• Berita Hari Ini
  • Warta
  • Historia
  • Rupa
  • Arena
  • Pariwara
  • Citra
Kaltim Kece
  • WARTA
  • RAGAM
  • Menanti Revisi Sejarah Kaltim Usai Kunjungan Kemenbud ke Kaltim

WARTA

Menanti Revisi Sejarah Kaltim Usai Kunjungan Kemenbud ke Kaltim

Fadli Zon gercep menulis ulang sejarah Indonesia di tengah pro kontra. Penemuan lukisan gua berusia 40 ribu tahun di Kaltim menjadi masukan baru. Namun, usulan meluruskan sejarah lokal yang jujur lebih diperlukan.
Oleh Muhammad Al Fatih
1 Juni 2025 14:30
ยท
0 menit baca.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat peresmian Gedung Balai Pelestarian Kebudayaan, Samarinda Seberang, Jumat, 30 Mei 2025. FOTO: M AL FATIH-KALTIMKECE.ID
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat peresmian Gedung Balai Pelestarian Kebudayaan, Samarinda Seberang, Jumat, 30 Mei 2025. FOTO: M AL FATIH-KALTIMKECE.ID

kaltimkece.id Fadli Zon tak banyak berkata-kata saat menatap makam La Mohang Daeng Mangkona yang terletak di Samarinda Seberang. Tak berapa lama, ia menaburkan bunga di atas makam yang selama ini dianggap sebagai pendiri kota Samarinda tersebut. Sekitar sepuluh menit kemudian, ia beranjak meninggalkan makam.

Jumat, 30 Mei 2025, Menteri Kebudayaan itu melakukan lawatan ke berbagai lokasi di Kaltim. Sebelum mengunjungi makam La Mohang Daeng Mangkona, ia melaksanakan salat Jumat di Masjid Shiratal Mustaqiem, masjid berbahan kayu ulin yang dibangun pada pengujung abad sembilan belas.

Setelah mengunjungi makam La Mohang Daeng Mangkona, Fadli Zon menuju Gedung Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) yang terletak di Jalan HM Rifaddin, Samarinda. Kedatangannya sekaligus untuk meresmikan Gedung BPK yang baru.

Fadli Zon datang ke Benua Etam di tengah wacana penulisan ulang sejarah resmi Indonesia yang digagas Kementerian Kebudayaan. Tak main-main, anggaran sebesar Rp9 miliar pun dikucurkan untuk proyek yang akan menghasilkan sepuluh jilid buku sejarah tersebut.

Dikonfirmasi mengenai wacana tersebut, Fadli Zon menuturkan bahwa alasan menulis ulang sejarah Indonesia karena adanya kekosongan penulisan sejarah selama 26 tahun terakhir.

"Pemuktahiran sejarah terhenti di era Presiden BJ Habibie," sebutnya.

Pada buku "Sejarah Nasional Indonesia Edisi Pemuktahiran" yang disunting oleh arkeolog Raden Panji Soejono serta Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Profesor RZ Leirissa terbit pada 2008, menegaskan pernyataan Fadli. Buku yang diterbitkan Balai Pustaka bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai tak memuat sejarah Indonesia fase awal reformasi.

Penulisan ulang sejarah Indonesia melibatkan 113 sejarawan dari seluruh Nusantara bakal rampung pada peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80. Politikus Gerindra itu menegaskan ratusan sejarawan tersebut merupakan akademikus yang memiliki keahlian spesifik dalam bidang sejarah.

"Jadi bukan orang sembarangan, enggak bisa juga yang menulis sejarah itu ahli kimia atau kedokteran," kelakarnya.

Iklan Article

Terkait penulisan ulang sejarah mengenai Kaltim, Fadli menyebutkan akan menambahkan narasi masa sejarah purba yang selama ini belum tercatat. Secara spesifik, ia menyinggung lukisan purba di Karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kutai Timur.

"Di sana ada sekitar 2.500 lukisan di dinding-dinding gua, saya kira itu perlu dimasukkan juga ke dalam penulisan sejarah," sebutnya.

Sedangkan soal kontroversi La Mohang Daeng Mangkona sebagai pendiri Samarinda, Fadli Zon memilih tak berkomentar banyak. Namun, ia tak menampik apabila narasi tersebut bakal menjadi salah satu bagian dari teks sejarah lokal yang akan ditulis ulang.

"Kita serahkan pada para sejarawan yang menekuni bidang tersebut," tandasnya.

Penemuan lukisan di dinding-dinding gua yang berada di Kutai Timur tersebut dimulai oleh Dr Pindi Setiawan, arkeolog dari Institut Teknologi Bandung. Pada 2018, Pindi bersama Maxime Aubert dari dari Griffith University, Australia, menulis di jurnal Nature berjudul "Palaeolithic Cave Art in Borneo" menemukan salah satu sketsa tertua di dunia.

Berlokasi di Gua Lubang Jeriji Saleh yang menjadi bagian dari Karst Sangkulirang-Mangkalihat, ditemukan lukisan hewan berwarna jingga yang menyerupai banteng. Lukisan itu diperkirakan berusia 40.000 tahun berasal dari zaman paleolitik.

Lukisan itu sempat diklaim sebagai lukisan purba tertua di dunia. Namun, setahun berikutnya, Maxime Aubert yang turut menjadi tim penelitian Karst Sangkulirang, melaporkan lukisan yang menggambarkan perburuan babi liar di Karst Maros-Pangkep yang disebut berusia 4.000 tahun lebih tua. Laporan tersebut ia tuangkan dalam "Earliest Hunting Scene in Prehistoric Art" terbit pada 2019.

Lukisan-lukisan di gua yang terletak di Karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kutai Timur disebut sebagai salah satu yang tertua di dunia. FOTO: ISTIMEWA

Lukisan-lukisan di gua yang terletak di Karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kutai Timur disebut sebagai salah satu yang tertua di dunia. FOTO: ISTIMEWA

Lukisan itu bukan satu-satunya. Gambar-gambar binatang lain, tumbuhan hingga tapak tangan tersebar di berbagai sisi gua. Keberadaan lukisan tapak tangan bahkan telah memancing minat wisatawan domestik hingga mancanegara untuk berkunjung.

Sejarawan publik Muhammad Sarip menyebutkan, klaim lukisan di Karst Sangkulirang-Mangkalihat berusia 40.000 tahun perlu diuji. Sebab, temuan lain oleh Balai Arkeologi Yogyakarta menyebutkan sebaliknya.

"Temuan tersebut justru menilai usia lukisan hanya 4.000 tahun," sebutnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Pindi Setiawan dan Maxime Aubert mengambil sampel dari lapisan batuan yang mengapit gambar. Namun, penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin oleh Harry Widianto meneliti fosil rangka manusia purba yang ditemukan di dalam gua.

"Ternyata rangka tersebut berasal dari ras Mongoloid yang hidup kisaran 2.000 tahun sebelum masehi," ungkapnya.

Mengenai narasi pendirian Samarinda, Sarip telah beberapa kali menuliskannya dalam sejumlah jurnal. Salah satunya dalam "Kontroversi Sejarah La Mohang Daeng Mangkona dan Hari Jadi Kota Samarinda: Sebuah Tinjauan Kritis" yang diterbitkan oleh jurnal Yupa.

Sarip mengkritisi narasi dalam buku Merajut Kembali Sejarah Kota Samarinda yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Samarinda pada 2004. Menurut buku tersebut, hari jadi Samarinda pada 21 Januari adalah bertepatan dengan kedatangan La Mohang Daeng Mangkona pada 21 Januari 1668.

Hari jadi Samarinda ditetapkan melalui Peraturan Daerah Samarinda Nomor 1/1998 yang ditandatangani oleh wali kota Samarinda saat itu, Waris Husain. Namun, Sarip menyebutkan bahwa dalam perda tersebut tak menyinggung La Mohang Daeng Mangkona sama sekali. "Dilihat pasal per pasal, kata per kata juga tidak ada," sebutnya sambil memperlihatkan arsip peraturan daerah di Perpustakaan Kota Samarinda.

Selain itu, Kroniek der Zuider en Oosterafdeeling van Borneo karya J Eisenberger juga dikutip sebagai sumber terkait keberadaan Daeng Mangkona. Kendati begitu, dalam buku tersebut nama Daeng Mangkona tidak ditemukan sama sekali.

"Jadi untuk apa sebenarnya maksud pemerintah mengunjungi makam Daeng Mangkona tiap peringatan ulang tahun Samarinda, padahal pendiri Kota Samarinda adalah Raja Kutai Kertanegara pada 1732, yang memfungsikannya sebagai market city alias kota bandar niaga," heran dia.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri) saat menaburkan bunga di makam La Mohang Daeng Mangkona, Samarinda Seberang, 30 Mei 2025. FOTO: ISTIMEWA

Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri) saat menaburkan bunga di makam La Mohang Daeng Mangkona, Samarinda Seberang, 30 Mei 2025. FOTO: ISTIMEWA

Sarip menambahkan, bahwa sejarah perjuangan kemerdekaan di Kaltim perlu diberikan perhatian lebih. Apalagi, ia menilai bahwa tokoh-tokoh di Kaltim berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan.

"Tetapi selama ini hanya disinggung secara sekilas saja," sorotnya.

Ia menuturkan, bahwa perjuangan kemerdekaan di Kaltim ditempuh melalui dua jalur. Yaitu jalur fisik dan jalur diplomatis. Jejak perjuangan jalur fisik ditemukan dalam jejak keberadaan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) di Samarinda.

"Barisan gerilyawan ini terhubung dengan BPRI yang didirikan Bung Tomo di Surabaya," ucapnya.

Kemudian, terkait jalur diplomatis, Kaltim memiliki Ikatan Nasional Indonesia (INI), partai lokal yang berpusat di Balikpapan. Abdul Moeis Hassan, gubernur Kaltim periode 1962-1966 adalah salah satu tokoh sentral partai pada masa mudanya.

"Ia kemudian menjadi ketua INI Kaltim, hingga kemudian menginisiasi pembentukan Front Nasional Kalimantan Timur," sebutnya.

Selain itu, Sarip menyoroti kurangnya usaha pelestarian jejak-jejak sejarah di Kaltim. Salah satunya mengenai jejak aksara pertama yang ditemukan di bekas Kerajaan Martapura, yang kini berada di kawasan Muara Kaman. "Jalan menuju Muara Kaman susah diakses, padahal bekas Kerajaan Martapura memiliki potensi besar untuk dikunjungi," ucapnya.

Terakhir, Sarip menegaskan jangan sampai wacana penulisan ulang sejarah menjadi upaya pemerintah dalam memberikan doktrin ke masyarakat. Sehingga sejarah yang resmi adalah versi pemerintah.

"Sehingga menjadi wacana tunggal, seolah-olah selain sejarah yang ditulis pemerintah itu tidak resmi," tandasnya.

Menjawab kekhawatiran tersebut, Fadli Zon menyebutkan bahwa proyek penulisan ulang sejarah tidak serta merta berlabel "sejarah resmi". Ia pun mengulang komitmennya bahwa sejarawan yang direkrut merupakan kumpulan akademikus menyandang gelar doktor hingga guru besar.

"(Sehingga) enggak ada tafsir tunggal sejarah," tegasnya. (*)

Ralat: Kami memperbaiki pernyataan Fadli Zon bahwa sejarah terakhir yang ditulis hanya sampai era Presiden BJ Habibie. Yang benar, pemuktahiran sejarah terhenti di era Presiden BJ Habibie. Melalui ralat ini, kesalahan telah diperbaiki -Redaksi-

Editor : Cony Harseno
Iklan Above-Footer

Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi kaltimkece.id

Gabung Channel WhatsApp
  • Alamat
    :
    Jalan KH Wahid Hasyim II Nomor 16, Kelurahan Sempaja Selatan, Samarinda Utara.
  • Email
    :
    [email protected]
  • Phone
    :
    08115550888

Warta

  • Ragam
  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Humaniora
  • Nusantara
  • Samarinda
  • Kutai Kartanegara
  • Balikpapan
  • Bontang
  • Paser
  • Penajam Paser Utara
  • Mahakam Ulu
  • Kutai Timur

Pariwara

  • Pariwara
  • Pariwara Pemkab Kukar
  • Pariwara Pemkot Bontang
  • Pariwara DPRD Bontang
  • Pariwara DPRD Kukar
  • Pariwara Kutai Timur
  • Pariwara Mahakam Ulu
  • Pariwara Pemkab Berau
  • Pariwara DPMD Kutai Kartanegara

Rupa

  • Gaya Hidup
  • Kesehatan
  • Musik
  • Risalah
  • Sosok

Historia

  • Peristiwa
  • Wawancara
  • Tokoh
  • Mereka

Informasi

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
© 2018 - 2025 Copyright by Kaltim Kece. All rights reserved.