kaltimkece.id Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Pesan itu mencuat dalam diskusi bertajuk Proses Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional. Diskusi tersebut merupakan rangkaian peringatan hari ulang tahun ke-67 Provinsi Kaltim. Diselenggarakan Dinas Sosial Kaltim di Lapangan Gelora Kadrie Oening, diskusi berjalan pada Selasa, 9 Januari 2024.
Dalam temu wicara itu, sejarawan publik dari Kaltim, Muhammad Sarip, memaparkan tahapan agar seorang tokoh dapat diusulkan menjadi pahlawan nasional. Tahap pertama adalah melalui usulan masyarakat kepada kepala daerah setempat. Pemerintah kota atau kabupaten kemudian meneruskan usulan ke pemerintah provinsi. Setelah itu, pemprov melalui dinas sosial dan rekomendasi gubernur memverifikasi dan meneruskan usulan ke Kementerian Sosial. Usulan itu lantas diverifikasi ulang di pusat.
"Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar atau TP2G di tingkat daerah maupun pusat yang memverifikasi usulan tersebut. Ada pula keterlibatan Sekretariat Militer Presiden atau Setmilpres," sebutnya.
Sarip mengatakan bahwa pahlawan nasional dari Kaltim masih minim. Baru satu tokoh Kaltim yang menjadi pahlawan nasional yaitu Sultan Aji Muhammad Idris. Sebagai perbandingan, kata dia, Kalimantan Selatan sudah mempunyai empat pahlawan nasional.
Kaltim padahal telah mengusulkan sejumlah tokoh sebagai pahlawan nasional selama kurang lebih 40 tahun. Pada 1982, Kaltim mengusulkan tiga nama. Ketiganya adalah Pangeran Panji Nata Kusuma dari Kesultanan Paser, Sultan Aji Muhammad Salehuddin dari Kesultanan Kutai, serta Raja Alam dari Kesultanan Sambaliung di Berau.
Setelah diverifikasi pusat, hanya Raja Alam yang memenuhi persyaratan. Namun demikian, tidak ada tindak lanjutnya. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 1994, Gubernur Kaltim Muhammad Ardans kembali mengusulkan Raja Alam sebagai pahlawan nasional. Kali itu disertai dua nama lain yaitu Awang Long dari Kesultanan Kutai serta Sultan Ibrahim Chaliluddin dari Kesultanan Paser.
Pemerintah akhirnya hanya memberikan Anugerah Bintang Jasa Utama kepada Raja Alam. Menurut Sarip, gelar tersebut masih di bawah pahlawan nasional secara prestise.
Pada 1999, Pemprov Kaltim bergerak lagi. Dibentuk tim khusus untuk mengajukan Sultan Aji Muhammad Idris dan Raja Alam sebagai pahlawan nasional. Upaya itu gugur pada 2003 karena dianggap tidak memiliki kelengkapan berkas.
Belasan tahun berlalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan pada 2020. Provinsi yang belum memiliki pahlawan nasional diminta mengusulkannya kembali. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar dari Kementerian Sosial menjadi pelaksana kebijakan. Kaltim kembali mengusulkan Sultan Aji Muhammad Idris.
"Saat itu ada diskresi. Pemerintah mempermudah proses verifikasi," ungkap Sarip. Selain Kaltim, Papua Barat mendapatkan kemudahan yang sama. Meskipun sempat menghadapi sejumlah kendala, Sultan AM Idris akhirnya ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Lantas siapa lagi tokoh Kaltim yang berpotensi memperoleh gelar tersebut. Sarip mengatakan, masih ada nama Abdul Moeis Hassan. Gubernur Kaltim periode 1962-1966 itu disebut paling berpeluang mengingat kelengkapan berkas usulannya. Nama Moeis Hassan sudah diusulkan sejak 2022. Akan tetapi, usulan itu tertunda karena kesalahan teknis yang amat sederhana. Foto sebagai bukti arsip tidak dilengkapi tanda tangan ahli waris.
Sebagai informasi, Moeis Hassan pernah bergabung dengan Ikatan Nasional Indonesia, sebuah partai lokal di Kaltim. Pada 1946, ia berjuang melawan Belanda yang ingin menjajah kembali setelah kepergian Jepang. Pada 1954, Moeis juga menggagas Kongres Rakyat Kaltim yang menjadi awal pembentukan Provinsi Kalimantan Timur.
Pejabat Gubernur Kaltim, Akmal Malik, menanggapi inisiatif dalam diskusi tersebut. Selepas memimpin upacara peringatan HUT Kaltim di Stadion Gelora Kadrie Oening, ia menyatakan segera berkoordinasi dengan DPRD Kaltim serta Sekretariat Militer Presiden.
"Masyarakat atau organisasi manapun yang mau mengusulkan, silakan saja," sebut Pj Gubernur. (*)