kaltimkece.id Indeks kemerdekaan pers di Kalimantan Timur dilaporkan cukup tinggi. Akan tetapi, capaian tersebut tidak selaras dengan indeks keterbukaan informasi publik. Kesadaran akan pentingnya keterbukaan informasi dari tingkat pemerintah daerah hingga masyarakat disebut masih rendah. Perlu banyak perbaikan agar hak dasar masyarakat memperoleh informasi dapat terpenuhi.
Kamis siang, 27 Oktober 2022, Komisi Informasi Publik (KIP) Kaltim dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kaltim mengadakan diskusi membahas keterbukaan informasi publik di Hotel Aston Samarinda. Acara ini dihadiri sejumlah insan pers dan organisasi kemahasiswaan.
Ketua SMSI Kaltim, Abdurrahman Amin, menjadi pembicara pertama dalam diskusi tersebut. Ia menyampaikan, memiliki indeks kemerdekaan pers tinggi saja belum cukup membuat keterbukaan informasi jadi lebih baik. Perlu ada upaya untuk memperbaikinya.
“Media sebagai perusahaan pers harus membangun relasi yang setara, baik terhadap pemerintah maupun pihak swasta,” ujar Rahman, sapaannya.
Dia melanjutkan, agar semangat transparansi tetap berjalan sesuai jalurnya, jangan terjadi upaya saling kooptasi. Kerja-kerja jurnalis pun bisa sesuai dengan kode etik pers tanpa ada intervensi perusahaan media. “Jadi, harus dibangun relasi yang setara agar tidak ada intervensi berlebihan. Dengan begitu, informasi publik dapat diakses dan disampaikan kepada publik,” tambah Rahman.
Sebagai informasi, indeks kemerdekaan pers di Kaltim mencapai angka 80 yang berarti kemerdekaan pers di provinsi ini cukup bebas. Di Indonesia, hanya ada tiga provinsi yang memiliki indeks kemerdekaan pers 80. Selain Kaltim, juga Jambi dan Jawa Tengah. Adapun Papua Barat, Maluku Utara, dan Jawa Timur menjadi provinsi terendah soal kemerdekaan pers.
Usai Rahman menyampaikan pemaparan, komisioner KIP Kaltim, Indra Zakaria, melanjutkan jalannya diskusi. Ia merasa, perlu ada penguatan mengenai pentingnya informasi publik kepada beberapa kelompok masyarakat, termasuk jurnalis dan mahasiswa. Masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap informasi publik tidak terlepas dari peran insan pers. Menurut Zakaria, keterlibatan pers dalam menyampaikan informasi masih sedikit. Hal itu dapat dilihat dari pemberitaan yang membahas persoalan informasi publik.
“Seperti kurang tertarik untuk dibahas. Padahal, kami butuh keberpihakan pers yang masif,” ujarnya.
Peranan lembaga-lembaga publik dalam menyampaikan informasi, tambah dia, juga masih rendah. Lembaga-lembaga yang dimaksud yakni organisasi perangkat daerah, badan usaha milik daerah (BUMD), badan layanan umum daerah, hingga partai politik. “Ada gengsi antardaerah untuk menunjukkan pemerintahan sudah transparan,” kata Zakaria.
Koordinator Kelompok Kerja atau Pokja 30, Buyung Marajo, menambahkan, lemahnya keterbukaan informasi publik menjadi pertanda bahwa ada persoalan dalam memahami informasi publik. Bentuk demokrasi, ujarnya, bukan melulu berbicara soal politik, pemilihan umum, dan sebagainya tapi juga menciptakan pelayanan publik meluas agar bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat. “Salah satu bagiannya, yaitu memberikan informasi publik,” ujar Buyung.
Ia menilai, semangat keterbukaan informasi publik yang bergaung selama ini hanya sampai di mulut saja. Sementara praktiknya, kata dia, masih jauh panggang dari api. Buktinya, sejak 2014, Pokja 30 masih bersengketa dengan pemerintah mengenai informasi APBD. “Baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Ini sama saja hanya lip service semata,” imbuhnya.
Seharusnya, kata dia, informasi APBD bisa diakses dengan mudah karena menjadi hak dasar warga negara. Termasuk penjabaran dan detail item belanja daerah, bisa dilihat dengan jelas. Alasannya, APBD berasal dari pajak yang dikumpulkan oleh tiap warga.
“Sebagai lembaga yang fokus terhadap kebijakan publik dan anggaran, kami akan selalu uji itu. Tapi yang terlihat, semangat keterbukaan masih rendah,” bebernya.
Buyung mengimbau, pemerintah mengubah pola pikirnya bahwa keterbukaan informasi itu sebuah kewajiban. Bukan justru menutup-tutupi dengan memberikan informasi yang ala kadar. “Bukan tunggu diminta sampai bersengketa dulu baru bisa diakses,” tandasnya. (*)