kaltimkece.id Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bidang II, Mahyudin, datang ke Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Samarinda. Politikus Kaltim itu bicara dalam diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) bersama mahasiswa. Temanya Transformasi Pelayanan Publik dan Pemerintahan Daerah Kaltim Pasca Kehadiran IKN. Hadir Rektor Untag Samarinda, Marjoni Rachman.
Mahyudin menjelaskan bahwa DPD merupakan salah satu lembaga yang lahir pada Era Reformasi. DPD didirikan demi menghormati hak-hak daerah yang selama ini kurang diperhatikan. DPD selaku perwakilan wilayah (representatif of territory), selain memperjuangkan hak-hak daerah, juga menghindari kesenjangan antardaerah di seluruh Indonesia.
"Walaupun kewenangan DPD sebagai perwakilan wilayah masih belum maksimal hingga sekarang, kami terus berjuang mengawal pelaksanaan dan pencapaian otonomi daerah. Praktiknya sudah berjalan lebih dari seperempat abad sejak reformasi," ucapnya.
Ia mengakui bahwa selama ini tidak sedikit kepala daerah yang tersandung kasus korupsi akibat lemahnya pengawasan terhadap otonomi daerah. Mahyudin membeber data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak 188 pejabat daerah terjerat kasus korupsi sepanjang periode 2004-2023. Perinciannya, 25 gubernur dan 163 wali kota, bupati, dan wakil yang berurusan dengan KPK.
Maraknya kasus korupsi di daerah disebut telah merusak dan merobohkan sendi-sendi bangunan desentralisasi yang susah payah sedang dibangun. Kasus-kasus korupsi tersebut juga mencoreng dan mencederai harapan masyarakat yang begitu besar. Bahwasanya, otonomi daerah akan melahirkan pencapaian pelayanan publik (public services) yang baik terhadap masyarakat.
"Untuk itulah, komitmen terhadap pelaksanaan tata kelola pemerintah daerah yang baik atau good governance perlu kita teguhkan," jelas Mahyudin.
Saat ini, parameter paling sederhana mengukur keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah melihat kualitas pelayanan sektor publik dari pemerintah lokal. Dari pengamatan Mahyudin mengenai pembangunan di daerah seluruh Indonesia, ada banyak tantangan yang dihadapi daerah dalam mencapai kemajuan pembangunan. Namun demikian, salah satu faktor penting yang bisa menentukan keberhasilan dalam mencapai kemajuan suatu daerah adalah kehadiran tata pemerintahan yang baik.
Good governance era otonomi daerah ini dianggap sebagai kunci keberhasilan pemerintahan daerah mencapai kemajuan. Untuk itulah, semua daerah, tidak terkecuali Kaltim, harus mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance. Apalagi Kaltim yang notabene sebagai wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), harus mampu mencontoh atau menyelaraskan tata pemerintahan modern di IKN.
IKN disebut dibangun sebagai kota cerdas dengan tata kelola pemerintahan yang modern dan efisien. Bukan hanya menerapkan prinsip-prinsip good governance, namun mengadopsi konsep smart governance. Maksudnya, sambung Mahyudin, sistem pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat tata kelola pemerintahan yang efektif, transparan, mudah diakses, serta melibatkan partisipasi publik.
Mahyudin yang juga bakal calon gubernur Kaltim merujuk catatan Ombudsman RI Perwakilan Kaltim. Ia menjelaskan bahwa nilai rata-rata kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik di Kaltim secara umum mengalami perbaikan. Pada 2022, angkanya 71,56 atau di kategori C (zona kuning), pada 2023 menjadi 81,10 atau di kategori B (zona hijau).
"Walau demikian, dari catatan Ombudsman Kaltim, masih ada warga yang mengeluhkan lambatnya pelayanan publik, ketidakjelasan prosedur, petugas yang tak kompeten, dan adanya permintaan imbalan atas layanan publik. Hal ini menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah untuk segera membenahi," tutupnya.
Rektor Untag Samarinda, Marjoni Rachman, mengatakan bahwa FGD ini merupakan kegiatan DPD RI. Untag dipilih menjadi lokasi pelaksanaannya. (*)