kaltimkece.id Pemilu 2024 makin dekat. Indikasi kecurangan melalui politik uang mulai terdengar di banyak tempat. Dalam praktik lancung tersebut, pemain politik uang tak jarang mengajak ketua RT untuk memuluskan politik transaksional. Posisi ketua RT pun rawan karena menjadi incaran.
Jumat, 19 Januari 2024, kaltimkece.id menemui dua ketua RT di Balikpapan. Pertama, seorang ketua RT di Kecamatan Balikpapan Selatan. Ia mengaku, pernah beberapa kali diminta mengarahkan warga di lingkungannya mencoblos calon legislatif. Bukan hanya satu atau dua caleg, terkadang lebih alias satu paket untuk tingkat legislatif yang berbeda.
"Kalau sampai diminta mendata, lalu dibayar, saya tidak mau," akunya.
Permintaan mengajak warga untuk mencoblos biasanya ia terima saat menghadiri undangan reses. Walaupun tidak disampaikan terang-terangan saat kegiatan, ia menyebut bahwa caleg-caleg menghubungi melalui WhatsApp. Ada pula yang datang ke rumahnya.
"Bukan hanya uang, ada yang berjanji memberikan peralatan elektronik kepada ketua RT kalau dia terpilih," sambungnya.
Ketua RT ini juga menyinggung seorang caleg petahana yang menemuinya. Caleg tersebut menyinggung pengecoran jalan di lingkungan tersebut. Ia kemudian diminta menyampaikan hal tersebut supaya warga mau memilih caleg tadi.
"Cuma begitu saja. Enggak pakai data-data. Hanya ada janji, kalau dia terpilih, banyak bantuan untuk RT saya," imbuhnya.
Ketua RT selanjutnya berasal dari Balikpapan Barat. Dia mengaku telah beberapa kali diminta memenangkan seorang caleg DPRD kota dan DPRD provinsi. Ketua RT tersebut bahkan sempat ditawari masuk tim sukses.
"Saya diminta mengumpulkan data diri seperti KTP, bisa juga kartu keluarga," ujarnya.
Ketua RT ini mengatakan bahwa caleg yang datang ke rumahnya bersama dengan tim sukses sebenarnya berasal dari lingkungan tersebut. Caleg itu meminta kesediaannya memenangkan suara.
"Ada imbalan uang buat yang mau. Saya belum tahu berapa jumlahnya," jelasnya.
Setelah data dikumpulkan, ketua RT tadi bercerita, ia dijanjikan insentif berupa uang lelah. Ketua RT ini segera menolak permintaan tersebut. Ia khawatir praktik seperti itu termasuk pelanggaran pemilu.
"Apalagi kalau data yang terkumpul ternyata enggak memilih caleg itu, bisa-bisa saya yang kena," katanya.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi, Badan Pengawas Pemilu Balikpapan, Hamrin, tak membantah informasi yang disampaikan dua ketua RT di atas. Menurutnya, sudah ada informasi beberapa ketua RT mendatangi warga untuk meminta mendukung salah satu caleg. Informasi itu diterima dari panitia pengawas pemilihan kecamatan. Namun demikian, Bawaslu tidak mendapatkan temuan ketika menelusurinya.
Hamrin menjelaskan bahwa penanganan pelanggaran harus ada temuan dan laporan. Temuan tersebut berasal dari laporan hasil pengawas yang bersumber dari warga, peserta pemilu, dan pemantau.
"Kalau di daerah lain seperti Palu, ada yang mengatur apabila ketua RT terlibat kampanye atau terlibat politik, akan dipecat," jelasnya kepada kaltimkece.id, Jumat, 19 Januari 2024.
Dia mengatakan bahwa lemahnya regulasi menjadi salah satu penyebab sulitnya menindak dugaan pelanggaran pemilu. Serangan fajar, contohnya, sangat sulit dibuktikan jika tidak ada bukti kuat.
"Kendala kami di situ. Pengawas tidak bisa memaksa, misalkan, ada orang memberikan keterangan. Kami enggak bisa langsung amankan orangnya. Cari dulu buktinya baru diamankan," ujarnya.
Dia juga menjelaskan mengenai orang yang mendata dan dijanjikan imbalan. Menurutnya, hal tersebut masih sulit apalagi baru sebatas omongan. Namun, kata dia, tetap bisa dilaporkan dan diproses.
Praktik politik uang pun terkadang masih bisa lepas apabila yang bersangkutan tidak terdata sebagai tim kampanye di komisi pemilihan umum. Menurut Hamrin, dalam Undang-Undang Pemilu 17/2017, yang dimaksud pelaksana, peserta, dan tim kampanye adalah mereka yang terdaftar di KPU.
Dia berharap, masyarakat yang menemukan informasi berupa ajakan masyarakat dan menjanjikan sesuatu agar melapor ke Bawaslu. Hal tersebut bukan berarti pengawas hanya menunggu akan tetapi keterlibatan masyarakat juga diperlukan.
Laporan dari Kukar
kaltimkece.id menemui seorang ketua RT di Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara. Ia mengaku, sejumlah tim sukses caleg silih berganti bertandang ke kediamannya. Ketua RT tersebut diminta mengarahkan warga untuk memilih caleg tertentu. Orang yang diduga adalah timses itu kemudian berjanji memberikan sejumlah uang kepada ketua RT untuk selanjutnya dibagikan kepada warga.
"Kami diminta berkomitmen mencari suara," ungkapnya.
Walau demikian, dia menegaskan, tidak mau membantu. Sebagai ketua RT, ia menyatakan harus netral. Lagi pula, praktik seperti itu bisa melanggar aturan pemilu. Ia khawatir terjerat masalah hukum pada kemudian hari.
"Kami juga punya hati nurani dan harus menjaga kepercayaan warga," tuturnya.
Dari komunikasi dengan ketua-ketua RT yang lain, ia mengatakan, ada tawaran memuluskan praktik serangan fajar. Ketua RT tersebut mengatakan, mereka ditawari imbalan mulai Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta bila membantu serangan fajar. Sementara itu, besaran serangan fajar dimulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu per suara. Warga kemudian diminta memilih caleg tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat.
Akademikus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Samarinda, Budiman, menyayangkan bahwa praktik politik uang sudah seperti budaya yang berkembang di masyarakat. Padahal, praktik ini dapat berdampak negatif selama lima tahun setelah pencoblosan.
Hilangnya akuntabilitas adalah salah satu contohnya. Masyarakat tidak dapat mendesak anggota legislatif membawa aspirasi mereka karena terpilih lewat praktik politik uang.
"Pada dasarnya, suara mereka seolah-olah telah dibeli," ucap Budiman. (*)
Baca juga laporan kami tentang demokrasi dan politik uang: Satu Generasi Perbaiki Demokrasi
Dilengkapi oleh: Aldi Budiaris