• Berita Hari Ini
  • Warta
  • Historia
  • Rupa
  • Arena
  • Pariwara
  • Citra
Kaltim Kece
  • WARTA
  • RAGAM
  • Menilik Besarnya Potensi Kopi Liberika dari Hasil Budi Daya Petani di IKN Nusantara

WARTA

Menilik Besarnya Potensi Kopi Liberika dari Hasil Budi Daya Petani di IKN Nusantara

Kaltim menyimpan potensi sebagai penghasil kopi. Petani di Ibu Kota Negara, Sepaku, Penajam Paser Utara, telah menanam kopi Liberika di lahan lebih 13 hektare.
Oleh Robithoh Johan Palupi
2 November 2022 02:58
ยท
8 menit baca.
Suyanto di kebun kopi liberika Di Desa Suko Mulyo, Sepaku, Penajam Paser Utara. FOTO: ROBITHOH JOHAN PALUPI-KALTIMKECE.ID
Suyanto di kebun kopi liberika Di Desa Suko Mulyo, Sepaku, Penajam Paser Utara. FOTO: ROBITHOH JOHAN PALUPI-KALTIMKECE.ID

kaltimkece.id Mata Suyanto berkaca-kaca. Mendung tebal yang menggantung pada suatu sore, pertengahan 2017 lalu, membuatnya makin khawatir. Tumpukan rumput yang sudah diikat pada jok motornya, harus segera bawa pulang. Rintik hujan yang mulai turun, membuatnya makin khawatir, sapi-sapi di kandangnya tak sempat mendapat makan.

Suyanto saban hari memang harus mengumpulkan rumput untuk memberi makan empat ekor sapi. Merawat kebun sawit seluas dua hektare, memberinya kesempatan untuk mendapat banyak pasokan rumput. Semampu dirinya mengayunkan arit, dan semampu motornya mengangkut rumput. Lebih 10 km ditempuh untuk sampai ke rumahnya di Desa Tengin Baru, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Sedangkan kebunnya ada di Desa Suko Mulyo, di kecamatan dan kabupaten yang sama.

Melintasi jalan poros antarkecamatan, sebenarnya bukan persoalan sulit. Namun berkebalikan kondisi saat mengakses jalan menuju kebun. Tanah liat yang hanya diberikan pengerasan pecahan batu gunung, adalah tantangan tersendiri. Saat musim hujan, hanya pengemudi berpengalaman, plus dengan kendaraan berspesifikasi offroad yang berani melintas. Suyanto yang sudah berpuluh tahun akrab dengan kondisi tersebut, juga belum tentu berani berkendara saat kondisi jalan menjadi buruk.

“Gak usah dulu tahun 2017-an, sekarang juga masih sulit kita lewati. Kalau sudah hujan, jangankan mobil, motor saja gak berani keluar. Mending jalan kaki kalau mau sampai jalan poros. Itu, ada motor saya di dalam kebun sudah tujuh bulan dibiarkan saja karena jalannya buruk,” ujar Yanto saat ditemui di kebun kopi di Desa Suko Mulyo, Sepaku, Rabu 26 Oktober 2022 lalu.

Kondisi jalan perkebunan yang belum memadai, berakibat pada hasil panen sawit. Tak jarang, buah yang sudah siap panen, dibiarkan menua di atas pohon. Itu dianggap lebih baik daripada dipanen tapi lantas tak bisa diangkut.

Ismu Widodo (kiri) dan Suyanto (tengah) melayani wawancara kaltimkece.id. FOTO: ROBITHOH JOHAN PALUPI-KALTIMKECE.ID

Kondisi yang sama juga dialami Ismu Widodo. Pemilik 10 hektare kebun sawit yang bersebelahan dengan Suyanto. Dua pria yang lahir di Desa Tengin Baru, Sepaku itu adalah karib sejak kecil. Karena alasan kesibukan, kebun sawit milik Ismu saat ini pengelolaan dan perawatannya diserahkan pada Suyanto. Hanya saja, bagi Ismu, kondisi itu tak terlalu dipusingkan. Kebun sawit baginya memang bukan mata pencarian utama. Sebagai karyawan pada salah satu perusahaan BUMN, tanaman sawit bisa dibilang hanya untuk investasi jangka panjang.

Pada 2017, Ismu masih menjalankan tugas di Pekanbaru, Riau. Banyak kesamaan antara Kaltim dengan provinsi yang juga penghasil minyak bumi itu. Di antaranya urusan kebun sawit. Saat keliling Riau, Ismu menemukan banyak petani memaksimalkan lahan untuk komoditas selain sawit. Ternyata ada lahan kebun yang juga ditumpang sari dengan tanaman kopi. Yang juga mengejutkan Ismu, kopi di Riau, sejenis dengan tanaman-tanaman kopi yang tumbuh liar di kampung kelahirannya. Setelah mencari beragam referensi, pria yang menekuni dunia digital itu meyakini jika pokok kopi di pekarangan beberapa rumah di Tengin Baru, adalah varietas Liberika. 

Ismu, yang pernah mengenyam pendidikan pertanian di Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Samarinda, dan juga Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Poltanesa) itu pun tak ragu menghubungi Yanto. Ia meminta untuk segera menyiapkan bibit kopi. Bibit anakan kopi dari cabutan alam, dan juga dari proses pembenihan. “Saya lihat kopi di Riau dan yang ada di kampung, jenisnya sama. Orang sini nyebutnya kopi besar. Setelah saya tanya sana-sini, itu jenis liberika,” ujar Ismu.

“Wah, dulu saya diketawain tetangga pas cabutin anakan kopi. Jaman gini kok tanam kopi,” begitu celetuk Yanto saat menirukan olok-olok tetangganya kala menjalankan tugas dari Ismu Widodo.

Tanaman kopi Liberika di Sepaku, PPU. FOTO: ROBITHOH JOHAN PALUPI-KALTIMKECE.ID   

Bagi Yanto, aktivitas mengelola kopi sudah cukup familiar. Almarhum Mbah Boinah, nenek Yanto, mengelola kopi hasil kebun sendiri untuk suguhan para tamu. Perempuan yang juga punya keahlian sebagai dukun bayi, di era 1980-an itu, membuatnya sering dikunjungi ibu-ibu yang melakukan cek kandungan, hingga membantu persalinan.

“Mbah Boinah dulu dikenal se-Sepaku. Maklum belum ada bidan di desa-desa transmigrasi di wilayah Sepaku. Jadi untuk persalinan ya panggil Mbah Boinah, termasuk Ibu saya juga dibantu Mbah Boinah waktu melahirkan saya,” ungkap Ismu Widodo.

Tak hanya demi melestarikan kopi di kampungnya, Ismu juga meyakini, nilai ekonomi dari budi daya kopi tak kalah dengan sawit. Pasalnya pemrosesan kopi tidak tergantung dengan kebijakan harga yang sering dimainkan para tengkulak. Satu hal yang juga membuat Ismu makin mantap, setelah melihat bahwa tanaman kopi yang dibawa para transmigran dari Pacitan, Jawa Timur, pada 1977 lalu, tetap hidup sampai saat ini. Jumlahnya memang tak banyak. Namun saat batang kopi ditebang, ternyata muncul batang baru dan hidup lagi.

“Waktu petani di sini beralih ke sawit, batang kopi dianggap sebagai gulma. Ditebang, tapi gak mati-mati. Kecuali dibongkar sampai akar, atau dibakar, baru benar-benar mati,” ungkap pria kelahiran Sepaku, 28 Agustus 1978 itu.

Kegigihan Ismu membudidayakan kopi di Sepaku, kini mulai terlihat. Lahan 13 hektare yang terbagi di dua lokasi, adalah buktinya. Bibit yang dikembangkan juga hasil cabutan anakan kopi, dan pembenihan yang semua dari wilayah Sepaku. Hasil penanaman pada 2017 lalu, seluas 4 hektare, saat ini sudah mulai bisa dipanen. Namun, persoalan tidak selesai sampai di situ. Ismu ternyata mengalami kendala dalam hal pemrosesan setalah kopi dipanen.

Proses pengolahan dan penyajian kopi yang diwariskan Mbah Boinah, belum cukup meyakinkan Ismu untuk memasarkan hasil kebunnya. Cara yang dilakukan Mbah Boinah masih sangat tradisional. Hanya dengan menjemur biji merah hingga kering, melepaskan kulit kopi, menggorengnya, dan menumbuknya hingga menjadi bubuk. Saat proses penggorengan, juga dengan mencampurkan jahe, potongan kecil kelapa, dan beras.

“Dengan proses tradisional, sebenarnya bisa dilakukan. Tapi saya belum yakin itu bisa diterima pasar dengan baik. Makanya saya waktu itu berpandangan kalau kopi Liberika itu jenis kopi kelas tiga,” ungkap Ismu Widodo.

Cap kopi kelas tiga yang diyakini Ismu Widodo ternyata membuat marah Slamet Prayoga. Pembudi daya kopi yang sukses mengembangkan Malabar Mountain Coffee itu tidak sepakat dengan cara pandang Ismu. Bagi Slamet Prayoga, tidak ada istilah kopi kelas tiga. “Bahwa ada kopi yang kurang enak, itu mungkin karena ketidaktahuan pada proses budi daya, pasca panen, atau bisa juga tahap roasting dan juga penyajian. Nah, ini yang perlu dikaji lebih dulu. Tapi bagi saya, tidak ada namanya kopi kelas tiga,” ungkap Slamet Prayoga.

Infografik pertanian kopi Liberika di Sepaku, Penajam Paser Utara.
DESAIN GRAFIS: MUHAMMAD IMTIAN NAUVAL-KALTIMKECE.ID

 

Dapat Pendampingan Malabar Mountain Coffee

Pertemuan Ismu Widodo dengan Slamet Prayoga ternyata bukan karena faktor kebetulan. Ismu yang masih gelisah dengan ketidaktahuan proses pasca panen, berusaha mencari informasi; harus dengan siapa dirinya berguru pengelolaan kebun kopi. Akhirnya, pada pertengahan Agustus 2022, Ismu berkesempatan menyambangi Slamet Prayoga di kebunnya, di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sejatinya, Slamet Prayoga sendiri ber-KTP Samarinda. Tapi sejak 2012 lalu, berkebun kopi di wilayah selatan Bandung.

Aktivitas Slamet Prayoga sendiri tidak melulu di wilayah Jawa Barat. Secara aktif, alumni Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman itu juga masih mengelola lahannya di Pantai Indah Kurma, Pangempang, Muara Badak, Kutai Kartanegara. Di lokasi tersebut, Slamet Prayoga juga menanam kopi. Bahkan lokasi seluas 50 hektare saat ini dikembangkan untuk tiga kegiatan sekaligus; kehutanan, perkebunan dan perikanan. Alias, sylvoagrofishery.

“Ada hal menarik dari pertemuan dengan Mas Ismu (Widodo). Sebenarnya kenalnya sudah lama, tapi baru-baru ini saja saya bertemu secara langsung, dan bahkan dua kali saya didatangi di Pangalengan. Ternyata dari cerita yang dia bawa, telah menanam lebih 10 hektare di Sepaku. Karena penasaran, saya sambangi langsung, dan ternyata apa yang dilakukannya, bagi saya adalah sesuatu yang luar biasa,” ujar Yoga, sapaan karib pria 63 tahun itu.

Pengamatan lapangan yang dilakukannya pada awal September 2022 lalu pun membuktikan jika ada banyak hal yang perlu dibenahi. Terutama dari sisi budi daya. Prinsip yang selalu dipegang Slamet Prayogo, kopi yang baik selalu dihasilkan dari kebun yang baik.

“Persoalan varietas Liberika, ini memang menjadi tantangan lain. Pasalnya pasaran dunia masih didominasi Arabica dan Robusta. Mungkin saja, karena pembudi daya Liberika di Indonesia juga masih terbatas,” lanjutnya. 

Aktivitas Suyanto di kebun kopi. FOTO: ROBITHOH JOHAN PALUPI-KALTIMKECE.ID

Slamet Prayogo mengakui, saat ini pasar Liberika di Indonesia belum sebagus varian Arabica atau Robusta. Dua jenis ini memang lebih familiar dan telah dibudidayakan dengan baik. Bahkan, dari dua jenis tersebut, Indonesia masuk dalam tiga besar negara produsen kopi dunia. Dua negara di atasnya adalah Brazil dan Vietnam. Soal cita rasa varietas Liberika, ternyata telah mendapat tempat tersendiri bagi para penyeduh kopi. Muhammad Aga, barista Indonesia yang kerap memenangkan kompetisi level nasional dan juga mewakili Indonesia di ajang World Barista Competition, juga pernah membawakan jenis Liberika. Terbaru, Lisa Erie Yani, memenangkan kompetisi East Borneo Coffee Competition 2022. Barista asal Berau itu juga membawakan kopi Liberika hasil budi daya petani di Kampung Sambakungan, Gunung Tabur, Berau.

“Soal cita rasa, memang perlu kajian lebih lanjut. Saya yakin, kalau diupayakan dengan baik, Liberika juga bisa dinikmati. Semoga saja, pertengahan tahun depan, kebun di Sepaku sudah bisa menghasilkan produk yang siap dipasarkan. Saat ini masih banyak sekali hal-hal yang perlu dibenahi,” ungkapnya.

Budi daya kopi yang sudah dilakukan Slamet Prayoga, dan sukses melambungkan nama Malabar Mountain Coffee, memang tidak melulu hanya urusan kebun. Proses pasca panen juga digarap dengan sangat detail. Termasuk standard yang diterapkan sebelum akhirnya biji kopi siap untuk di-roasting dan dipasarkan.

Ismu Widodo pun mengamini, saat ini dirinya sedang menyiapkan pembangunan sarana untuk kegiatan pasca panen. Di antaranya dengan pematangan lahan untuk tempat penjemuran kopi, dan proses lainnya. “Ada lahan 2 hektare yang siap untuk tempat prosessing (pasca panen), tapi sebelumnya kami akan mengirim tim untuk belajar ke Pengalengan, sehingga bisa paham standard yang sudah diterapkan Malabar Mountain Coffee,” ujarnya.

“Kesediaan Pak Yoga menjadi bagian dalam pengembangan kopi di Sepaku, juga membuat kami semangat dan makin percaya diri. Semoga pada tahun depan, Sepaku tak hanya dikenal karena keberadaan Ibu Kota Negara, tapi juga ada produk unggulan yang bisa kami sajikan,” pungkasnya. (*)

Editor : Fel GM
Iklan Above-Footer

Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi kaltimkece.id

Gabung Channel WhatsApp
  • Alamat
    :
    Jalan KH Wahid Hasyim II Nomor 16, Kelurahan Sempaja Selatan, Samarinda Utara.
  • Email
    :
    [email protected]
  • Phone
    :
    08115550888

Warta

  • Ragam
  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Humaniora
  • Nusantara
  • Samarinda
  • Kutai Kartanegara
  • Balikpapan
  • Bontang
  • Paser
  • Penajam Paser Utara
  • Mahakam Ulu
  • Kutai Timur

Pariwara

  • Pariwara
  • Pariwara Pemkab Kukar
  • Pariwara Pemkot Bontang
  • Pariwara DPRD Bontang
  • Pariwara DPRD Kukar
  • Pariwara Kutai Timur
  • Pariwara Mahakam Ulu
  • Pariwara Pemkab Berau

Rupa

  • Gaya Hidup
  • Kesehatan
  • Musik
  • Risalah
  • Sosok

Historia

  • Peristiwa
  • Wawancara
  • Tokoh
  • Mereka

Informasi

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
© 2018 - 2025 Copyright by Kaltim Kece. All rights reserved.