnya dapat dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian.
Prof Muhdar dari Unmul menyebutkan bahwa penambahan DBH merupakan sesuatu yang positif secara ekonomi. Hanya saja, ia mengingatkan bahwa sebagian dana tersebut mesti disisihkan untuk pemulihan lingkungan.
"Paling tidak untuk memastikan sumber air tidak rusak, dalam hukum agraria itu mesti ada proteksi," sebutnya.
Mareta mengulas gagasan lubang tambang menjadi lumbung pangan yang disampaikan oleh Rudy-Seno, dirinya menilai bahwa gagasan itu mesti diperjelas. Ia menyoroti lubang tambang di Desa Makroman, Kecamatan Sambutan, Samarinda, yang dijadikan sumber irigasi pertanian.
"Padahal air dari lubang tambang itu jelas-jelas beracun," jelasnya. Klaim Jatam itu dibuktikan dengan menurunnya hasil panen warga Makroman. Di sisi lain, sumber air lainnya untuk saluran irigasi tak dapat dipakai karena telah rusak oleh aktivitas pertambangan.
Mareta pun menyoroti Rudy Mas'ud yang pada penerbitan regulasi itu duduk di Senayan. Lubang tambang seharusnya direklamasi dan dipulihkan sebagaimana semula. Namun, sejak UU Minerba 3/2020, pemerintah memberikan celah peruntukan lain, seperti sumber irigasi hingga pariwisata.
"Apalagi dia berada di Komisi VII yang membidangi hal tersebut," ungkaprnya.
Gagasan lahan bekas tambang menjadi lahan pertanian, sebenarnya positif jika digarap dengan benar. Namun, melihat rekam jejak Rudy Mas'ud di Senayan, Mareta mengaku ragu bahwa pemulihan lubang tambang dapat benar-benar terwujud. (*)