kaltimkece.id Pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan menghentikan subsidi minyak goreng kemasan. Keputusan diambil untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng. Beberapa hari kemudian, minyak goreng melimpah di sejumlah pasar di Kaltim namun harganya naik.
Salah seorang warga Samarinda, Muhammad Yahya, 24 tahun, menceritakan pengalamannya membeli minyak goreng. Beberapa pekan lalu, ia mengaku sempat mengantre selama empat jam di sebuah pusat perbelanjaan di Samarinda Utara untuk membeli satu liter minyak goreng. Kondisi berbeda terjadi ketika pemerintah mengumumkan HET minyak goreng dicabut pada Rabu, 16 Maret 2022. Saat itu, Yahya menemukan minyak goreng melimpah di pusat perbelanjaan yang sama. Ia tidak mengantre lagi. Akan tetapi, harganya terbilang mahal.
“Dua liter merek Bimoli, harganya Rp 58 ribu. Sebelumnya, cuma Rp 28 ribu,” ungkap mahasiswa ini kepada kaltimkece.id, Sabtu, 19 Maret 2022.
Fenomena yang sama juga terjadi di Balikpapan dan Kutai Kartanegara. Setelah subsidi dicabut, minyak goreng dilaporkan sudah tersedia di dua daerah tersebut. Risma, 25 tahun, warga Balikpapan Utara, mengaku, pekan lalu masih mengantre membeli minyak goreng. Namun kini sudah tidak lagi. Hanya, kata dia, harga minyak goreng melambung tinggi.
“Harga satu liter minyak kemasan kini sekitar Rp. 28 ribu. Dulu, sebelum HET dicabut, harganya sekitar Rp 14 ribu,” sebutnya saat dihubungi kaltimkece.id melalui sambungan telepon.
Heri, warga Tenggarong, Kukar, melaporkan, harga minyak goreng di daerahnya meningkat 100 persen dibanding harga HET. Harga minyak goreng kemasan dua liter di Tenggarong disebut Rp 48 ribu. Bahkan, ada yang harganya mencapai Rp 52 ribu. “Memang gampang dicari cuma lebih mahal. Saya khawatir, harganya semakin naik saat Lebaran,” ucapnya.
_____________________________________________________PARIWARA
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM (Disperindagkop) Kaltm, Yadi Robyan Noor, meminta masyarakat tidak khawatir mengenai isu peningkatan harga menjelang Lebaran. Ia melaporkan, saat ini, ada sekitar 3,8 ribu ton atau 3 juta liter minyak goreng. Jumlah ini dipastikan cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng di Kaltim yakni sekitar 638 ton atau 701 ribu liter per bulan.
Minyak goreng tersebut, kata Roby, segera didistribusikan kepada 14 produsen, 49 distributor, 240 pedagang kecil dan besar, serta 43 swalayan yang ada di provinsi ini. Minyak goreng sebanyak 900 ribu liter dengan harga Rp 14 ribu sudah didistribusikan. Jumlah tersebut bernilai sekitar Rp 12 milliar. Menanggapi harga minyak goreng, Roby menyampaikan, harga tersebut sudah sesuai kebijakan Kementerian Perdagangan. Kebijakan juga sudah disosialisasikan kepada seluruh pemerintah kabupaten dan kota.
“Yang terpenting, stok minyak goreng aman untuk 80 hari ke depan,” katanya kepada kaltimkece.id via aplikasi perpesanan pada Kamis, 17 Maret 2022.
Kebijakan Setengah Hati
Akademikus Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, Samarinda, Maisyarah Rahmi Hasan, menyayangkan soal keputusan pemerintah mencabut kebijakan HET. HET merupakan regulasi yang berfungsi sebagai penetepan harga wajar. Jika permintaan minyak goreng tidak sebanding dengan ketersediaan stok goreng, harga dipastikan akan terus melonjak. Peningkatan harga minyak goreng berkelindan dengan distribusi, ketersediaan stok, dan permintaan pasar.
Menurut Maisyarah, harga minyak goreng yang melambung tinggi adalah dampak penghapusan kebijakan subsidi. Dia mencatat, harga dua liter minyak goreng sebelum kebijakan dihapus berkisar Rp 20–25 ribu. Sekarang, rata-rata harganya Rp 48 ribu.
“Saya pernah mendapat harga dua liter sekitar Rp 70 ribu. Jika harga ini terus dibiarkan, tentu tidak etis. Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan untuk membantu kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Purwadi, memberikan kritik lebih keras lagi. Ia menilai, dicabutnya HET dan minyak goreng tiba-tiba banyak di pasar adalah pertanda pemerintah kalah dengan pasar. Pasalnya, ia curiga, selama kebijakan HET belum dicabut, terjadi penimbunan minyak goreng.
“Kebijakan pencabutan HET itu membenarkan aktivitas penimbun. Ini kebijakan setengah hati namanya. Mana tindakan pemerintah daerah mengawasi aktivitas di toko-toko besar?” ucapnya.
_____________________________________________________INFOGRAFIK
Purwadi menganggap, tidak ada korelasi antara ketersediaan stok dan jaminan ketersediaan minyak goreng di pasar. Menurutnya, pemerintah daerah perlu aktif mencari solusi seperti mengawasi jalur distribusi minyak goreng. Solusi lainnya, mengendalikan suplai minyak goreng. Pemerintah bisa menyalurkan langsung minyak goreng kepada masyarakat dengan program seperti pasar terbuka.
Pasar terbuka bisa diadakan di berbagai tempat di seluruh kabupaten dan kota. Khususnya daerah dengan akses logistik yang sulit seperti Mahulu dan Kutai Barat. Ketika program ini dilakukan, masyarakat melihat data ketersediaan dan membeli minyak goreng dengan harga wajar. Purwadi mengingatkan, pemerintah tidak boleh abai dan pasrah terhadap fenomena kelangkaan.
“Dulu masker, sekarang minyak. Negeri ini kaya dengan sumber daya tetapi mengapa sering langka? Kita bisa menduga, ada ‘kepentingan’ antara pengusaha dan penguasa. Kalau mereka akur dan baku atur, tidak ada masalah ini,” ujarnya.
Menanggapi pencabutan HET, Gubernur Kaltim, Isran Noor, mengatakan, hal tersebut adalah upaya pemerintah mencari jalan keluar dari persoalan minyak goreng. Menurutnya, pembatasan harga tidak bisa dipertahankan ketika harga sedang tidak normal. Kenaikan harga minyak goreng merupakan fenomena yang terjadi secara global.
“Kesalahan ini bukan kesalahan pemerintah. Kita enggak bisa, misalnya, menyalahkan produsen. Tidak bisa. Ini kejadian di seluruh dunia,” tutupnya. (*)
Editor: Surya Aditya