kaltimkece.id Sejumlah orang mengikuti rapat dengar pendapat di Kantor DPRD Samarinda, Senin siang, 3 Oktober 2022. Penggusuran lapak pedagang kaki lima alias PKL di Tepian Mahakam, Samarinda, menjadi topik pembahasannya.
Rapat yang difasilitasi Komisi II tersebut dihadiri perwakilan dari Dinas Perhubungan Samarinda, Satpol PP, hingga Dinas Lingkungan Hidup. Ada pula beberapa eks pedagang di Tepian Mahakam. Dalam rapat, mereka meminta wakil rakyat membantu untuk mengubah kebijakan Pemkot Samarinda soal tidak boleh PKL berjualan di Tepian Mahakam.
Anwar adalah pedagang jagung bakar yang ikut dalam rapat tersebut. Ia mengaku, kebijakan tersebut sangat merugikan. Pasalnya, ia kini tak bisa berjualan jagung bakar di Tepian Mahakam. Padahal, profesi ini telah ia tekuni sejak 1994.
“Sudah puluhan tahun berjualan, baru kali ini digusur. Kami pun kebingungan, mau pindah berjualan di mana?” ujar Anwar. Ia berharap, pihak berwenang mengizinkan lagi PKL berjualan di Tepian Mahakam.
Tepian Mahakam sempat steril dari pedagang saat kasus Covid-19 meningkat tajam. Pada November 2021, ketika kasus mulai melandai, PKL berjualan lagi di Tepian Mahakam. Saat itu, sebagaimana yang disampaikan Ketua Ikatan Pedagang Tepian Mahakam, Hans Meiranda Ruauw, Pemkot Samarinda membatasi aktivitas di Tepian Mahakam. Hanya 27 lapak saja yang boleh dibuka. Waktu beroperasinya pun hingga pukul 10 malam.
Hans mengatakan, para pedagang menerima kebijakan pemkot tersebut. Menyiasati masalah keterbatasan lapak, para pedagang saling berbagi tempat. “Jadi, dalam satu lapak, ada tiga pedagang yang berjualan,” sebutnya.
Namun kebijakan penggusuran lapak kali ini tak bisa diterima. Apalagi, para pedagang merasa, tak pernah melanggar peraturan-peraturan yang dibuat pemkot. “Kami berharap, DPRD memberikan jalan keluar terbaik,” ujar Hans.
Kebijakan penggusuran lapak ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 660/2916/012.02. Surat yang diteken Sekretaris Kota Samarinda, Hero Mardanus, terbit pada 19 September lalu. Isinya meminta pedagang tidak boleh berjualan mulai Senin, 3 Oktober 2022. Alasan utamanya untuk mengembalikan fungsi ruang terbuka hijau atau RTH di pinggiran Sungai Mahakam. Selain itu untuk menghindari parkir liar yang terjadi hampir setiap malam.
Kepala DLH Samarinda, Nurrahmani mengatakan, sepanjang bantaran Sungai Mahakam adalah jalur hijau. DLH pun berharap jalur hijau tersebut menjadi bagian dari RTH Samarinda agar dapat dikelola dengan baik. “Baik itu ruang terbuka privat atau taman yang sekedar bersifat pasif, yang penting, bisa jadi bagian dari RTH,” kata Nurrahmani.
DLH menginginkan sepanjang Sungai Mahakam menjadi RTH seperti taman di depan Islamic Center atau sepanjang Jalan Gajah Mada. Akan tetapi, keberadaan PKL dianggap menghambat terwujudnya keinginan tersebut. Nurrahmani mengatakan, menjaga taman saja sulit jika ada PKL. “Misal, kami mau tambah tumbuhan. Kemudian tanaman tersebut terkena tumpahan kuah bakso. Kalau begitu ‘kan jadi sulit,” urainya.
Saat ini, luasan RTH di Samarinda adalah 35.900 meter persegi. Angka itu hanya 5 persen dari luas Samarinda yang mencapai 718.000 meter persegi. Padahal, dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda, luasan RTH minimal 30 persen dari luas kota. Artinya, RTH di Kota Tepian masih kurang 179.500 meter persegi untuk mencapai target tersebut.
DLH Samarinda pun menilai, keberadaan PKL di Tepian Mahakam bisa mengurangi bobot RTH yang sudah ada. Padahal, kata Nurrahmani, menambah jumlah RTH sangat sulit karena ruangnya kini terbatas. Oleh karena itu, Pemkot Samarinda menginginkan kawasan tersebut steril dari pedagang. Upaya ini juga untuk mengatasi masalah lainnya. “Ada masalah parkir liar, premanisme, dan juga pungutan liar di sana,” bebernya.
Sekretaris Komisi II DPRD Samarinda, Novi Marinda Putri, meminta Pemkot Samarinda mengkaji ulang kebijakan penggusuran PKL di Tepian Mahakam. Pasalnya, kebijakan ini sangat merugikan pedagang. Menurutnya, jika kawasan tersebut dikelola dengan baik, pemkot bisa untung karena ada tambahan pemasukan dari aktivitas di sana.
“Kami minta pemkot bijaksana sedikit menangani masalah ini,” ujar Novi.
Di sisi lain, politikus Partai Amanat Nasional ini merasa kecewa karena secara kelembagaan, DPRD tidak dilibatkan dalam pembuatan kebijakan tersebut. Wakil rakyat bahkan tidak mendapat tembusan surat edaran penggusuran tersebut. Novi mengaku, mengetahui penggusuran lapak PKL di Tepian Mahakam setelah mendapat laporan dari pedagang.
Komisi II akan membuat rekomendasi yang bisa jadi bahan masukan untuk Pemkot Samarinda menentukan penanganan PKL di Tepian Mahakam. Rekomendasi ini segera dilayangkan kepada Pemkot Samarinda. “Kami akan bersurat melalui pimpinan agar pemkot bisa mengkaji ulang kebijakan ini,” kunci Novi. (*)